Student Team Achievement Divisian (STAD)
1.
Student
Team Achievement Divisian (STAD)
STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu
dipecah m,enjadi kelompok dengan anggota 4 - 5 orang, setiap kelompok haruslah
heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau
perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pembelajaran dan
kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
tutorial, kuis, bersatu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual
setiap minggu atau 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap
individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan itu tidak berdasarkan pada
skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui
rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap minggu pada lembar penilaian singkat atau
dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertnggi, siswa yang mencpai
skor sempurna pada kuis-kuis itu, Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai
kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.
2.
Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot
Aroson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh
Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan jigsaw,
siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar hetrogen.
Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuj teks. Setiap anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu.
Dalam Jigsaw versi Slavin, skor tim menggunakan prosedur skoring yang sama
dengan STAD. Tim dan individu dengan skor-tinggi mendapat pengakuan dalam
lembar pengakuan mingguan atau dengan cara lain.
3.
Investigasi
Kelompok (IK).
Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Modelini
dikembangkan pertama kalioleh Thelan. Dalam perkembangan selanjutnya model ini
diperluas dan dipertajam oleh Sharan dan kawan-kawan dari Universitas Tel Aviv.
Berbeda dengan STAD dan Jigsaw siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang
dipelajari dan bagaimana jalannya enyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan
norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih
berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan
komunikasi dan proses kelompok yang baik. Dalam penerapan IK ini guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siawa yang heterogen.
Dalam beberapa kasus bgaimanapun juga kelompok dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan
penyelidikan yang mendalam atas yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan
laporannya kepada seluruh kelas. Sharan dkk (1984) telah menetapkan enam tahap
IK sebagai berikut: Pemilihan Topik. Siswa memilih subtopik khusus di dalam
sauatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru.Selanjutnya siswa
diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya
heterogen secar akademis maupun etnis. Perencanaan Kooperatif. Siswa dan guru
merencanakan prosedur pembeljaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten deng
subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. mpelentasi. Siswa menerapkan
rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan
pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas
dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda
baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan. Analis dan sintesis, siswa
menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketga dan
merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara
yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua
kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada
seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang saling terlibat satu sama lain
dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu.
Presentasi dikoordinasi oleh guru. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok
menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi
tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
4.
Pendekatan
Struktural.
Pendekatan terakhir di dalam pembeljaran kooperatif telh
dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk (Kagan, 1992). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan
lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang
dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional, seperti resirasi di mana guru mengajuka pertanyaan kepada seluruh
kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk.
Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling
memantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif,
daripada penghargaan individual. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan
perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan
keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenl
adalah think-pair-share dan numbered-head-together,
yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi
akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhapat isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh
struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Berikut ini
akan diuraikan terlebih dahulu think-pair-share. Think-pair-share.
Strategi think-pair-share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif
dan waktu tunggu. Pendekatan khusus diuraikan di sini mula-mula dikembangkan
oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Ini merupakan
cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas. Strategi ini
menantang asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam
seting seluruh kelompok.
Model pembelajaran Think Pair Share
memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain
(Nurhadi, dkk., 2003:66). Setelah guru menyajikan suatu topik atau siswa
selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan
permasalahan yang ada dalam topik atau bacaan tersebut.
Beberapa tahap dalam pembelajaran model Think
Pair Share menurut Ibrahim dalam Yoanita (2011) adalah sebagai
berikut:
1)
Tahap 1 (Berpikir atau Thinking)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang
berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan
pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
2)
Tahap 2 (Berpasangan atau Pairing)
Guru
meminta siswa berpasangan dengan siswa lainnya untuk mendiskusikan apa yang
telah dipikirkan pada tahap pertama. Pada tahap ini, setiap anggota pada
kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan
mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, meyakinkan, dan unik.
Biasanya guru memberi waktu 5 menit untuk berpasangan.
3)
Tahap 3 (Berbagi atau Sharing)
Pada tahap ketiga, guru meminta kepada
pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka
bicarakan. Keterampilan berbagi dalam kelas dapat dilakukan dengan menunjuk
pasangan yang bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran
pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan
untuk melaporkan.
Langkah-langkah dalam pembelajaran Think Pair Share adalah (1)
guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan tugas kepada semua kelompok,
(2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
secara mandiri, (3) kemudian siswa berpasangan dengan salah satu teman
kelompoknya dan mendiskusikan jawaban dengan pasanganya, dan (4) kedua pasangan
bertemu kembali dalam kelompok berdua. Dalam model pembelajaran Think Pair Share, siswa mempunyai
kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok lainnya (Yoanita
:2011). Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta
bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain model Think Pair Share ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa. Sedangkan model klasikal, mungkin hanya satu
siswa yang maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas. Model Think Pair Share dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan
semua tingkatan usia anak didik. Dalam pembelajaran Pkn dengan
menerapkan model pembelajaran Think Pair
Share diharapkan siswa menjadi lebih
aktif dan daya ingat siswa mengenai apa yang dipelajarinya menjadi lebih lama.
Model Think Pair
Share memberikan keuntungan kepada
siswa secara individu untuk mengembangkan pemikiranya masing-masing selama
waktu tertentu sehingga kualitas jawabannya menjadi lebih baik. Menurut Maesuri
dalam
Yoanita (2011: 37) manfaat model pembelajaran Think Pair Share adalah (1)
siswa menggunakan waktu lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk
mendengarkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran dengan model Think Pair Share, siswa akan banyak yang
mengangkat tangan untuk menjawab setelah mereka berlatih dengan pasangannya.
Para siswa bisa mengingat lebih baik dan kualitas jawaban juga akan lebih baik
dan (2) guru juga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika
menggunakan model Think Pair Share.
Guru dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa,
dan dapat mengajukan pertanyaan ketingkat yang lebih tinggi.
Beberapa kelebihan dengan menggunakan model Think
Pair Share pada pembelajaran di
kelas adalah (1) siswa dapat belajar dengan teman satu dan lainnya, (2) siswa
bertanggung jawab untuk berbagi ide, (3) siswa akan diminta untuk berbagi
ide-ide pasangan pasangan lain atau seluruh kelompok, (4) setiap siswa dalam
kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk berbagi, (5) siswa akan secara
aktif terlibat dalam tujuan berbicara dan mendengarkan, dan (6) memberi
kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang
lain. Lie dalam Yoanita (2004:57).
Post a Comment for "Student Team Achievement Divisian (STAD)"