Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Pencurian

1.      Pengertian Pencurian

Berbicara tentang pengertian pencurian menurut Lili Rassidi adalah perbuatan seseorang yang mengambil barang milik orang lain tanpa izin dan menyebabkan seseorang tersebut menderita kerugian.(1988 ; 8).

Lebih lanjut menurut M. Thahir Ashari Pencurian adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan orang lain kehilangan dan perbuatan tersebut adalah perbuatan yang melanggar hukum (1977 ; 3).

R. Soesilo (2000:168) membedakan pengertian pencurian secara juridis dan pengertian pencurian secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian pencurian adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan pencurian adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka pengertian pencurian ialah tindakan yang dilakukan baik secara individu atau berkelompok untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya sehingga perbuatan tersebut melanggar hukum.

2.      Pengertian Pelaku Pencurian


Walter C. Recless (1990:314) membedakan karir pencuri ke dalam : pencuri biasa, pencuri berorganisasi dan pencuri profesional. Pencuri biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan pencurian konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi. Pencurian terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum. Adapun pencurian professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.

Marshall B. Clinard dan Richard Quinney (2002: 458) memberikan 8 tipe pencuri yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu :
1.      karir pencuri dari si pelanggar hokum
2.      sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok
3.      3.hubungan timbal balik antara pencurian pola-pola prilaku yang sah.

Tipologi/jenis pelaku pencurian Marshall B. Clinard dan Richard Quinney (2002: 516) adalah sebagai berikut :
a.       Pencurian perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan, Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
b.      pencurian terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
c.       pencurian yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari.
d.      pencurian politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu-sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
e.       pencurian terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai pencuri apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas.
f.       pencurian konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
g.      pencurian terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal dilingkungan-lingkungan pemukiman yang baik.
h.      pencurian profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat.Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras. Dengan mengembangkan suatu tipologi mengenai kejahatan dan penjahat, maka akan diperoleh gambaran yang lengkap dan cermat mengenai pelaku dan kejadiannya serta sejumlah ciri umum dari kejahatan dan penjahat yang lebih jauh



3.      Jenis-Jenis Pencurian Kendaraan.

Sepeda motor dan mobil adalah salah satu benda yang disukai pencuri untuk dijadikan sasaran pencurian karena nilainya yang tinggi, fleksibel, dibutuhkan banyak orang dan mudah dicuri. Pencuri ranmor motor profesional umumnya hanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit saja dalam menjalankan aksi kejahatannya (R. Soesilo (2000:168)). Kasus-kasus pencurian yang banyak terjadi diantaranya adalah :
a.       kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor),
b.      pencurian dengan kekerasan (curas),
c.       pencurian dan pembunuhan pembunuhan. 
Jumlah tingkat kriminalitas tersebut merupakan data statistik kriminal atau data jumlah kriminalitas dikepolisian.  Namun harus diingat bahwa statistik kriminal tersebut memiliki kelemahan seperti adanya dark number (angka gelap) yang bisa memungkinkan bahwa data tersebut belum menunjukkan data yang sebenarnya terjadi di masyarakat, karena tidak semua pencurian yang terjadi dimasyarakat masuk kedalam statistik kriminal.  mungkin saja ada pencurian yang tidak dilaporkan, telah diselesaikan secara kekeluargaan dan masih ada penyebab-penyebab lain yang menimbulkan dark number tersebut. 


