Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pengertian Pedagang Kaki Lima

Salah satu dampak dari krisis moneter satu dekade silam yaitu tumbuh pesatnya para pelaku ekonomi kecil. Demi menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarga serta membiayai pendidikan anak-anaknya dan memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari ditengah keras dan ketatnya persaingan hidup di kota mereka memilih bekerja pada sektor informal yaitu berjualan sebagai pedagang kaki lima.

     Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah orang-orang atau golongan ekonomi lemah yang berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan modalnya yang relatif kecil, modal sendiri atau modal pinjaman dari pihak lain, yang berjualan di tempat terlarang atau tidak. (Kartini Kartono, 1980:4). Kemudian menurut Yan Pieter Karafir (Soemitro, Styastie 2002:10), menyatakan bahwa “Pedagang Kaki Lima adalah pedagang kecil yang berjualan di suatu tempat umum seperti di tepi-tepi jalan, taman-taman kota, emper-emper toko, dan pasar-pasar tanpa izin dari pemerintah.

     Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pengertian pedagang kaki lima adalah suatu jenis pekerjaan yang dalam usahanya tidak memiliki tempat usaha permanen yang menggunakan berbagai sarana seperti kios, tenda dan secara gelar, dan menggunakan tempat-tempat untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan bagi tempat usaha atau menempati lokasi yang tidak semestinya (misalnya di Trotoar).

a.      Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Menurut Karafir yang dikutip Budi Susilo (2005:16) mengemukakan karakteristik Pedagang Kaki Lima yang antara lain adalah barang-barang atau jasa yang diperdagangkan sangat terbatas pada jenis tertentu, yang dikelompokkan menjadi:
1.      Pedagang sayuran dan rempah-rempah
2.      Pedagang kelontong
3.      Pedagang makanan dan minuman
4.      Pedagang tekstil dan pakaian
5.      Pedagang surat kabar
6.      Pedagang daging dan ikan
7.      Pedagang rokok dan obat-obatan
8.      Pedagang loak
9.      Pedagang beras
10.  Pedagang buah-buahan


Menurut Sagir (1989:149-150), bahwa ciri-ciri pedagang kaki lima adalah:
1.      Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, kegiatan maupun jenis usaha dan penerimaan hasil usaha.
2.      Belum tersentuh oleh usaha yang ditetapkan oleh pemerintah
3.      Modal, peralatan maupun perlengkapan dan omzet penjualan dalam skala kecil dan diperhitungkan dari hari ke hari.
4.      Tidak memiliki tempat usaha permanen, dapat berpindah-pindah tempat
5.      Tidak atau belum mempunyai keterkaitan dalam usaha lain yang lebih besar
6.      Umumnya kegiatan untuk melayani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, harga murah dan terjangkau
7.      Tidak membutuhkan keahlian khusus, sehingga secara luwes dapat menampung atau memperkerjakan dan menyerap tenaga kerja dengan berbagai tingkat pendidikan rendah
8.      Umumnya merupakan satuan usaha yang memperkerjakan anggota keluarga, tetangga atau lingkungan sendiri dari daerah yang sama, dengan hubungan kerja yang longgar, tidak ada perjanjian kerja, tingkat upah minimum
9.      Tidak mengenal sistem pembukuan
10.  Belum atau tidak menjadi objek pajak penghasilan atau perseorangan paling baru merupakan objek retribusi pasar
11.  Belum merupakan sumber penyumbang yang dapat diperhitungkan dalam pendapatan nasional
12.  Masih sering diperlakukan sebagai pengganggu kebersihan, ketertiban, dan keindahan lingkungan
13.  Pengembangan usaha sangat lambat.

Sedangkan, Suherman (dalam www. Detik. Com, diakses tanggal 17 Nopember 2007) memberikan ciri-ciri Pedagang Kaki Lima sebagai berikut:
1.      Kegiatan usaha tidak terorganisisr
2.      Tidak memiliki surat izin usaha
3.      Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat   usaha maupun jam kerja
4.      Bergerombol di trotoar atau di tepi-tepi jalan protokol, dan dipusat-pusat dimana banyak orang ramai
5.      Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang berlari mendekati konsumen.

