Klarifikasi nilai (values clarification approach)
Klarifikasi nilai (values clarification approach)
Petunjuk Teknis
Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, disebutkan model
pembelajaran nilai/moral ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan baik dalam
rangka pemanasan maupaun pengenalan dan
pengkajian nilai secara mendalam. Dengan menggunakan model ini para siswa
mendapat stimulasi untuk menggali dan
mengkaji hakekat nilai.
Menurut Udin Syaripuddin (1989 :27), ada beberapa kegunaan
pengajaran klarifikasi nilai, yaitu :
1)
Membantu pemudahan proses klarifikasi (kejelasan)
nilai, Moral dan norma yang harus dikaji dan diserap peserta didik, sosok diri yang bersangkutan
maupun kehidupan umum.
2)
Memudahkan meningkatkan keberhasilan proses
internalisasi dan personalisasi nilai moral dan norma yang disampaikan/diharapkan.
3) Memantapkan dan memperluas hasil belajar peserta didk.
4) Meningkatkan kadar CBSA dan mengajar
secara lebih manusiawi, penuh gairah dan menyenangkan.
5) Meningkatkan kepaduan proses kepaduan
kognitif dan afektif dan psikomotorik.
6) Meningkatkan kepaduan antara dunia
persekolahan dengan dunia kehidupan nyata.
Klarifikasi nilai atau dikenal dengan istilah Value
Clarification Technique (VCT) adalah suatu nama /label dari suatu model
pendekatan dan strategi belajar mengajar khusus untuk pendidikan nilai atau
pendidikan efektif. (Depdikbud, 1988 : 27). Pendekatan klarifikasi nilai
menggambarkan penemuan atau klarifikasi nilai melalui seperangkat permainan dan
latihan kelas yang beragam di dalam waktu, kompleksitas, dan materi
permasalahan. Dalam pendekatan ini guru berperan netral dalam membantu
siswa/mahasiswa. Nilai ditetapkan atas dasar : a) pilihan, b) pilihan secara
benar, c) dipilih dari berbagai alternatif, d) berharga, e) dikenal umum, dan
f) dilaksanakan secara teratur.
Model pembelajaran/ pendekatan pendidikan moral
perkembangan kognitif direalisasikan dengan menghadapkan siswa pada dilemma
etika yang merangsang dan menantang pemikiran mereka. Di dalam model/pendekatan
ini, guru/dosen menyajikan dilemma dan ringkasan diskusi, membagi kelas ke
dalam kelompok solusi permasalahan, dan minta mereka untuk berdebat dengan
pertanyaan “apa yang benar untuk dilakukan, dan mengapa?”. Dengan menempatkan
siswa dalam kondisi demikian diharapkan siswa akan menguasai tahap pemikiran
moral yang lebih komprehensif. Sesuai dengan pendekatan ini Kohlberg (Cheppy H,
1995) mengembangkan pendekatan ‘just community school” , yang meekankan
belajar untuk bersifat fair dan bertanggung jawab.
Terdapat tujuh langkah analisa nilai, yaitu :
a) Mengidentifikasi
dilema,
b) Mengidentifikasi
alternatif,
c) Memprediksi
konsekuensi setiap alternatif,
d) Memprediksi konsekuensi jangka pendek dan
panjang,
e) Mengumpulkan
bukti alternatif, dan
f) Mengukur
kebenaran setiap konsekuensi.
(Duska
& Welan, 1982)
1) Pendidikan moral perkembangan kognitif (cognitive moral development approach)
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan
kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya.
Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah
moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut
pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat
pertimbangan moral, dari
suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada
dua hal yang utama.
Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong
siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).
Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong
siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).
Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini
didasarkan pada dilemma moral, dengan menggunakan metoda diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi
perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi.
Kedua, adanya dilemma, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma faktual
berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga,
suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik (Superka, et. al. 1976; Banks, 1985).
suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik (Superka, et. al. 1976; Banks, 1985).
Secara singkat model-model yang termasuk kategori
di atas antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Model
Pencapaian Konsep Nilai/Moral.
Model ini sengaja dirancang untuk membantu
para siswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan
informasi sehingga dapat memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari konsep
itu dengan cara yang lebih efektif.
- Model
berfikir induktif mengenai nilai moral
Model berfikir induktif dirancang dan
dikembangkan dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan
mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep moral dan menjajagi
berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam
menyingkap dan mengorganisasikan informasi.