4.      Faktor-Faktor Penyebab Meningkatnya Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor.

Pencurian kendaraan bermotor saat ini cukup banyak terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       faktor ekonomi masyarakat yang semakin jauh dari kata sejahtera sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya segala cara diupayakan untuk menyambung hidup.
b.      faktor pendidikan masyarakat yang rendah ini pula dampak dari masalah ekonomi yang menyebabkan banyak dari masyarakat yang tidak memiliki kesempatan memperoleh jenjang pendidikan yang tinggi sehingga tidak adanya pemahaman moral, pengetahuan, serta keterampilan yang dimiliki hal tersebut menghalangi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan yang layak sehingga mencuri pun menjadi pilihan hidup sebagian orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
c.       faktor lingkungan dan pergaulan yang bersifat negatif yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pencurian,
d.      faktor kurangnya perhatian dan didikan dari keluarga yang menyebabkan seseorang itu mencari perhatian dan melakukan hal-hal diluar kebiasaannya yaitu dengan melakukan pencurian, sedangkan faktor lainnya dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat sehingga mampu membeli kendaraan bermotor, kemudahan dalam membeli dengan menggunakan jasa kredit, lahan parkir yang kurang memadai sehingga banyak kendaraan bermotor yang parkir di tempat yang tidak aman. Dan mengingat faktor Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya tingkat pencurian kendaraan bermotor maka diharapakan adanya kerja sama antara pihak yang berwenang dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam pembinaan narapidana, agar para narapidana dapat menguasai berbagai keterampilan yang dapat digunakannya dimasyarakat setelah narapidana tersebut keluar dari Lembaga Permasyarakatan.Dengan demikian kenaikan angka pencurian kendaraan bermotor dapat ditekan.

Faktor-faktor terjadinya pencurian melalui empat pendekatan yang pada dewasa ini masih ditempuh dalam menjelaskan latar belakang terjadinya pencurian, J.M. Bemmelem (2004 : 189) adalah :
a.       Pendekatan biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis
b.      Pendekatan psikogenik, yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respons terhadap berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.
c.       Pendekatan sosiogenik, yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan poses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus dikaitkan dengan unsur-unsur didalam sistem budaya
d.      Pendekatan tipologis, yang didasarkan pada penyusunan tipologi penjahat dalam hubungannya dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan hubungan prilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan merupakan bagian dari kehidupan seseorang.


5.      Aparat Yang Menyelesaikan Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor.

a.      Asas-Asas Hukum Kepolisian

Perkembangan hukum kepolisian bertitik tolak pada asas-asas atau sendi-sendi pokok yang perlu untuk tugas kepolisian. Asas berarti prinsip atau tugas pokok dari mana mengalir kaidah-kaidah atau garis hukum.

Peraturan yang diterapkan di Indonesia adalah hukum positif yaitu kaidah-kaidah atau garis hukum yang dapat diterapkan secara langsung kepada suatu perbuatan kongkrit yang terdapat dalam masyarakat. Sebaliknya asas bersifat sebagai batu ujian untuk menilai apakah suatu kaidah itu merupakan kaidah yang baik atau tidak. Jadi dengan demikian supaya hukum kepolisian berkembang kearah yang wajar dan baik maka kaidah-kaidah dan garis-garis hukumnya yang begitu banyak dan tersebar itu perlu senantiasa diuji dengan asas-asas, apakah sesuai atau tidak.
Hans Kelsen (1976 : 168) mengemukakan dalam Stufen-Teorinya dasar berlakunya dan legalitas suatu kaidah yang lebih tinggi. Hans Kelsen menetapkan Heirarchi dari kaidah-kaidah hukum. Sebagaimana halnya dengan kaidah-kaidah, maka didalam asas-asas dikenal pula adanya Heirarchi atau tingkatatn. Asas sifatnya umum, akan tetapi ada asas yang sifatnya lebih umum dan asas yang paling umum. Makin tinggi tingkatan dari asas maka sifatnya semakin umum dan juga semakin abstrak sehingga menunjukan kepada sifat hakiki. Sebagai pangkal tolak masa dapat juga dikatakan sebagai sumber, dalam arti sebab mulainya sesuatu.
Menurut (Abdussalam, 2006 : 116) Di Indonesia Tribrata sebagai asas anggota kepolisian yang berisi sebagai berikut:
1.      Berbakti kepada Nusa dan Bangsa penuh ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
2.      Menjunjung tinggi kebenaran , keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
3.      Senantiasa melindungi mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.

