Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI
Proses
Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI
RUU beserta penjelasan yang
berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan
DPR, kemudian d Pimpinan DPR memberitahu
dan membagikan kepada seluruh
Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut
kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Badan Musyawarah selanjutnya menunjuk
Komisi atau Badan Legislatif untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya.
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
Komisi atau Badan Legislasi
mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari
jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya
dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU yang telah dibahas kemudian
disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden
menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU
tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.
Dalam waktu 60 (enam puluh)
hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR, Presiden menunjuk
Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR.
Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan terhadap kewenangan penyusunan
undangundang, dari yang semula berada di tangan presiden bergeser ke tangan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Di tingkat daerah, berdasarkan
undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan
membentuk undang-undang lebih besar diberikan kepada daerah, jadi tidak
bertumpu ke pusat.Suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan untuk
disahkan menjadi Undang-Undang (UU) secara garis besar formatnya berisi :
Panamaan; Pembukaan; Batang Tubuh; Penutup; Penjelasan (bila ada) dan Lampiran
(bila diperlukan).
Penamaan, berkaitan dengan
judul atau nama dari Rancangan Undang-Undang atau Undang-Undang yang diajukan
atau disahkan, termasuk nomor dan tahun pembentukan undang-undang tersebut.
Penulisan penamaan dilakukan dengan menggunakan huruf besarPembukaan, setelah
dilakukan penamaan, maka bagian berikutnya adalah pembukaan, yaitu yang dimulai
dengan:
a. Frase “DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA”, kemudian dicantumkan pula nama pejabat pembuat undang-undang
(untuk tingkat pusat) dan peraturan daerah (untuk tingkat propinsi, kabupaten
atau kota),
Contoh :
Undang-undang : PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA GUBERNUR BUPATI WALIKOTA
b. Konsideran, yaitu berisi
hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dikeluarkannya undang-undang tersebut beserta
latar belakangnya, dan dimulai dengan kata “menimbang” dan seterusnya ..Contoh
: Menimbang,
a. bahwa ...
b. bahwa ...
c. bahwa ...
c. Dasar Hukum, yaitu hal-hal
yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan atau
dasar kewenangan pembuatan peraturan tersebut. Selain itu juga memuat peraturan
perundang-undangan yang terkait langsung. Teknik penulisan dasar hukum dimulai
de-ngan kata “mengingat” dan seterusnya.
Contoh : Mengingat ...
d. Pencantuman frase : “Dengan
persetujuan“
e. Pencantuman Badan Perwakilan
yang memberikan persetujuan, apakah DPR atau DPRD Provinsi atau DPRD
Kabupatan/Kota..Setelah bagian pendahuluan selesai, baru meningkat pada bagian
Batang Tubuh, yaitu berisi tentang ketentuan umum, ketentuan, mengenai obyek,
ketentuan mengenai sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Ketentuan umum berisi tentang definisi, pengertian, penjelasan
mengenai suatu istilah atau singkatan yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai obyek yang diatur, lazimnya disusun sesuai dengan luas
lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Ketentuan mengenai obyek disusun
untuk, menggambarkan satu kesatuan sistem, cara berpikir yang runtut, mudah
diketahui,
dan dimengerti.Ketentuan
mengenai pencantuman sanksi sangat bergantung dari jenis undang-undang yang
dibuat. Hal ini karena tidak semua undang-undang mencantumkan sanksi. Begitu
juga jenis sanksi tidak selamanya berupa sanksi pidana, artinya bisa berupa
sanksi administrasi, denda, tindakan paksa, dan lain sebagainya.
Ketentuan peralihan merupakan
suatu cara untuk mempertemukan antara akibat hukum peraturan perundang-undangan
baru dan peraturan perundang-undangan lama. Adapun fungsi peraturan peralihan
adalah:
a. Menghindari kemungkinan
terjadinya kekosongan hukum atau peraturan perundang-undangan.
b. Menjamin kepastian hokum.
c. Memberikan perlindungan
hokum.
Ketentuan penutup berisi
penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan
peraturan perundang-undangan; pengaruh
peraturan perundang-undangan
yang baru terhadap peraturan perundang-undangan yang ada; rumusan perintah pengundangan;
penandatanganan pengesahan; pengundangan dan akhir bagian penutup.
Bila dipandang perlu, dalam
suatu undang-undang dilengkapi pula dengan penjelasan terhadap undangundang tersebut,
baik penjelasan yang bersifat umum atau penjelasan yang bersifat khusus,
misalnya penjelasan pasal demi pasal.
Suatu undang-undang dinyatakan
berakhir masa berlakunya:
1. ditentukan dalam
undang-undang itu kapan berakhirnya,
2. dicabut kembali oleh
undang-undang yang baru,
3. bila terbit undang-undang
baru yang memuat ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang yang lama,
maka undang-undang yang lama secara otomatis
menjadi hapus kekuatannya. MENTAATI
PERATURAN PERUNDANG-NDANGAN NASIONAL
Peraturan perundang-undangan
yang telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atau pemerintah
dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka wajib ditaati dan
dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia.
Mentaati berasal dari kata
dasar taat yang artinya patuh atau tunduk. Orang yang patuh atau tunduk pada peraturan
adalah orang yang sadar. Seseorang dikatakan
mempunyai kesadaran terhadap
aturan atau hukum, apabila dia.
1. Memiliki pengetahuan tentang
peraturan-peraturan hukum yang berlaku, baik di lingkungan masyarakat ataupun
di negara Indonesia,
2. Memiliki Pengetahuan tentang
isi peraturan-peraturan hukum, artinya bukan hanya sekedar dia tahu ada hukum
tentang pajak, tetapi dia juga mengetahui isi peraturan tentang pajak tersebut.
3. Memiliki sikap positif
terhadap peraturan-peraturan hukum
Post a Comment for "Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI"