Beberapa Ketentuan Hukum atau Instrumen HAM
Beberapa
Ketentuan Hukum atau Instrumen HAM
John Locke, pemikir politik
dari Inggris, menyatakan bahwa semua orang diciptakan sama dan memiliki hak–hak
alamiah yang tidak dapat dilepaskan. Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup,
hak kemerdekaan, hak milik dan hak kebahagiaan. Pemikiran John Locke ini
dikenal sebagai konsep HAM yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan HAM di
berbagai belahan dunia.
Pengakuan hak asasi manusia (HAM) secara konstitusional ditetapkan
pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1776 dengan “Unanimous Declaration
of Independence”, dan hal ini dijadikan contoh bagi majelis nasional Perancis
ketika menerima deklarasi hak-hak manusia dan warga negara (Declaration des
Droits de l’homme et de Citoyen) 26 Agustus 1789.
Badan dunia yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) juga
memperkenalkan pengertian hak asasi manusia yang bisa kita dapatkan dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right/UDHR).
Deklarasi Universal merupakan pernyataan umum mengenai martabat yang melekat
dan kebebasan serta persamaan manusia yang harus ada pada pengertian hak asasi
manusia Dalam UDHR pengertian HAM dapat ditemukan dalam Mukaddimah yang pada
prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan pengakuan akan martabat
yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak–hak yang sama dan tak teralihkan
dari semua anggota keluarga manusia ialah dasar dari kebebasan, keadilan dan
perdamaian dunia.
Sejak munculnya Deklarasi
Universal HAM itulah secara internasional HAM telah diatur dalam ketentuan hukum
sebagai instrumen internasional.
Ketentuan hukum HAM atau
disebut juga Instrumen HAM merupakan alat yang berupa peraturan perundang–undangan
yang digunakan dalam menjamin perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM
terdiri atas instrumen nasional HAM dan instrumen internasional HAM. Instrumen
nasional HAM berlaku terbatas pada suatu negara sedangkan instrumen
internasional HAM menjadi acuan negara – negara di dunia dan mengikat secara
hukum bagi negara yang telah mengesahkannya
(meratifikasi).
Di negara kita dalam era reformasi
sekarang ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan hak asasi manusia telah
dilakukan melalui amandemen UUD 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Republik
Indonesia (UURI) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta meratifikasi beberapa
konvensi internasional tentang HAM.
a. Undang Undang RI Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM.
Dalam amandemen UUD 1945 ke
dua, ada Bab yang secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia yaitu
Bab XA yang bersikan pasal 28A s/d 28J. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan
HAM lebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal – pasal yang
dikandungnya relatif banyak yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal.Apabila
dicermati jaminan HAM dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UURI Nomor 39
Tahun 1999, secara garis besar meliputi :
1) Hak untuk hidup (misalnya
hak:
mempertahankan hidup,
memperoleh kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik dan
sehat);
2) Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan.
3) Hak mengembangkan diri
(misalnya hak : pemenuhan kebutuhan dasar, meningkatkan kualitas hidup, memperoleh
manfaat dari iptek, memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial);
4) Hak memperoleh keadilan (misalnya hak : kepastian hukum,
persamaan di depan hukum);
5) Hak atas kebebasan pribadi
(misalnya hak : memeluk agama, keyakinan politik, memilih status
kewarganegaraan, berpendapat dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan
organisasi lain, bebas bergerak dan bertempat tinggal);
6) Hak atas rasa aman (misalnya
hak : memperoleh suaka politik, perlindungan terhadap ancaman ketakutan, melakukan
hubungan komunikasi, perlindungan terhadap penyiksaan, penghilangan dengan paksa
dan penghilangan nyawa);
7) Hak atas kesejahteraan
(misalnya hak : milik pribadi dan kolektif, memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan
serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan
sosial);
8) Hak turut serta dalam
pemerintahan (misalnya hak: memilih dan dipilih dalam pemilu, partisipasi langsung
dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, mengajukan usulan kepada
pemerintah);Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan
pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga perkawinan);
10) Hak anak (misalnya hak :
perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, beribadah menurut
agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari
eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan sexual, perdagangan anak,
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).
b. Undang Undang RI Nomor 7
Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).
Dengan ratifikasi Konvensi
Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan
jenis kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan
pemberian upah buruh wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula
dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang
sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Dengan demikian
terjadi perbedaan penghargaan terhadap pria dan wanita, bukan karena jenis
kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi.
Kita harus menyadari bahwa
pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki
partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita
tidak dapat menyangkal besarnya sumbangan wanita terhadap kesejahteraan
keluarga dan membesarkan anak . Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian
tanggung jawab antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan
dijadikan dasar diskriminasi.
c. Undang-Undang RI Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Latar belakang dikeluarkannya
undang-undang ini, sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Umum undang-undang
ini antara lain:Bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat,
dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi
kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi
penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak
atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
2) Meskipun Undang-undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah
mencantumkan tentang hak anak,
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang
tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan
suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut.