- Model
latihan penelitian masalah nilai moral
Model ini
dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan
sebab akibat, dan menjadikan siswa lebih fasih dan cermat dalam mengajukan
pertanyaan, membangun konsep , dan merumuskan dan mengetes hipoteisis.
- Model
Pemandu Awal
Kekuatan model ini adalah dalam memberi
pengalaman belajar dengan struktur kognitif yang digunakan untuk memahami
materi yang disajikan dalam belajar, dalam membaca, dan dengan menggunakan media belajar lainnya.
e. Model Pengembangan Intelek
Model ini didasarkan pada studi tentang
perkembangan kognitif yang bertujuan untuk
membantu para guru menyesuaikan proses belajar mengajar terhadap taraf
kematangan para siswa dan untuk merancang cara-cara meningkatkan kecepatan
perkembangan kognitif para siswa.
4) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach)
Pendekatan
analisis nilai (values analysis approach)
memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan
cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika
dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan
penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada
pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan
pada dilemma moral yang bersifat perseorangan.
Terdapat dua tujuan utama pendidikan moral menurut
pendekatan ini. Pertama, membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir
logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang
berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk
menggunakan proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan
dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda
pengajaran yang sering digunakan adalah: pembelajaran secara individu atau
kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan,
penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional
(Superka, et. al. 1976).
Enam langkah analisis nilai yang penting dan perlu
diperhatikan
dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989).
dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan ini (Hersh, et. al., 1980; Elias, 1989).
Enam langkah tersebut menjadi dasar dan sejajar dengan
enam tugas penyelesaian masalah berhubungan dengan nilai. Enam langkah dan tugas
tersebut sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai
yang terkait.
2) Mengumpulkan fakta yang berhubungan.
3) Menguji kebenaran fakta yang berkaitan.
4) Menjelaskan kaitan antara fakta yang
bersangkutan
5) Merumuskan keputusan moral sementara.
6) Menguji prinsip moral yang digunakan dalam
pengambilan keputusan.
5) Pendekatan Pembelajaran Berbuat
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan
pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama
dalam suatu kelompok.
Superka, et. al. (1976) menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu
masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.
Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis
nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama (Superka, et. al., 1976).
Superka, et. al. (1976) menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu
masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.
Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis
nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama (Superka, et. al., 1976).
Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan
Superka, et. al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh
Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah
menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial. Menurut Elias (1989),
walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan
"moral reasoning" dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling
penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka berkemampuan
untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang
demokratis. Penganjur pendekatan ini memandang bahwa kelemahan dari berbagai
pendekatan lain adalah menghasilkan warga negara yang pasif. Menurut mereka,
melalui program-program pendidikan moral sepatutnya menghasilkan warga negara yang
aktif, yakni warga negara yang memiliki kompetensi yang diperlukan dalam lingkungan
hidupnya (environmental competence) sebagai berikut: (1) kompetensi fisik
(physical competence), yang dapat memberikan nilai tertentu terhadap suatu
obyek. (2)
kompetensi hubungan antarpribadi (interpersonal competence), yang
dapat meberi pengaruh kepada orang-orang melalui hubungan antara
sesama. (3) kompetensi kewarganegaraan (civic competence), yang dapat memberi pengaruh kepada urusan-urusan masyarakat umum.
kompetensi hubungan antarpribadi (interpersonal competence), yang
dapat meberi pengaruh kepada orang-orang melalui hubungan antara
sesama. (3) kompetensi kewarganegaraan (civic competence), yang dapat memberi pengaruh kepada urusan-urusan masyarakat umum.
2.5.3. Social
Inquiry (Inkuiri
Sosial)
Pembelajaran berdasarkan inquiry merupakan seni
penciptaan situasi-situasi sedimikian rupa sehingga siswa mengambil peran
sebagai ilmuwan. Dalam situasi-situasi ini siswa berinisiatif untuk mengamati dan menanyakan
gejala alam, mengajukan penjelasan-penjelasan tentang apa yang mereka lihat, merancang
dan melakukan pengujian untuk menunjang atau menentang teori-teori mereka,
menganalisis data, menarik kesimpulan dari data eksperimen, merancang dan
membangun model, atau setiap kontribusi dari kegiatan tersebut di atas.
