Kemandirian
- Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu aspek
kepribadian yang sangat penting bagi individu. Seseorang dalam menjalani
kehidupan ini tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan. Individu yang
memiliki kemandirian tinggi relative mampu menghadapi segala permasalahan
karena individu yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, selalu berusaha
menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.
Menurut Drost (1993:22) kemandirian adalah
“individu yang mampu menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya dan mampu bertindak
secara dewasa”.
Hasan Basri (1994:53) mengatakan bahwa “kemandirian
adalah keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu memutuskan atau mengerjakan
sesuatu tanpa bantuan orang lain”.
Menurut Antonius (2000:145) “seseorang
yang mandiri adalah suatu suasana dimana seseorang mau dan mampu mewujudkan
kehendak atau keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan atau perbuatan
nyata guna menghasilkan sesuatu (barang atau jasa) demi pemenuhan kebutuhan
hidupnya dan sesamanya”.
Monks (1993:80) mengemukakan bahwa “kemandirian
meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah,
mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan
orang lain”.
Robert Havinghurst (1993:21) menambahkan
bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu :
- Aspek emosi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantung emosi pada orang tua.
- Aspek
ekonomi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.
- Aspek
intelektual, aspek ini ditujukan dengan kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
- Aspek sosial,
aspek ini ditujukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan
orang lain dan tidak tergantung dari orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan
bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan kehendak atau
keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain.
Dengan demikian yang dimaksud kemandirian
dalam penelitian ini adalah perilaku siswa dalam mewujudkan kehendak atau
keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain, dalam hal
ini adalah siswa tersebut mampu melakukan proses pembelajaran sendiri, dapat
menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar
dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri.
Sebagai suatu psikologis yang kompleks, kemandirian
dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian
seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan
kemandirian tersebut. Lovinger (Sunaryo Kartadinata, 1988) mengemukakan
tingkatan kemandirian berserta ciri-cirinya sebagai berikut :
1.
Tingkatan pertama, adalah tingkatan impulsive dan melindungi diri.
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
- Peduli
terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya
dengan orang lain.
- Mengikuti aturan secara ortunistik dan hedoristik.
- Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu (stereotype).
- Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game.
- Cenderung
menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2.
Tingkatan Kedua, adalah tingkat konformistik
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
- Peduli
terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
- Cenderung
berfikir strereotype dan klise.
- Peduli
akan kontormitas terhadap aturan eksternal.
- Bertindak
dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
- Menyamakan
diri dalam eksperimen emosi dan kurangnya intropeksi.
- Perbedaan
kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
- Takut tidak diterima kelompok.
- Tidak sensitif terhadap keindividualan.
- Merasa
berdosa jika melanggar aturan.
3. Tingkatan Ketiga, adalah tingkat sadar
diri
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
:
- Mampu berfikir alternatif.
- Melihat
harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
- Peduli
untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
- Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
- Memikirkan cara hidup.
- Penyesuaian
terhadap situasi dan peranan.
4. Tingkat empat, adalah tingkat saksama (conscientions).
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
- Bertindak
atas dasar nilai-nilai internal.
- Mampu
melihat diri sebagai pembuat pilihan dan perilaku tindakan.
- Mampu
melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang
lain.
- Sadar akan tanggung jawab.
- Mampu
melakukan kritik dan penilaian diri.
- Peduli akan hubungan mutualistik.
- Memiliki tujuan jangka panjang.
- Cenderung
melihat peristiwa dalam konteks sosial.
- Berfikir lebih komplek dan atas dasar pola analistis.
5.
Tingkat lima, tingkat individualistis
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
- Peningkatan kesadaran individualitas.
- Kesadaran
akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan.
- Menjadi
lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Mengenal eksistensi perbedaan individual.
- Mampu
bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
- Membedakan
kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
- Mengenal kompleksitas diri.
- Peduli
atas perkembangan dan masalah-masalah sosial.
6.
Tingkat enam, adalah tingkat mandiri
Ciri-ciri tingkatan ini adalah
- Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
- Cenderung
bersikap realistik dan objektik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
- Peduli
terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
- Mampu
mengintergrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
- Toleran terhadap ambiguitas.
- Peduli akan
pemenuhan diri (self-fulfilment)
- Ada
keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
- Responsive terhadap kemandirian orang lain.