Anak miskin inilah yang perlu mendapat
perhatian kita maupun UNICEF. Sumber : Majalah 3 Tahun Mahkamah Konstitusi, 2006.
Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan
Timur, menerapkan kebijakan larangan mempekerjakan anak. Sumber : GATRA, 23
Agustus 2006.
Dengan demikian, pembentukan
undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam
segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya
dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Orang tua, keluarga, dan
masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut
sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka
penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab
menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalammenjamin pertumbuhan dan perkembangannya
secara optimal dan terarah.
4) Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut
harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan
anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan
untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus
bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak
mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa dan negara.
5) Upaya perlindungan anak
perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai
anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
Bertitik tolak dari konsepsi
perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini
meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai
berikut :
a. nondiskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik
bagi anak;
c. hak untuk hidup,
kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap
pendapat anak.
6) Dalam melakukan pembinaan,
pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui
lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga
pendidikan.
d. Undang Undang RI Nomor 8
Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Manusia(Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment).
Konvensi ini mengatur
pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman
lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang
dilakukan oleh atau atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan
pejabat publik dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Ini berarti
negara RI yang telah meratifikasi wajib mengambil langkah-langkah legislatif,
administratif, hukum dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan
penyiksaan (tindak pidana) di dalam wilayah yuridiksinya. Misalnya langkah yang
dilakukan dengan memperbaiki cara interograsi dan pelatihan bagi setiap
aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang bertanggungjawab terhadap orang
– orang yang dirampas kemerdekaannya.
e. Undang Undang RI Nomor 1
Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Menurut Konvensi ILO
(International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional) tersebut,
istilah “bentuk-bentuk terburuk kerja anak” mengandung pengertian sebagai
berikut:
1). Segala bentuk perbudakan
atau praktik-praktik sejenis perbudakan, misalnya:
a) penjualan anak;
b) perdagangan anak-anak;
c) kerja ijon;
d) perhambaan (perbudakan);
e) kerja paksa atau wajib
kerja;
f) pengerahan anak-anak secara
paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;
2). Pemanfaatan, penyediaan
atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk
pertunjukan-pertunjukan porno;
3). Pemanfaatan, penyediaan
atau penawaran anakuntuk kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan
perdagangan obat-obatan.
4). Pekerjaan yang sifatnya
atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan,
keselamatan, atau moral anak.
Dengan UURI Nomor 1 Tahun 2000
tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182, maka negara Republik Indonesia wajib
mengambil langkahlangkah legislatif, administratif, hukum, dan langkahlangkah efektif
lain guna mencegah tindakan praktek memperkerjakan anak dalam bentuk-bentuk
terburuk kerja anak dalam industri maupun masyarakat.
f. Undang Undang RI Nomor 11
Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (International Covenant
on Economic, Social and
Cultural Rights) Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di
bidang ekonomi, sosial dan budaya dari UDHR atau DUHAM (Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia) dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan
terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal. Intinya kovenan ini
mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yang
meliputi :
1) hak atas pekerjaan,
2) hak untuk menikmati kondisi
kerja yang adil dan menyenangkan,
3) hak untuk membentuk dan ikut
serikat buruh,
4) hak atas jaminan sosial,
termasuk asuransi sosial ,
5) hak atas perlindungan dan
bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda,
6) hak atas standar kehidupan
yang memadai,
7) hak untuk menikmati standar
kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai8) hak atas
pendidikan , dan 9) hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya.
g. Undang Undang RI Nomor 12
Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak – hak Sipil dan
Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights)
Kovenan ini mengukuhkan dan
menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dari UDHR atau
DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dalam ketentuan-ketentuan yang
mengikat secara hukum. Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang
mencakup 31 pasal. Intinya kovenan ini mengakui hak asasi setiap orang di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yang meliputi:
1) hak atas pekerjaan,
2) hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan,
3) hak untuk membentuk dan ikut
serikat buruh,
4) hak atas jaminan sosial,
termasuk asuransi sosial,
5) hak atas perlindungan dan
bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda,
6) hak atas standar kehidupan
yang memadai,
7) hak untuk menikmati standar
kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai,
8) hak atas pendidikan, dan
9) hak untuk ikut serta dalam
kehidupan budaya.
h. Undang Undang RI Nomor 12
Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional
tentang Hak – hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights) Kovenan ini
mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam UDHR
sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan
tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 bab,dan 53
Pasal. Hak – hak sipil (kebebasan – kebebasan fundamental) dan hak – hak
politik meliputi haK –hak berikut (lihat Tabel 1).Undang-undang RI Nomor 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Undang-undang ini mengatur pengadilan
terhadap pelanggaran HAM berat.
Post a Comment for "Beberapa Ketentuan Hukum atau Instrumen HAM"