Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Tingkepan

Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Tingkepan

Dalam tata cara pelaksanaan upacara adat tingkepan ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu :
1.      Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.
2.      Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui kain (sarung) sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.
3.      Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Diiringi dengan pertanyaan sudah “pantas apa belum”, sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir “belum pantas. ”Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab pantes”.


Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah dua belas dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut :

a.       Sidoluhur (melambangkan kemuliaan)
Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.

b.      Sidomukti (melambangkan kebahagiaan)
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.

c.       Truntum (melambangkan agar nilai-nilai kebaikan selalu dipegang teguh)
Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
d.      Wahyu Tumurun
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan perlindungan dari Nya.

e.       Udan Riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan).
Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.

f.       Sido Asih
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih.

g.      Lasem sebagai Kain
Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

h.      Dringin sebagai Kemben
Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.
4.      Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.

5.      Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa ada kesulitan.  Calon ayah memecah kelapa, dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.

6.      Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting (kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Kwali yang berisi uang kreweng dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.
7.      Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disediakan dalam upacara tingkepan antara lain :
a.       Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot.
b.      Tumpeng Kuat, maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehat
dan kuat, (Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus
dan lauk yang dihias).
c.       Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar (Kue, buah, makanan kecil)
d.      Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak, bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga.
e.       Dawet, supaya menyegarkan.
f.       Keleman Semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.
g.      Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan seterusnya, macamnya :
1.      Nasi Kuning berbentuk kerucut.
2.      Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak sampai kering.
3.      Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air,kemudian dikukus kembali dan diberi kelapa yang telah diparut.
4.      Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara utuh, dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama.


b.   Kronologis Upacara Tingkepan

Pada proses pelaksanaan upacara adat tingkepan ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum jalannya pelaksanaan upacara adat tingkepan dimulai, yaitu sebagai berikut :
1.      Waktu Pelaksanaan
Antara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih.
Kira-kira pukul 15.00-16.00 upacara adat tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB.
2.      Hari Pelaksanaan
Biasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.
3.      Pelaksana yang menyirami/memandikan
Para ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.
4.      Perlengkapan yang diperlukan
Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.
5.      Perlengkapan lainnya
a.       Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.
b.      Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk).
c.       Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.
d.      Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.
e.       Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman.
f.       Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.
g.      Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik.
h.      Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.
i.        Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning.
j.        Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.
k.      Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan.
6.      Selamatan/ Sesaji Tingkepan
a.       Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.
b.      Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.
c.       Satu Pasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)
d.      Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)
e.       Bermacam-buah-buahan.
f.       Jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-ubian)
g.      Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan
h.      Bubur Putih satu piring
i.        Bubur Merah satu Piring
j.        Bubur Sengkala satu piring
k.      Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun/janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.
l.        Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goring, ayam,rempah
m.    Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)
n.      Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.
Perlengkapan selamatan Tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup. Sesuai dengan adat istiadat Jawa, untuk calon ibu yg
sedang mengandung anak pertama dan usia kehamilan memasuki bulan ke 7, dilaksanakan upacara tujuh bulanan (mitoni) sebagai upacara syukuran agar janin yg sedang dikandung senantiasa memperoleh keselamatan.
Adapun bagian dari upacara mitoni ini terdiri dari :

1.      Sungkeman
Sungkeman Yaitu calon ibu & ayah sungkem kepada ke 2 orang tua, memohon doa restu kiranya kehamilan ini bisa berjalan dengan lancar sampai dengan persalinan nantinya.


2.      Siraman (mandi kembang dari 7 mata air yg berbeda )
Mempunyai makna pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa calon ibu sehingga kelak melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar. 7 orang wakil keluarga yg dituakan dipilih untuk melakukan siraman. Bagi yg menyiram akan diberikan souvenir cantik berisi 7 macam pernak-pernik yg dikemas cantik. Isinya (biasanya) berupa: pensil, handuk, sisir, benang, sermin, jarum, dan sabun.

3.      Memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain
Upacara memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh calon ayah dari atas perut lalu telur dilepas, sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang. Juga mempunyai makna kalau telur pecah artinya bayinya kelak perempuan, dan kalau telurnya tidak pecah artinya kelak bayinya laki2.