Selain itu Tribrata merupakan sebagai pangkal tolak dan sumber dari mana mengalir kaidah dan garis hukum serta merupakan pedoman hidup kepolisian, oleh karena asas-asas yang tersimpul didalamnya mempunyai hubungan luas dengan kehidupan kepolisian. Seperti diketahui asas yang tersimpul dalam Tribrata adalah :
1. Polisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa
2. Polisi adalah warga Negara utama
3. Polisi adalah wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat.

Tribrata sebagai Asas Hukum Kepolisian Indonesia tidak saja merupakan patokan-patokan dan batu ujian bagi kaidah-kaidah kepolisian akan tetapi juga mengenai kehidupan kejiwaan dari organ polisi sehingga mempunyai daya paksa dari dalam untuk menjauhkan pejabat polisi dari penyelewengan. Dapat juga dikatakan bahwa Tribrata merupakan sumber dari kode etik profesi kepolisian.

Selain Tribrata yang menjadi pedoman hidup, kepolisian Indonesia juga mempunyai “Catur Prasatya” yang merupakan karya kepolisian, yang langsung berhubungan dengan pelaksanaan tugas polisi sehari-hari. Didalam Catur Prasatya itu dinyatakan bahwa :
1.      Satya Harprabu, atau setia kepada pemimpin negara
2.      Hayaken musuh, atau hancurkan musuh
3.      Gineung Pratidina, atau mengangung-agungkan Negara setiap saat
4.      Tansa Tresna, atau tiada terikat oleh hal sesuatu, kecuali oleh tugas masing-masing.

Asas-asas pelaksanaan wewenang polisi yang berupa :
1.      Asas Legalitas, ialah asas dimana setiap tindakan polisi harus didasarkan kepada undang-undang/peraturan perundang-undangan. Jika tidak didasarkan kepada undang-undang peraturan perundang-undangan maka dikatakan bahwa tindakan polisi itu melawan hukum.
2.      Asas Plichmatigheid, ialah asas dimana polisi dianggap syah berdasarkan sumber kepada kekuasaan atau kewenangan umum. Jadi kalau polisi diberikan kewajiban untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum maka untuk asas Plichmatigheid ini bisa dijadikan dasar melakukan tindakan-tindakan. Jadi jelasnya polisi bisa bertindak menurut penilaiannya sendiri, asal untuk memelihara ketertiban dan keamanan umum asas ini bisa dikaitkan dengan “diskresi”. (Abdussalam,2006:118)

Walaupun polisi diberi wewenang untuk bertindak berdasarkan penilainnya sendiri, tidak berarti bahwaia dapat bertinadak sewenag-wenang. Mengenai wewenang untuk bertindak dalam rangka asas Plichmatigheid ini, ada juga batasan-batasannya.

Oleh karena asas Plichmatigheid ini merupakan kelanjutan dari asas legalitas maka tindakan yang dilakukan oleh polisi dibatasi, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Tindakan polisi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang atau setidaknya itu harus sesuai dengan jiwa dari undang-undanh sehingga seandainya hal tersebut sepat dibuat peraturan/undang-undangnya oleh Badan pembuat Undang-undang peraturan ini akan membenarkan tindakan tersebut.