Dari beberapa pendapat di atas tentang Pedagang Kaki Lima maka dapat diberikan gambaran bahwa kegiatan usaha perdagangan kaki lima merupakan usaha perdagangan yang menampakkan adanya ciri yang tidak teratur, kurang terorganisir dengan baik, bahkan terkesan liar.  Oleh  sebab  itu,  perlu  kiranya  mendapat  perhatian  yang  lebih
intensif dari pemerintah agar usaha perdagangan kaki lima dapat berkembang lebih baik.

4.  Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan   dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak tentang pemerintahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:1034). Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, pengertian kebijakan, adalah ”garis haluan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dan kepemimpinan, terutama pada pemerintahan, organisasi.

Dari beberapa pengertian di atas kebijakan adalah serangkaian konsep dan asas yang menjadi haluan dan garis besar dalam melakukan tindakan oleh seseorang atau sekelompok orang, pemerintah atau swasta yang dapat dilaksanakan serta berpengaruh besar terhadap sejumlah orang dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan menuntut adanya konsistensi (kemantapan).

Kebijakan publik merupakan suatu cara pemerintah yang telah disepakati bersama untuk memenuhi tanggung jawabnya, seperti melindungi hak-hak individu warga negara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut Surbakti (1992) “Kebijakan publik adalah berbagai program yang dibuat oleh pemerintah untuk mencapai tujuan masyarakat.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan secara sah oleh pemerintah atau negara kepada seluruh anggota masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu demi kepentingan publik.

Untuk mewujudkan tujuan itu, pemerintah daerah membuat berbagai program yang disebut dengan kebijakan publik di daerah. Kebijakan publik didaerah otonom salah satunya dituangkan dalam peraturan daerah (perda) yang dibuat bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah.

      5.   Pelaksanaan Peraturan daerah (perda) Nomor 8 Tahun 2000

Kebijakan-kebijakan yang mengatur tentang Pedagang Kaki Lima salah satunya melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota  Bandar Lampung yaitu dalam peraturan daerah (perda) Nomor 8 tahun 2000. Perda No. 8 tahun 2000 tentang Pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan dan keapikan dalam wilayah kota Bandar Lampung adalah peraturan daerah tentang pedagang kaki lima yang didalam perda tersebut terdapat pasal-pasal yang berisi kewajiban dan larangan bagi pedagang.

Pasal-Pasal tentang Kewajiban Pedagang
Pasal 5
Setiap pedagang wajib membungkus sampah yang ditimbulkannya dan menyerahkan langsung kepada petugas kebersihan atau meletakkan langsung pada tempat-tempat yang telah ditentukan.

Pasal 12
(1)   Setiap pedagang tentengan, pikulan, gerobak sorong, bakulan dan sebagainya wajib memiliki tempat sampah yang seimbang dengan sampah yang ditimbulkannya.
(2)   Setiap pedagang kios/toko/ruko wajib menyediakan tempat sampah yang tidak permanen dengan ukuran yang seimbang dengan sampah yang ditimbulkannya.

Pasal tentang larangan pedagang
Pasal 16
(1)   Mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan bangunan pertokoan/bangunan pasar yang menghadap pada jalan umum untuk pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat-tempat yang ditentukan/ditunjuk oleh walikota.
(2)   Mempergunakan pasar atau bangunan komplek pertokoan yang tidak bertingkat atau lantai 1 (satu) sebagai tempat bermukim
(3)   Mempergunakan halaman parkir pada komplek pasar/pertokoan plaza untuk tempat menitip atau menetap kendaraan atau grobak dagangan
(4)   Mempergunakan lokasi pemakaman sebagai tempat tinggal kecuali penjaga makam
(5)   Membangun diatas siring atau parit untuk kegiatan usaha maupun sebagai tempat tinggal dan atau sejenisnya.


6.   Pengertian Relokasi

Kebijakan perda tentang relokasi Pemerintah Kota tidak ada, akan tetapi dalam hal tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima yang ada di dalam Perda No. 10 Tahun 1989, dan Perda No. 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan dan keapikan dalam wilayah kota Bandar Lampung  itu semua yang mendasari keluarnya kebijakan untuk relokasi. Relokasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1464) adalah pengalokasian kembali, penempatan kembali atau penataan ulang. 

Berdasarkan definisi diatas pemerintah kota  merelokasi dalam upaya mengembalikan tata kota keindahan, dan ketertiban kota melalui pengalokasian atau pemindahan ketempat yang baru.


Post a Comment for "Pengertian Pedagang Kaki Lima "