Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Periode
berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari
rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda
berusaha memecahbelah
bangsa Indonesia dengan cara
membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia
Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa
Timur di dalam negara RepubIik
Indonesia. Bahkan, Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap
ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan
Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian
Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun
tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag
(Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949.
Konferensi ini dihadiri oleh
wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg,
yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta
sebuah komisi PBB untuk Indonesia.
KMB tersebut menghasilkan tiga
buah persetujuan pokok yaitu:
1. didirikannya Negara Rebublik
Indonesia Serikat;
2. penyerahan kedaulatan kepada
Republik Indonesia Serikat; dan
3. didirikan uni antara RIS
dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan bentuk negara dari
negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD.
Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan
UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja
Bundar.
Setelah kedua belah pihak
menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu
UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia
Serikat. Konstitusi tersebut
terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan
197 pasal, serta sebuah lampiran.Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal
1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk
federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS
terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan
di wilayah negara bagiannya.
Negara-negara bagian itu adalah
: negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera
Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan
yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat,
Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur. Selama
berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk
negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera
dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistem pemerintahan yang
digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal
itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat
(1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden
tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab,
Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau
demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan?
Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang melaksanakan
dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menterimenteri.
Dalam sistem ini, kepala
pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung
jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer,
pemerintah bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR).
Bagaimana pendapatmu, apakah system
Parlementer cocok diterapkan di Indonesia? Perlu kalian ketahui bahwa
lembaga-lembaga Negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas
KeuanganMukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai dianutnya bentuk
negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi
“Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang
demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem pemerintahan yang dianut
pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam
pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak
dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama
untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini
berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah
menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen
atau DPR.
Perlu kalian keahui bahwa
lembaga-lembaga Negara menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Mahkamah Agung
e. Dewan Pengawas Keuangan
Sesuai dengan namanya, UUDS
1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134
yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga
Pembuat UUD) bersama-sama
dengan pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan
UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember
1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung. Sekalipun konstituante
telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih
belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan
tersebut adalah adanya pertentangan Babpendapat di antara partai-partai politik
di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.
Pada pada tanggal 22 April 1959
Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD
1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat
diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang
berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan
suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah
suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu
2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas dasar hal tersebut, demi
untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1. Menetapkan pembubaran
Konsituante
2. Menetapkan berlakunya
kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional
dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik IndonesiaUUD 1945 Periode 5 Juli
1959 – 19 Oktober 1999 Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD
1945 sejak 5 Juli 1959- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran
bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu,
pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua
periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).
Pendidikan Kewarganegaraan SMP
Kelas VIII 48 Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan
pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS
yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD
1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi
karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan
Presiden.
Selain itu muncul pertentangan
politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan,
dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah
munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa
dan negara. Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku
Presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah
11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan
serta kestabilan jalannya
pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan?
Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan
keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan.
Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden
dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. Selain
itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya
singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai
penyimpangan.
Tuntutan untuk merubah atau
menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde
Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.UUD 1945 Periode
19 Oktober 1999 – Sekarang Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah
lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa
Orde Baru, maka sejak tahun
1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945.
Sampai saat ini, UUD 1945 sudah
mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap perubahan
tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu
menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden
dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan
ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
Pertanyaan kita sekarang,
apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana
mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belum
lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD 1945, ada beberapa
praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara langsung. Misalnya dalam
hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur
dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip
kedaulatan rakyat yang dianut
negara kita.
Perlu kalian ketahui bahwa setelah
melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru
yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga
negara yang dihapus, yaitu
Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah
amandemen adalah :
Gambar 3 UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Sumber:
a. Setjen MPRPresiden
b. Majelis Permusyawaratan
Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial
Terima kasih
ReplyDelete