b. Keberadaan Kepolisian

Polisi sebagai suatu alat negara yang memiliki tugas pokok dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum, menegakkan hukum dengan melindungi mengayomi dan melayani masyarakat, adalah sebagai tumpuan utama untuk menjaga stabilitas keamanan dalam negeri. Polri dalam upaya untuk menciptakan stabilitas keamanan negara tersebut, sesuai dengan Grand Strategi Polri 2005-2025 salah satu program Polri adalah dengan melaksanakan program pemolisian masyarakat (Polmas) berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol :
Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Polmas; Peraturan Kapolri No. 7 bulan September 2008, tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelengaraan Tugas Polri; dan Surat Keputusan Kapolri No.Pol.:
Skep/433/VII/2006, tentang Panduan Petugas Polmas di BKPM. Pemolisian atau perpolisian masyarakat adalah suatu kegiatan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang aman dan tertib di lingkungan masyarakat dimana di dalam pelaksanaannya Polri tidak sebagai subyek dan masyarakat tidak sebagai obyek akan tetapi kegiatan ini dilakukan bersama-sama antara Polri dan masyarakat melalui kemitraan Polisi dan warga masyarakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga dapat dan mampu mendeteksi gejala-gejala yang dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat dan dapat menyelesaikan dan memberikan solusi dalam menghadapi permasalahan yang ada serta mampu menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat setempat. Pelaksanaan pemolisian masyarakat ada beberapa kegiatan pokok atau dasar yang harus dilakukan oleh petugas Polmas antara lain : tugas di kantor, patroli, kunjungan atau sambang, memberikan informasi, forum komunikasi, dan kegiatan respon terhadap keadaan darurat seperti mendatangi TKP lokasi terjadinya pencurian. Dimana kegiatan tersebut yang akan dilakukan oleh petugas Polmas merupakan kegiatan utama dalam kegiatan program Polmas dengan sasaran akhir adalah terciptanya situasi keamanan dan ketertiban masyarakat serta dalam lingkup yang lebih luas adalah terjaganya stabilitas keamanan negara.

Polmas dalam praktiknya yang sudah dalam kurun waktu kurang lebih selama empat tahun sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Kapolri, masih merupakan suatu program yang belum terlaksana dengan sepenuhnya sempurna karena masih banyak sebenarnya anggota yang belum memahami bagaimana Polmas sebagai falsafah, Polmas sebagai suatu kegiatan dan Polmas sebagai suatu bentuk cara bertindak (CB). Pedoman dan petunjuk pelaksanaan Polmas sudah disusun sedemikian rupa untuk bisa dijadikan pedoman pelaksanaan tugas di lapangan oleh anggota Polmas, namun yang lebih penting adalah bagaimana praktik tugas Polmas tersebut dilaksanakan dengan pengendalian dan pengawasan dari supervisor untuk mencapai tujuan pokok Polmas diterapkan di Indonesia.

6.      Upaya Penanggulangan dan Pencegahan Tindak Pencurian Kendaraan  Bermotor.

Upaya Penanggulangan Kebijakan penaggulangan pencurian dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter Hoefnagels (1986:98-102) upaya penanggulangan pencurian dapat ditempuh dengan :
a.       penerapan hukum pidana (criminal law application)
b.      pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
c.       mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media.

Upaya penanggulangan dan pencegahan pencurian ini memerlukan pendekatan integral dikarenakan hukum pidana tidak akan mampu menjadi satu-satunya sarana dalam upaya penanggulangan  pencurian yang begitu komplek yang terjadi dimasyarakat.( Abdulssalam, 2006 : 94)

Hukum pidana memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya penanggulangan pencurian yang begitu beragam dan kompleks. Berkaitan dengan kelemahan penggunaan hukum pidana, Roeslan Saleh (2005:182) menyatakan bahwa "keragu-raguan masyarakat terhadap hukum pidana semakin besar sehubungan dengan praktek penyelenggaraan hukum pidana yang terlalu normatif -sistematis.

Adapun batas-batas kemampuan hukum pidana sebagai sarana kebijakan kriminal dalam penanggulangan pencurian adalah
a.       sebab-sebab pencurian yang demikian kompleks berada di luar jangkauan hukum pidana
b.      hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub-sistem) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah pencurian sebagai masalah kemanusiaan clan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosio- psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural, dsb)
c.       penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi pencurian hanya merupakan unsur sementara.
d.       sanksi hukum pidana merupakan "remedium" yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal clan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif
e.       sistem pemidanaan bersifat individual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional
f.       keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku, berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi clan lebih menuntut biaya tinggi.

