Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif
Metode pembelajaran seringkali
dibicarakan dan menarik untuk dikaji di kalangan pendidikan. Hal ini mengingat
efektifitas kegiatan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh penggunaan metode
pembelajaran secara tepat, penggunaan satu metode pembelajaran untuk segala
tujuan pembelajaran tidak akan efektif. Metode pembelajaran merupakan cara-cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Menurut Atwi
Suparman (1993;56) metode pembelajaran adalah cara mengajar mengorganisasikan
materi pelajaran kepada siswa agar terjadi proses belajar secara efektif dan
efisien. Metode pembelajaran mencakup rentetan kegiatan mulai dari
pengprganisasian materi pembelajaran, pemilihan cara penyampaian termasuk media
pembelajaran dan kegiatan pengelolaan proses pembelajaran siswa.
Menurut Romiszoski dalam Atwi Suparman (1993;56),
bahwa prosedur pemilihan metode pembelajaran adalah sebagai berikut: (1)
menetapkan berdasarkan tujuan, apakah pembelajaran tersebut berkaitan dengan
penyampaian informasi atau keterampilan atau gabungan keduanya, (2)
mempertimbangkan kategori dari apa yang diajarkan, apakah pengetahuan atau
keterampilan, (3) menetapkan metode apa yang paling sesuai untuk mencapai
tujuan, apakah eksposisi atau penjajagan, (4) mempertimbangkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi antara lain: guru, buku, media pembelajaran, (5)
memilih metode yang paling sesuai dan dapat diterapkan.
Menurut Dick dan Carey (1990; 164),
metode pembelajaran yang akan dipilih tentu harus disesuaikan dengan tujuan dan
karakteristik materi pelajaran yang akan diajarkan, hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah karakteristik siswa, pengalaman, dan harapannya tentang
pelajaran yang diterimanya.
Penerapan
model dan metode pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas, karena dengan model pembelajaran itu guru
dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan
pembelajaran. Soekamto dalam Trianto (2009:22) mengatakan bahwa model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Kemudian,
penggunaan model pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh
guru dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam
kelas. Pemilihan model pembelajaran harus dilandaskan pada pertimbangan yang
menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang tidak hanya menerima secara pasif
dengan apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus menempatkan siswanya sebagai
insan yang secara alami memiliki pengalaman, pengetahuan, keinginan dan pikiran
yang dapat dimanfaatkan untuk belajar, baik secara individu maupun kelompok.
Menurut
Hasan dalam Wantik (http:// wantik.
wordpress. com/ 2008.09/03/ makalah-seminar/), suatu model pembelajaran dikatakan baik jika
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.
Semakin kecil
upaya yang dilakukan oleh guru, dan semakin besar aktiitas belajar peserta
didik
2.
Semakin sedikit
waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan peserta didik belajar
3.
Sesuai dengan
perkembangan, gaya, dan lingkungan belajar siswa
4.
Dapat dilaksanakan
dengan baik oleh guru.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Konstruktivisme yang berakar
pada psikologi kognitif, menjelaskan bahwa siswa belajar sebagai hasil dari
pembentukan makna dari pengalaman. Peran utama guru ialah membantu siswa
membentuk hubungan antara apa yang dipelajari dan apa yang sudah diketahui
siswa. Bila prinsip-prinsip konstruktivisme benar-benar digunakan di ruang
kelas, maka guru harus mengatahui apa telah diketahui dan diyakini siswa sebelum
memulai unit pelajaran baru. Yusuf,
(2003: 7)
Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa
dalam tugas-tugas yang terstruktur, dimana dalam sistem ini guru bertindak
sebagai fasilitator” (Lie, 2002:2). Dengan demikian, pembelajaran kooperatif
harus mengarahkan siswa untuk belajar dalam kelompok dimana guru sebagai
fasilitator harus mampu mengkondisikan siswa untuk dapat bekerja dalam kelompok
masing-masing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Eggen and Kauchak dalam Trianto
(2009:58) yang mengatakan “Pembelajaran kooperatif
merupakan sebuah kelommpok
strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk
mencapai tujuan bersama.” Dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan lebih mudah
menemukan dan menangani konsep-konsep yang sukar jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Selanjutnya, Slavin dalam Etin dan Raharjo (2007:4) mengatakan bahwa :
Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan
struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah
terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini
bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang
berbeda latar belakangnya.
Ahli lain
mengatakan pengertian pembelajaran kooperatif:
Cooperative Learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana
keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri. (Etin dan Raharajo, 2007:4)
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah salah satu strategi pembelajaran yang mana
didalamnya terdapat cara belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5
siswa yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun jenis kelamin dll, yang
memilki tujuan yang sama yaitu untuk dapat memecahkan masalah dan menyelesaikan
tugas bersama.