Oemar
Hamalik (2009:219) mengemukakan :
Pengajaran inkuiri dibentuk atas dasar
diskoveri, sebab seorang siswa harus menggunakan kemampuannya berdiskoveri dan
kemampuan lainnya. Dalam inkuiri, seseorang bertindak sebagai seorang ilmuan
(scientist), melakukan eksperimen, dan mampu melakukan proses menta berinkuiri,
adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan pertanyaan-pertanyan tentang
gejala alami
b. Merumuskan masalah-masalah
c. Merumuskan hipotesis-hipotesis
d. Merancang pendekatan investigatif yang
meliputi eksperiment
e. Melaksanakan eksperimen
f. Mensintesiskan pengetahuan
g. Memiliki sikap ilmiah, antara lain
objektif, ingintahu, keterbukaan, menginginkan
dan menghormati model-model teoritis, serta bertanggung jawab
Kourilsky dalam Oemar Hamalik (2009:220)
mengatakan ”Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat
pada siswa dimana kelompok siswa inquiry kedalam suatu isu atau mencari
jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan
secara jelas dan struktural kelompok”
Gulo, (2005) menyatakan
bahwa,
Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran
inkuiri adalah : (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan
belajar, (2) keterarahan kegiatan
secara maksimal dalam proses kegiatan belajar , (3) mengembangkan sikap percaya
pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri .
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa inkuiri merupakan kegiatan belajar dengan strategi yang berpusat pada
siswa dimana kelompok siswa mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan
melalui suatu prosedur yang digariskan, yang harus menggunakan kemampuannya
berdiskoveri dan kemampuan lainnya.
Oemar Hamalik (2009:220) ”Social Inquiry
adalah inkuiri berorientasi disekoveri menunjukk pada situasi-situasi akademik
dimana kelompok-kelompok kecil siswa (umumnya antara 4-5 anggota) berupaya
menemukan jawaban-jawaban atas topik-topik inkuiri dalam situasi-situasi
tersebut para siswa dapat menemukan konsep atau rincian informasi.”
Secara umum yang dimaksud Inkuiri Sosial adalah
”mengembangkan pengetahuan siswa untuk memikirkan secara sungguh-sungguh dan
terarah dan merefleksikan hakikat sosial
kehidupan khususnya kehidupan siswa sendiri dan arah kehidupan masyarakat dalam
upaya memecahakan masalah-masalah sosial” ( Abdul Aziz Wahab 2008:62)
James A. Banks
mengemukakan pengertian tentang fakta, konsep, generalisasi, dan teori, yaitu
fakta adalah
satuan peristiwa atau hal tertentu yang merupakan data mentah atau pengamatan
ilmuwan sosial. Fakta biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang
bersahaja dan positif. Fakta adalah data aktual. Konsep adalah istilah atau
ungkapan abstrak yang berguna untuk menggolongkan atau mengkategorikan
sekelompok hal, ide atau peristiwa. Istilah yang memberi label atau nama pada
kelompok objek yang sama, atau memiliki kesamaan tertentu disebut konsep.
Generalisasi adalah pernyataan tentang hubungan-hubungan dari dua konsep atau
lebih. Generalisasi merupakan alat yang berguna bagi kita untuk menyatakan
hubungan di antara fakta-fakta atau informasi yang kita peroleh menurut cara
yang sangat tersusun rapi dan sistematis. Teori adalah suatu bentuk pengetahuan
tertinggi dan merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Teori membantu kita
dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku manusia Teori terdiri dari
serangkaian dalil atau generalisasi-generalisasi yang saling terkait dan dapat
diuji.
Model social inquiry terdiri
dari serangkaian elemen:
1.
Expressing doubt or
concernMengekspresikan keraguan atau kekhawatiran
2.
Formulating a problem and
recognizing the theoretical position or the values implicit in itMerumuskan
masalah dan mengakui posisi teoritis atau nilai-nilai implisit di dalamnya
3.
Formulating work
hypothesesMerumuskan hipotesis kerja
4.
Defining or clarifying the
key terms in the hypothesesMendefinisikan atau menjelaskan istilah kunci
dalam hipotesis
5.
Collecting dataMengumpulkan
data
6.
Analyzing and evaluatingMenganalisis
dan mengevaluasi
7.
Testing the hypotheses and
deriving generalization (James Banks,1985 : 102)Pengujian hipotesis dan
generalisasi yang berasal (James Bank,
1985: 102)
1.
Dimulai dengan pertanyaan ilmiah
2.
Problem formulationPerumusan
masalah
3.