Upaya kegiatan Polisi masyarakat (Polmas) dalam menekan kejadian curanmor digolongkan dalam 5 (lima) tahapan kegiatan Polmas, yaitu :
a.       Pembinaan & Penyuluhan (Binluh).
Kegiatan pembinaan dan penyuluhan dilaksanakan oleh petugas Polmas dengan sasaran utama adalah menciptakan kesadaran masyarakat tentang keamanan dan ketertiban umum. Pemahaman terhadap keamanan yang harus diubah adalah stigma yang ada dalam masyarakat bahwa keamanan adalah tugas / urusan dari aparan keamanan saja, stigma ini yang perlu dirubah oleh petugas Polmas bahwa keamanan merupakan tugas semua setiap anggota masyarakat dan merupakan tanggung jawab bersama.

b.      Patroli Rutin.
Kegiatan petugas Polmas dalam bentuk patroli sangat penting dalam upaya mencegah atau menekan terjadinya kejahatan curanmor, kegiatan patroli yang dimaksud bukanlah hanya sekedar perpindahan keberadaan petugas dari suatu titik ke titik yang lain namun yang lebih penting adalah selama pergeseran posisi petugas atau selama patroli adalah bagaimana petugas Polmas bias memberdayakan panca indra fisik dan insting kepolisian.  Pemberdayaan panca indra dimaksudkan adalah petugas akan lebih awas dengan daerah patrolinya dalam arti adalah benar-benar mampu melakukan pengawasan baik dengan melihat, mendengar ataupun merasakan. Sedangkan insting kepolisian juga sangat berperan penting selama kegiatan patroli sehingga akan lebih awas terhadap hal-hal yang mencurigakan.

c.       Kunjungan.
Kegiatan petugas Polmas dengan melakukan kunjungan ke rumah warga akan mampu memberikan pengawasan terhadap properti yang dimiliki oleh warga seperti apabila ada warga yang memarkir kendaraan di tempat yang kurang aman maka petugas Polmas bisa mengingatkan kepada warga untuk memindahkan parkir kendaraan warga tersebut ke tempat yang lebih aman.

d.      Pelayanan Informasi.
Kegiatan Polmas dalam memberikan informasi keamanan kepada warga baik melalui penyampaian secara langsung maupun penyampaian dengan sarana pamflet, leaflet yang ditempel di tempat-tempat umum yang mudah terlihat oleh warga akan memberikan pengetahuan sehingga warga akan mengerti tentang pencurian yang terjadi di wilayahnya, apabila yang banyak terjadi adalah curanmor maka masyarakat akan lebih awas terhadap curanmor dan akan lebih waspada.

e.       Pelaporan.
Pelaksanaan pelaporan yang dimaksud bukan hanya pelaporan oleh petugas Polmas kepada satuan yang Polsek / Polres saja namun juga bagaimana sistem pelaporan yang baik dari mulai laporan warga kepada petugas Polmas yang kemudian diteruskan kepada satuan atas. Dengan sistem pelaporan yang baik maka suatu tindak pencurian akan dengan cepat ditangani dan diungkap, dengan sistem tersebut maka secara simultan akan dapat menurunkan tingkat curanmor karena calon pelaku kejahatan sudah mengetahui bahwa sistem pelaporan yang ada di wilayah sasarannya sudah baik dan akan resiko tertangkap akan sangat besar bagi pelaku pencurian.
Berbicara tentang pengertian penyelesaian hukum  menurut W.J S Purwadarminta  (1986 : 897).   adalah memutuskan atau membereskan. Lebih jauh dapat dilihat dalam kamus hukum  MA. Tair (1957 : 620) mengatakan bahwa arti penyelesaian hukum adalah kewenangan suatu badan untuk menyelesaikan suatu hal menurut prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan. Melihat kedua pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa penyelesaian hukum adalah kewenangan suatu badan untuk menyelesaiakan masalah berdasarkan prosedur yang ditentukan sesuai dengan peraturannya.

7.      Strategi Penanggulangan Tindak Pencurian Kendaraan
a.       Faktor Kriminogen Pencurian

Kongres PBB VIII tahun 1990 melihat bahwa penanggulangan pencurian tidak hanya merupakan masalah hukum belaka, tetapi juga memerlukan kebijakan integral. Karena, harus diakui pencurian juga berhubungan dengan faktor-faktor seperti ekonomi, politik, dan faktor sosial lain yang justru menjadi faktor kriminogen terhadap terjadinya pencurian.