- Sadar
akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
- Mampu mengekspresikan
perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.
- Remaja
Menurut
Hurlock (1992, www.google.com)
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.
Remaja
sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat
transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak
lagi memiliki status anak.
Erikson (1990, www.google.com) menyatakan
bahwa “masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego
remaja”. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa
dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan
kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan
ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.
Berdasarkan beberapa pengertian remaja
yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja
adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari
aspek fisik, psikis dan sosial.
- Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses
komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling
bertukar informasi. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun.
Oemar Hamalik (1995:57) berpendapat “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.
Gagne dan Briggs (1979:3) mengemukakan bahwa
“pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian
rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang
bersifat internal”.
Sedangkan menurut UU No. 20/2003, Bab I
Pasal Ayat 20 “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu
dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama
dan karena adanya usaha.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan
pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :
1.
Siswa
Seorang
yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.
Guru
Seseorang yang bertindak sebagai
pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3.
Tujuan
Pernyataan
tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan
terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4.
Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip,
dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5.
Metode
Cara
yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi
yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6.
Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa
peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7.
Evaluasi
Cara
tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
Menurut
Eggen & Kauchak (1998:35) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang
efektif, yaitu:
1.
siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap
lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan
dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan
yang ditemukan.
2. guru menyediakan materi sebagai fokus
berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,
3. aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya
didasarkan pada pengkajian,
4. guru secara aktif terlibat dalam pemberian
arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi,
5. orientasi pembelajaran
penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta
6. guru menggunakan teknik mengajar yang
bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
- Kemandirian
Remaja Dalam Proses Pembelajaran
Setiap
siswa memiliki gaya dan tipe belajar yang berbeda dengan teman-temannya, hal
ini disebabkan karena siswa memiliki potensi yang berbeda dengan orang lain.
Menurut
Hendra Surya (2003:114), “pembelajaran mandiri adalah proses menggerakkan
kekuatan atau dorongan diri dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan
potensi dirinya mempelajari obyek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing
di luar dirinya”.
Dari
pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian
pembelajaran adalah aktivitas pembelajaran yang di dorong oleh kemauan sendiri,
pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu
mempertanggung jawabkan tindakannya.
Siswa
dikatakan telah mampu mengalami proses pembelajraan secara mandiri apabila ia
telah mampu melakukan tugas belajar tanpa tergantung dengan orang lain.
Ciri-ciri pokok siswa mampu mandiri dalam belajar dapat dilihat dari bagaimana
ia memulai pembelajaran, mengatur waktu dengan belajar sendiri melakukan
belajar dengan cara dan teknik sesuai dengan kemampuan sendiri serta mampu
mengetahui kekurangan diri sendiri.
Agar
siswa dapat mandiri dalam belajar maka siswa harus mampu berfikir kritis,
bertanggung jawab atas tindakannya tidak mudah terpengaruh pada orang lain,
bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain. Ciri-ciri kemandirian pembelajaran merupakan faktor
pembentuk dari kemandirian pembelajaan siswa.
Menurut Chabib Thoha (1996:123-124)
membagi ciri kemandirian pembelajaran dalam delapan jenis, yaitu :
1. Mampu berfikir secara kritis, kreatif, dan
inovatif.
2. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat
orang lain.
3. Tidak lari atau menghindar masalah.
4. Memecahkan masalah dengan berfikir yang
mendalam.
5. Apabila menjumpai masalah dipecahkan
sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.
6. Tidak merasa rendah diri apabila berbeda
dengan orang lain.
7. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan
dan kedisiplinan.
8.
Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.
Sementara itu Yohannes Babari (2002:145)
membagi ciri-ciri kemandirian dalam 5 jenis, yaitu :
1.
Percaya diri
2.
Mampu bekerja sendiri
3.
Menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan
kerjanya
4.
Menghargai waktu
5.
Bertanggung jawab
Berdasarkan
uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri kemandirian dalam
pembelajaran pada setiap siswa akan nampak jika siswa telah menunjukkan
perubahan dalam belajar. Siswa belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas
yang diberikan padanya secara mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
- Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Remaja Dalam Proses Pembelajaran
Menurut Hasan Basri (1994:54) kemandirian
pembelajaran siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat
di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan faktor-faktor yang terdapat di
luar dirinya (faktor eksogen).
Post a Comment for "Kemandirian"