Sebagai
tambahan, Slavin dalam Trianto (2009:57) menyatakan belajar kooperatif
menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika
semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Sedangkan
Johnson & Johnson dalam Trianto (2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar
kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin dalam
Trianto (2009:61) yaitu:
a. Penghargaan
kelompok
b. Tanggung
jawab individual (individual
accountability)
c. Kesempatan
yang sama untuk berhasil (a goal
opportunities for succes)
Sedangkan untuk mencapai hasil yang
maksimal dari model pembelajaran tersebut, ada lima unsur dalam model
pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Kelima unsur tersebut dijelaskan
oleh Johnson & Johnson dan Sutton dalam Trianto (2009:60) sebagai berikut.
1. Saling
ketergantungan positif antara siswa
2.
Interaksi antara
siswa yang semakin meningkat
3. Tanggung
jawab individual
4. Keterampilan
interpersonal dan kelompok kecil
5. Evaluasi
proses kelompok
Menurut
Slavin dalam As’ari (2005:6), ada dua aspek yang melandasi keberhasilan
pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. Aspek motivasi
Pada
dasarnya aspek motivasi ada di dalam konteks pemberian penghargaan kepada
kelompok. Adanya penilaian yang didasarkan atas keberhasilan kelompok mampu
menciptakan situasi dimana setiap anggota kelompok mengupayakan agar tujuan
kelompoknya tercapai lebih dahulu. Hal ini mengakibatkan setiap anggota
kelompok terdorong untuk mengajak, mendukung, dan membantu koleganya untuk
menyelesaikan tugas dengan baik.
2. Aspek
kognitif
Asumsi
dasar dari teori perkembangan kognitif adalah bahwa interaksi antar siswa di
sekitar tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan mereka tentang
penguasaan konsep-konsep penting.
Sudah dijelaskan
di atas tentang tujuan pembelajran kooperatif yang memaksimalkan belajar siswa
untuk peningkatan prestasi akademik Dalam pembelajaran kooperatif, siswa yang
berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk belajar dari temannya yang lebih
memahami materi yang diajarkan. Siswa yang menguasai materi dengan baik
berkesempatan untuk menjadi tutor bagi temannya sehingga pemahamannya lebih
baik. Pengelolaan kelas dalam model Cooperatif
Learning seperti ini
bertujuan untuk membina siswa dalam mengembangkan niat dan kiat bekerjasama dan
berinteraksi dengan siswa yang lainnya.
Menurut Lie (2004: 43) metode pembelajaran kooperatif memakai pengelompokan
secara heterogen karena beberapa alasan, yaitu:
1. Kelompok heterogen memberikan
kesempatan untuk saling mengajar
(peertutoring) dan saling
mendukung.
2. Kelompok
ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik, dan
gender.
3. Kelompok
heterogen memudahkan pengelolaan kelas, karena dengan
adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi, guru men-
dapatkan satu asisten untuk tiap pasangan
dalam kelompoknya.
Sedangkan Trianto (2009: 43)
mengatakan: “kelompok belajar kooperatif adalah kelompok yang heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga
dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memerlukan
bantuan.” Jadi, keberhasilan belajar
dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok itu
sendiri.
Berdasarakan penjelasan di atas,
terdapat beberapa keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004:
116) adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2.
Memungkinkan
para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku
sosial, dan pandangan-pandangan.
3.
Memudahkan
siswa untuk melakukan penyesuaian sosial.
4.
Memungkinkan
terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
5.
Menghilangkan
sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6.
Membantu
persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7.
Berbagai
keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan
dapat diajarkan dan dipraktekkan
8.
Meningkatkan
rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9.
Meningkatkan
kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10.
Meningkatkan
ketersediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
11.
Meningkatkan
kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal
atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Pembelajaran
kooperatif yang dilakukan dalam kelompok ini mampu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya kepada temannya yang lebih memahami. Sehingga kerjasama
ini mampu memberikan keuntungan seperti yang diungkapkan Nurhadi di atas.
Meskipun banyak keuntungan yang timbul dalam pembelajaran kooperatif, Soewarso
dalam Larasati (2005:19) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif juga
memiliki beberapa kelemahan, kelemahan tersebut meliputi :
1)
Pembelajaran
kooperatif bukanlah obat paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul
dalam kelompok kecil
2)
Adanya
ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat berlatih belajar
mandiri
3)
Pembelajaran
kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum
tidak dapat dipenuhi
4)
Pembelajaran
kooperatif tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat
5)
Penilaian terhadap individu
dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai
pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang yang heterogen baik dari suku, jenis kelamin, latar
belakang serta kemampuan akademisnya dan bekerja bersama-sama menyelesaikan
masalah dalam proses pembelajaran dan berinteraksi untuk menguasai materi
pembelajaran yang di dalamnya mencakup unsur-unsur saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan
evaluasi proses kelompok.
Dalam kelompok belajar tersebut, sikap, nilai dan moral
dikembangkan secara mendasar (Hasan, 1996). Belajar secara kelompok dalam model
pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang diterapkan dalam kehidupan
di kelas maka siswa akan terlatih untuk mengembangkan dan melatih mereka
menjadi anggota masyarakat yang baik. Etin
Solihatin, & Raharjo (2007: 57) menyatakan bahwa, “Ada empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian
dari kumpulan strategi guru, yang diuraikan sebagai berikut.
Post a Comment for "Model Pembelajaran Kooperatif"