Secara strategis kalau memang penyebab pencurian adalah masalah sosial (ekonomis, pengangguran), kebijakan paling utama adalah penanganan masalah sosial tersebut terlebih dahulu bukan kebijakan hukum pidana, apalagi kebijakan tindakan basmi ala premanisme tersebut.
Dalam hal ini maka kebijakan integral yang diambil harus melibatkan pemerintah daerah untuk dapat mendistribusikan hasil-hasil pembangunan secara pantas dan adil bagi masyarakat untuk membantu mengatasi masalah sosial yang dihadapi.
Hal ini pernah menjadi resolusi PBB Ke-VI tahun 1980 mengenai crime trends an crime prevention strategies( Tindak kejahatan dan strategi penanggulangan kejahatan) yang meminta perhatian semua negara di dunia untuk mengambil tindakan guna menghapus kondisi sosial yang telah menurunkan martabat kemanusiaan. Selain itu juga menjadi penyebab utama dari pencurian seperti ketimpangan sosial, diskriminasi, standar hidup yang rendah (kemiskinan), pengangguran dan buta huruf (kebodohan). ( Leden Marpaung, 2008:208).

Strategi pencegahan pencurian harus didasarkan pada komitmen pemerintah untuk menghapus kondisi sosial melalui pembangunan yang berbasis kebutuhan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang dapat menjamin suatu kehidupan masyarakat yang bebas dari kelaparan, kemiskinan, kebodohan, penyakit dan garansi bagi masyarakat untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan bebas dari rasa takut.


b.      Memahami Masyarakat
Pencurian adalah suatu problem dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda. M.A. Elliot (2003: 239) Suatu perbuatan tidak akan disebut pencurian kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah : 
1)      Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.
2)      Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang,
3)      harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana
4)      Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan
5)      Harus ada maksud pencuri (mens rea)
6)      Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud pencurian dengan perbuatan
7)      Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri
8)      Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.


8.      Dasar Hukum Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor.

a.       Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan kekerasan) yaitu kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang didahului, disertai dengan kekerasan terhadap orang, kejahatan ini biasanya terjadi pada kasus perampokan pada pengemudi kendaraan.
b.      Pasal 363 KUHP (Pencurian dengan pemberatan), pencurian kendaraan bermotor dengan jalan membongkar, merusak, memanjat yang dilakukan pada malam hari di rumah tertutup atau masuk rumah yang memiliki halaman dan ada batasnya.
c.       Pasal 368 KUHP (Perampasan) yaitu apabila pelaku kejahatan memaksa pemilik kendaraan bermotor atau sopir untuk menyerahkan kendaraan tersebut.
d.      Pasal 378 KUHP (Penipuan) yaitu apabila pelaku kejahatan berpura-pura sebagai pedagang kendaraan bermotor atau perantara, kemudian membawa lari kendaraan tersebut.
e.       Pasal 372 KUHP (Penggelapan) yaitu kejahatan yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang diserahi atau dipercayai mengurus kendaraan bermotor seperti pegawai bengkel, sopir yang kemudian menjual atau menggadaikan kendaraan tersebut.
f.       Pasal 263 KUHP (Pemalsuan) yaitu kejahatan yang dilakukan oleh pelaku setelah kendaraan bermotor curian ada di tangan mereka; kejahatan itu meliputi; Pemalsuan plat nomor polisi dan pemalsuan STNK dan surat-surat lain seperti BPKB, surat tand uji kendaraan, Blangko tilang, surat model tiga tanda tangan dan kwitansi.
g.      Pasal 480 dan pasal 481 KUHP (Penadahan) yaitu kejahatan ini biasanya terjadi setelah kendaraan bermotor curian sudah dilindungi oleh surat-surat palsu dijual pada pihak ketiga (pembeli langsung atau pemesan) dalam hal ini dikenakan pasal 480 KUHP, sedangkan bila pihak ketiga ini pekerjaannya memang perantara penjualan kendaraan bermotor curian, maka dikenakan pasal 481 KUHP.