4.      Upacara brojolan
Upacara brojolan yaitu memasukkan sepasang cengkir (kelapa muda) yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih (Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, tokoh ideal orang Jawa, melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur seperti tokoh yang digambarkan tersebut) ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah, yang dilakukan oleh nenek calon bayi (ibunda calon ibu) dan diterima oleh Mama mertua.

Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan. Kedua kelapa itu lalu digendong ibunda calon ibu dengan kain layaknya menggendong bayi. Lalu calon ayah mengambil salah satu kelapa yg digendong ibunda calon ibu tanpa boleh melihat, jika yg diambil kelapa bergambar Dewi Ratih kelak anaknya perempuan dan kalau yg diambil bergambar Kamajaya kelak anaknya laki2. Lalu kelapa ini dibelah oleh calon ayah, cara membelahnya juga menunjukkan jenis kelamin calon bayi. Jika membelahnya tidak tepat di tengah, maka menunjukkan berjenis kelamin perempuan.

5.      Upacara memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Lilitan ini harus diputus oleh calon ayah dengan maksud memutuskan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi sehingga kelahiran berjalan dengan lancar.

6.      Upacara ganti busana dengan 7 buah motif kain yang berbeda
Dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain2 tersebut. Tiap tamu akan ditanya oleh ibu pemandu upacara apa calon ibu sudah cocok memakai kain tersebut, dan serempak para tamu akan menjawab ”Beluuuuumm” sampai dengan kain ke 7 baru ”Sudah panteeesss......”. Nanti nya dengan kain ke 7 yg sudah pantas itu, calon ibu didandani oleh perias untuk mengenakan kebaya dan motif yg terbaik lengkap dengan riasan yg cantik juga, untuk selanjutnya akan berjualan rujak bersama suami.

7.      Rujakan
Terakhir adalah rujakan, di mana rasa rujak yg dibuat oleh calon ibu, juga menentukan jenis kelamin bayi yg akan dilahirkan. Jika rujaknya pedas, mengindikasikan si bayi berjenis kelamin perempuan. Lalu para tamu diperkenankan membeli rujak dengan uang kreweng dari tanah liat. Sesajian merupakan hal yang dianggap penting dalam upacara Jawa. Sesajian untuk siraman terdiri dari berbagai macam sajian:
a.       Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan-hiasan.
b.      Tumpeng Gundhul, nasi kuning tanpa hiasan.
c.       Makanan seperti ayam, tahu, telur.
d.      Buah-buahan seperti pisang dan lain-lain.
e.       Kelapa muda.
f.        Tujuh macam bubur.
g.       Jajanan seperti kue manis, lemper, cendol.
h.      Seekor ayam jago
i.        Lampu lentera
j.        Kembang Telon dan tiga macam bunga (kenanga, melati, cempaka).

c.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Menurunnya Minat pasangan muda dalam Melestarikan Upacara Adat Tingkepan
1.      Pengaruh lingkungan sosial adalah pengaruh yang dibawa oleh masyarakat dari daerah luar, sehingga masyarakat suku Jawa Tengah kurang berminat untuk melaksanakan upacara adat tingkepan tersebut.
Ciri-ciri pengaruh lingkungan sosial :
a.       Adanya pengaruh modernisasi
b.      Adanya pengaruh budaya luar
2.      Pemahaman masyarakat adalah sebatas mana pemahaman masyarakat tentang makna dari upacara adat tingkepan tersebut
3.      Rasa cinta adalah kurangnya rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri, terutama dalam melestarikan upacara adat tingkepan di lingkungannya
4.      Kesadaran adalah kesadaran masyarakat untuk melaksanakan upacara adat tingkepan di lingkungannya

5.      Faktor ekonomi adalah Faktor ekonomi dapat menyebabkan terjadi menurunnya minat pasangan muda dalam melestarikan upacara adat tingkepan dalam pelaksanaan adat tujuh bulan, dikarenakan mereka beranggapan faktor ekonomi menjadi pertimbangan seseorang dalam melaksanakan suatu adat tujuh bulan dengan adat tingkepan, seperti yang telah diketahui bahwa dalam pelaksanaan suatu adat tujuh bulan membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.

Post a Comment for "Tata Cara Pelaksanaan Upacara Adat Tingkepan"