Developing the hypothesesMengembangkan
hipotesis
4.
Collection of dataPengumpulan
data
5.
Collecting and recording
the data Mengumpulkan dan merekam data
6.
Deriving generalizationsMendapatkan
generalisasi
7.
Summary of the discussion
on generalizationsRingkasan diskusi tentang generalisasi
8.
Higher levels of
questioningTingkat yang lebih tinggi pertanyaan
9.
Knowledge questionsPengetahuan
pertanyaan
10.
Comprehension questionsPemahaman
pertanyaan
11.
Application questionsAplikasi
pertanyaan
12.
Analysis questionsAnalisis
pertanyaan
13.
Synthesis questionSintesis
pertanyaan
14.
Evaluation questionsEvaluasi
pertanyaan
15.
Creative and divergen
questionsKreatif dan pertanyaan divergen (James Bank, 1985: 102)
Langkah-langkah
dalam penerapan inquiri sosial meliputi :
1)
Orientasi terhadap masalah
2)
Menyusun hipotesis
3)
Membuat perumusan dan pembatasan masalah
4)
Melakukan eksplorasi
5) Mengumpulkan fakta-fakta dan data-data
6) Berdasarkan hasil analisis dirumuskan
7) Generalisasi atau pernyataan terhadap
masalah
Prinsip reaksi guru dalam penerapan inquiri sosial
adalah membantu siswa dalam berinkuiri dan menjelaskan posisi. Juga membantu
siswa dalam memperbaiki metode kerjanya dan dalam melaksanakan rencananya.
Sistem sosialnya adalah agak terstruktur, dimana guru sebagai pemrakarsa
inquiri dan melihat fase-fase yang dilalui siswa. Sistem yang mendukung adalah
keterbukaan dan tersedianya perpustakaan serta sumber-sumber yang kaya informasi
di masyarakat merupakan salah satu kebutuhan dalam melaksanakan model ini.
Asumsi-asumsi yang mendasari model inkuiri adalah
1.
Keterampilan
berpikir kritis dan berfikir deduktif yang diperlukan berkaitan dengan
pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok hipotesis
2.
Keuntungan
bagi siswa dari pengalaman kelompok dimana mereka berkomunikasi, berbagi
tanggung jawab, dan bersama-sama mencari pengetahuan.
3.
Kegiatan-kegiatan
belajar disajikan dengan semangat berbagai inkuiri dan diskoveri menambah motivasi
dn memajukan partisipasi
Struktur Kelompok Inkuiri
1.
Pemimpin
kelompok bertanggung jawab memulai diskusi,menyiapkan kelompok untuk
mengerjakan tugas dan melengkapi tugas-tugas,bertemu dengan guru untuk
mendiskusikan kemajuan dan kebutuhan kelompoknya,mendiskripsikan informasi dari
guru kepada kelompok,dan menyampaikan informasi kepada kelas atau pada kelompok
lainnya
2.
Pencatat
(recorder) membuat dan memelihara dalam catatan,serta membuat daftar centang
dan daftar hadir para anggota kelompok.
3.
Pemantau
diskusi (discussion monitor) berupaya memastikan bahwa diskusi berlangsung
lancar dan semua pendapat disampaikan dan di bahas dalam diskusi.
4.
Pendorong
(prompter) memelihara mental berdiskusi para anggota dengan tehnik menggunakan
daftar centang partisipasi terhadap semua kelompok.
5.
Pemubuat
rangkuman (summarizer) merangkum butir-butir pokok yang muncul dan merangkum
tugas-tugas spesifik baik yang lengkap maupun yang tidak lengkap.
6.
Pengacara
(advocat) bertugas melakukan dan memberikan pendapat perbandingan terhadap
argumen yang disampaikan dalam diskusi terhadap pendapat yang diajukan oleh
kelompok lainnya.
Tujuaan utama strategi pembelajaran ini ialaha
mengajar para siswa bersikap reflektif terhadap masalah-masalah sosial yang
bermakna.
Tiga komponen yang dianggap esensial bagi
keberhasilan pelaksanaan strategi inkuiri yaitu:
1. fungsi-fungsi kepemimpinan spesifik yang harus dilakukan
dalam kelompok.
2. peran-peran khusus bagi setiap anggota
kelompok harus ditugaskan,dan
3. suasana emosional yang efektif dan
bermakna harus dibangunkan dan di pelihara.
Post a Comment for "Klarifikasi nilai (values clarification approach)"