9.      Tata Cara Penyelesaian Tindak pencurian Kendaraan Bermotor.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004  yang akibatnya menimbulkan hilangnya kendaraan milik orang lain bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang merupakan suatu tindakan pidana karena kealpaanDengan demikian peranan penyidik pada perkara tindak kejahatan pencurian hanya memperoses tentang bagaimana kejadiannya, meminta keterangan dari saksi korban dan tersangka yang berhubungan dengan itu guna penyusunan isi berkas perkara.  Dalam kegiatan permulaan penyidikan perkara ditempat kejadian perkara, polisi terlebih dahulu memberitahukan kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan tentang dimulainya penyidikan dengan saksi atau resume berita acara pemeriksaan tersangka atau berita acara penahan.
Dalam hal penyusunan berkas perkara telah selesai maka pihak kepolisian segera akan memanggil si tersangka untuk diserahkan kepada penuntut umum serta barang bukti guna penuntutan umum beserta barang bukti guna penuntutan lebih lanjut.  Penyidikan dalam pelaksanaannya adalah serangkaian kegiatan yang harus dapat dipertanggungjawabkan munurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Untuk dapat mempertanggung jawabkan proses penyidikan menurut hukum dan ketentuan Undang-Undang yang berlaku serta tertib dan kelancarannya ditertibkan.  Kelengkapan administrasi penyidikan, yang akhir dari kegiatan tersebut diwujudkan yang berupa isi berkas perkara.

Untuk kelengkapan administrasi penyidik yang merupakan isi berkas perkara, yaitu yang urut-urutan susunannya adalah sebagai berikut :
a.       Sampul berkas perkara
b.      Daftar isi
c.       Laporan Polisi dan sengketa gambar TKP
d.      Resume
e.       Berita acara pemeriksaan di TKP
f.       Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan
g.      Surat perintah tugas
h.      Surat perintah penyidikan
i.        Berita acara penyidikan
      - sanksi I
      - sanksi II
      - sanksi III
j.        Berita acara pemeriksa tersangka
k.      Surat perintah penyitaan barang bukti
l.        Berita acara penyitaan barang bukti
m.    Permohonan ijin penyitaan barang bukti
n.      Penetapan penyitaan barang bukti
o.      Permintaan visum
p.      Visum atas nama korban
q.      Daftar tersangka
r.        Daftar barang bukti
s.       Surat perintah penitipan barang bukti
t.        Berita acara penitipan barang bukti
u.      Photo barang bukti
v.      Lain-lain.  

a.      Pemberkasan
Pada pelaksanaannya kegiatan pemberkasan perkara ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Setiap lembaran kertas pada bagian kirinya dilubagi dengan alat pembuat lubang kertas pada tiga tempat, yaitu tepat di tengah, diatas dan dibawah.
2.      Dengan jarum dan tali atau benang tanpa sambungan kertas, dijilid sedemikian rupa sehingga tidak akan mudah putus atau lepas dari simpul dibuat pada atau diatas lubang kertas.
3.      Kedua ujung dihimpun menjadi satu dan dipotong sepanjang 10 cm dari simpul,kemudian ditarik kebawah kanan.
4.      Sepanjang 5 cm dari kedua ujung atau tali dilak tersebut kering ditekan cap kesatuan Polri setempat yang terbuat dari bahan logam kuningan.
5.      Tidak dibenarkan membubuhi lak diatas sampul
6.      Lak dan cap jangan sampai menghalangi atau menutupi tulisan yang terdapat pada sampul.
Penomoran pada sampel perkara diambil dari nomor urut buku register berkas perkara dan cara penomorannya sebagai berikut :
    1. 2 (dua) berkas untuk penuntut umum
    2. 1 (satu) berkas untuk arsip kesatuan yang bersangkutan yaitu kepolisian Kota  Besar bagian lalu lintas.
    3. 1 (satu) berkas untuk arsip kesatuan atasannya, dalam hal ini Kepolisian Daerah  (KAPOLDA)
Kegunaan dari arsip tersebut adalah sebagai bahan laporan kepusat sebagai laporan akhir tahunan mengenai jumlah pencurian yang terjadi diwilayah hukumnya.



