Pengertian Pembelajaran
a.
Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan suatu proses belajar yang dialami oleh siswa,
pengalaman belajar siswa juga bisa didapatkan melalui tulisan-tulisan,
gambar-gambar yang berkaitan dengan materi belajar yang diberikan oleh guru
disekolah.
Sugiarti dalam
Ristina dalam mona (2010:15) mengemukakan bahwa “pembelajaran dapat diartikan
sebagai upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi
agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi
interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang
melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan
kegiatan membelajarkan”.
Mona (2010:18) “pembelajaran
itu merupakan proses interaksi belajar mengajar antara kedua belah pihak, yaitu
antara siswa dan guru guna terjadinya perubahan, pembentukan, dan diharapkan
nantinya memiliki pola perilaku yang lebih baik kedepan".
Berdasarkan
beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
itu merupakan proses interaksi antara siswa dan guru untuk mencapai tujuan yang
merupakan keberhasilan seorang guru dan siswa.
John Holtz dalam
Silberman (2002:5) mengemukakan bahwa belajar semakin baik jika siswa diminta
untuk melakukan hal-hal berikut:
a. Mengungkapkan
informasi dengan bahasa mereka sendiri
b. Memberikan
contoh-contoh
c. Mengenalnya
dalam berbagai samara dan kondisi
d. Melihat
hubungan antara satu fakta atau gagasan dengan yang lain
e. Menggunakannya
dengan berbagai cara
f. Memperkirakannya
dalam berapa konsekuensinya
g. Mengungkapkan
lawan atau kebalikannya
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa belajar yang dilakukan oleh siswa akan semakin baik jika siswa dapat secara
aktif dalam pembelajaran yang dijalani oleh siswa tersebut, baik melalui
contoh-contoh, mengungkapkan fakta-fakta yang mereka dapat melalui
pengalaman-pengalaman yang mereka alami dan lain sebagainya.
Silberman (2002:26) mengemukakan bahwa teknik-teknik
pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran dirancang untuk bagaimana
mendorong para peserta didik dengan lembut untuk berpikir, merasakan, dan
menerapkan, yang termasuk didalamnya adalah:
a. Fuul-class learning
(belajar sepenuhnya didalam kelas) petunjuk dari pengajar yang merangsang
seluruh kelas.
b. Class-discussion (diskusi
kelas) dialog dan debat mengenai pokok-pokok bahasan utama.
c. Question prompting (cepatnya
pertanyaan) siswa meminta klarifikasi penjelasan.
d. Collaborative learning (belajar
dengan bekerja sama) tugas-tugas dikerjakan dengan kerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil peserta didik.
e. Peer teaching (belajar
dengan sebaya) petunjuk diberikan oleh peserta didik
f. Independent learning (belajar
mandiri) aktivitas-aktivitas belajar dilakukan secara individual.
g. Affective learning (belajar
afektif) aktivitas-aktivitas yang membantu peserta didik untuk menguji
perasaan-perasaan, nilai-nilai dan perilaku mereka.
h. Skill development (pengembangan
keterampilan) mempelajari dan mempraktikkan keterampilan-keterampilan, baik
teknis maupun non teknis.
Berdasarkan pendapat di atas pembelajaran dapat
disimpulkan sebagai suatu proses dimana segala pengalaman yang diaplikasikan
guru kepada siswanya. Makin banyak pengalaman yang dapat dihayati oleh peserta
didik maka semakin baik pula kualitas pembelajaran tersebut. Intensitas
pengalaman siswa dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari seberapa tingginya
tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran baik pada saat proses
belajar berlangsung ataupun pada saat siswa berada diluar kelas.
b.
Pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan
Budimansyah dalam Mona
(2007: 34) menjelaskan bahwa “Civic
Education dikembangkan sebagai central
goal dari sistem pendidikan, dipersyaratkan untuk seluruh tingkatan sekolah
yang menerapkan pembelajaran yang “of
high quality and sufficient quantity” menggunakan pendekatan yang bersifat “interdisciplinary” dan metode belajar
yang “interactive””.
Dapat disimpulkan bahwa
pembelajarakn pendidikan kewarganegaraan itu dikembangkan sebagai pusat dari
system pendidikan, yang mengisyaratkan bagi seluruh sekolah menerapkan
pembelajaran dengan kualitas yang tinggi menggunakan pendekatan interdisipliner
yaitu bentuk pelajaran yang menggabungkan sejumlah mata pelajaran dalam sebuah
tema dan menggunakan metode belajar yang interaktif.
Somantri (2001:299)
mengemukakan “pendidikan kewarganegaraan
yang cocok dengan Indonesia adalah program pendidikan yang berintikan
demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya,
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua,
yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis,
analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945”.
Budimansyah (2008: 14)
mengemukakan bahwa “pada saat kurikulum 2004 disosialisasikan
disekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan floating , peraturan pemerintah (PP) tentang Standar Nasional
Pendidikan (PPSNP) diterbitkan, PP tersebut mengamatkan bahwa yang berwenang
menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan yang disebut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)”. Dengan menggunakan bahan dasar kurikulum 2004 Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengembangkan Standar Isi (Permen Nomor 22
Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006).
Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam menyusun
KTSP. Dalam Standar Isi maupun Standar Kompetensi Lulusan, PPKN diubah lagi
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut.
a. Berfikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
c. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Mulyasana
dalam Djahiri (2006:166) mengemukakan bahwa
Pada
kenyataannya, proses pembelajaran pembelajaran diindonesia dititikberatkan pada
pencapaian target kurikulum dengan menggunakan angka dan ijasah sebagai alat
ukur keberhasilan. Kondisi ini telah memaksa terbentuknya iklim kelas yang
hanya menetapkan nilai dan ijasah sebagai ukuran prestasi belajar. Dengan
demikian tidaklah keliru apabila orientasi belajar para peserta didik akan
melakukan “penghalalan” segala cara untuk memperoleh nilai dan ijasah.
Merekayasa tugas pun akan dinyatakan sah demi nilai dan ijasah.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam
praktiknya saat ini hendaknya lebih ditekankan pada pembentukan pada proses
pemberdayaan warga Negara, sehingga mereka mampu berperan sebagai partner pemerintah dalam menjalankan
tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Dalam posisi inilah
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan diarahkan pada proses pembebasan peserta
didik dari ketidakbenaran, ketidakadilan, ketidakjujuran.
Suryadi
(1999: 31) mengemukakan bahwa civic education menekankan pada empat hal:
Pertama,
Civic Education bukan sebagai
indoktrinasi politik melainkan bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin
lainnya yang berkaitan secara langsung dengan proses pengembangan warga Negara
yang demokratis.
Kedua,
Civic Education mengembangkan state of mind , memusatkan perhatian
pada pembentukan kecerdasan, tanggung jawab, dan partisipasi warga Negara
sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi.
Ketiga,
Civic Education adalah proses
pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam
gelas seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan
pada latihan penggunaan nalar dan logika.
Keempat,
Civic Education sebagai lab
demokrasi, melalui penerapan demokrasi, siswa diharapkan akan secepatnya
memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
c.
Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia
Menurut Winataputra (2001:131) melihat “civics” atau kewarganegaraan sebagai suatu studi tentang
pemerintah yang dilaksanakan disekolah yang merupakan mata pelajaran tentang
bagaimana pemerintahan demokrasi dilaksanakan dan dikembangkan, serta bagaimana
warga Negara seyogyanya melaksanakan hak dan kewajibannya secara sadar dan
penuh rasa tanggung jawab. Sedangkan civic
education/citizenship education merupakan program pembelajaran yang
memiliki tujuan utama mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
sehingga siswa menjadi warga Negara yang baik, melalui pengalaman belajar yang
dipilih dan diorganisasikan atas dasar konsep-konsep ilmu politik.
Komalasari dan
Budiansyah (2008:77) “mengatakan bahwa, perkembangan pendidikan kewarganegaraan
tidak bias diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang berdampak pada
kehidupan siswa. Globalisasi menuntut pendidikan kewarganegaraan mengembangkan civic competence yang meliputi
pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic
disposition)”.
Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan sekolah,
merupakan langkah yang sangat tepat untuk menangkal pola perilaku siswa
sekarang ini yang dikategorikan destruktif. Sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20
Tahun 2003 dalam pasal 37 ayat (1) tentang system pendidikan nasional bahwa:
Kurikulim pendidikan dasar dan menengah
wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika,
ilamu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan
jasmani dan olahraga, keterampilan kejujuran dan muatan local.
Berdasarkan
undang-undang diatas dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan
merupakan salah satu muatan wajib dalam kurikulum pendidikan dasar dan
pendidikan menengah serta pendidikan tinggi.
d.
Visi
dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Budimansyah (2008:11)
menjelaskan bahwa mata pelajaran PPKN memiliki tiga misi besar. Pertama, misi “conservation education”, yakni
‘...mengembangkan dan melestarikan nilai luhur pancasila’; kedua,, misi “social and moral development”, yakni
‘...mengembangkan dan membina siswa yang sadar akan hak dan kewajibannya, taat
pada peraturan yang berlaku, serta berbudi pekerti luhur’; dan ketiga, fungsi “socio-civic development”, yakni
‘...membina siswa agar memahami dan menyadari hubungan antar sesama anggota
keluarga, sekolah, dan masyarakat, serta dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan mempunyai misi untuk menjadikan
seseorang/siswa menjadi warga Negara yang mengerti dan taat terhadap peraturan
pemerintah dan dapat bersosialisai dengan baik di dalam lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
e.
Ruang
Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan
Ketentuan mengenai
kedalaman muatan kurikulum dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang
standard isi mata pelajaran PKn meliputi Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar. Dalam standar isi dijelaskan ruang lingkup PKn yang meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
1. Persatuan
dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara kesatuan
republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan Negara, sikap positif terhadap
Negara kesatuan republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma,
hukun dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di
sekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, peraturan-peraturan daerah,
norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, system hukum dan peradilan
nasional, hukum dan peradilan internasional.
3. Hak
asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrument nasional dan internasional HAM, pemajuan, pernghormatan
dan perlindungan HAM.
4. Kebutuhan
warga Negara, meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga Negara.
5. Konstitusi
Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konsultasi yang pertama,
konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar Negara
dan konstitusi.
6. Kekuasaan
dan politik, meliputi: pemerintah desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan system politik, budaya politik, budaya
demokrasi menuju masyarakat madani, system pemerintahan, pers dan masyarakat
demokrasi.
7. Pancasila,
meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar Negara, pengamalan nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi,
meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era
globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasioanal dan organisasi
internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
Post a Comment for " Pengertian Pembelajaran"