b.      penyerahan Berkas Perkara
Kegiatan penyerahan berkas perkara pencurian kendaraan bermotor terdiri dari 2 tahapan, yaitu penyerahan berkas dilakukan pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas kepada penuntut umum dan tahap selanjutnya menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat 30 KUHP) penyerahan berkas perkara adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum, ataut pengadilan dalam hal pemeriksaan cepat atas kuasa penuntut umum demi hukum, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Persiapan-persiapan mengenai berkas, tersangka, barang bukti, surat pengantar transportasi dan pengamanan, yaitu :
1.      Berkas perkara
Meneliti berkas perkara adalah apakah sudah memenuhi persyaratan baik tekhnis maupun administrasi.
2.      Tersangka
Meneliti kembali dan mempersiapkan tersangka yang akan diserahkan tanggung jawab kepada penuntut umum.  Dalam pelaksananya kepada tersangka pencurian yang semula dikenakan tahanan luar atas jaminan orang sebagai penjamin kemudian akan dipanggil kembali oleh pihak kepolisian untuk kemudian diserahkan kepada penuntut umum guna proses lebih lanjut.
3.      Barang Bukti
Meneliti kembali dan mempersiapkan barang bukti yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada penuntut umum apakah masih sesuai dan lengkap berdasarkan photo yang ada dikepolisian, sebab barang bukti tersebut harus tetap utuh seperti tidak boleh ditukar-tukar apalagi diperjual belikan.
4.      Surat Pengantar
Menyiapkan surat pengantar penyerahan berkas perkara dengan mencantumkan :
a.       Nomor dan tanggal berkas perkara
b.      Jumlah berkas perkara yang dikirim (rangkap dua)
c.       Nama, umur pekerjaan dan alamat tersangka
d.      Mengenai barang bukti
e.       Tindak pidana dan pasal yang di persangkakan
f.       Hal-hal lain yang dianggap perlu.

5.      Transportasi dan pengamanan
Dalam kegiatan ini yang perlu dipersiapkan adalah petugas dan angkutan yang diperlukan.  Untuk keamanan dan keselamatan, maka pengiriman tersangka harus menggunakan kendaraan angkutan tahanan serta pengawasan.  Yang cukup dengan memperhatikan petunjuk tekhnis tentang pengawalan tahanan.  Komando pengawal tahanan bertanggung jawab penuh atas keamanan serta penyerahan tahanan dan barang bukti bisa berjalan sebagaimana mestinya, maka persiapan-persiapan tersebut diatas sangat penting sekali dijalankan.



10.        Faktor-Faktor Yang Menghambat Penyelesaian Tindak Pencurian di  Kabupaten Lampung Timur.


Faktor-faktor penghambat mekanisme penyelasaiaan hukum bagi pelaku pencurian adalah sebagai berikut :
a.       Seringkali terjadi tidak adanya laporan dari masyarakat yang kehilangan kendaraan kekantor polisi setempat.
b.      Jumlah petugas Polisi Masyarakat yang terbatas menyebabkan penyelesaiaan hukum  belum berjalan secara efektif.
c.       Terbatasnya kemampuan Polisi dalam pemberkasan perkara tindak pencurian acapkali membuat terkatung-katung berkas perkara yang dikembalikan oleh pihak  kejaksaan dengan alasan berkas perkara kurang lengkap.

d.      Sanksi hukum dalam KUHP BAB XXII Pasal 365 tidak dapat diterapkan untuk masa sekarang karena terlalu berat khususnya menghilangkan nyawa orang lain. 

Post a Comment for "Pengertian Pencurian"