Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Masyarakat


1.      Pengertian Masyarakat
Horton dan Hunt (2006: 59) dalam Http://devirahman.wordpress.com mengemukakan bahwa “Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang secara bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut”. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (2002 : 144) “masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi”.
Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Abdul Syani (1987: 30) mengemukakan bahwa “Masyarakat adalah berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi”.
Menurut Hassan Shadily (1983: 31) “Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang mendiami suatu wilayah tertentu dan memiliki kebudayaan yang sama.
Joseph S. Roucek dan Roland R. Warren “Sociology An Introduction” (1984:88) mengartikan kelompok sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi, dimana dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Marga dalam bahasa asing disebut “clan” yang berarti sistem kekerabatan yang terdiri dari anggota keluarga.

Menurut Abdulsyani, sosiologi, “Skematika, Teori dan Terapan” (1992: 27), dalam setiap masyarakat ada kelompok Gemeinschaft. Marga dalam hal ini dapat digolongkan dalam Gemeinschaft by Blood, yaitu Gemeinschaft yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan; contoh keluarga, kelompok kekerabatan.

Soerjono Soekanto (2002: 64-67) mengemukakan bahwa dalam masyarakat terjadi proses interaksi sosial, Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat bersifat primer dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara misalnya telepon, telegrap, radio dan seterusnya. Sedangkan komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain, perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

a.      Masyarakat Adat

Aryono Soeyono (1985: 4) mengemukakan bahwa “adat adalah kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli, yang meliputi antara lain mengenai nilai-nilai budaya norma-norma yang aturan-aturan saling berkaitan yang kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan tradisional.

Selain itu pengertian adat juga tercantum dalam pengantar hukum adat Indonesia, (Roelof  Van Djik, 1979: 5) menyatakan bahwa “adat adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara satu sama lain”.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari adat adalah suatu tata cara yang telah ditetapkan dalam suatu masyarakat, yang berasal dari warisan nenek moyang yang diturunkan hingga ke anak cucunya. Dengan demikian tidak akan terjadi pertentangan antara satu sama lain di dalam anggota masyarakat yang menyangkut sistem adat tertentu.

b.      Masyarakat Adat Suku Lampung

Penjelasan dalam Depdikbud “Adat Istiadat Daerah Lampung” (1985/1986: 29) Perkiraan sejarah masyarakat suku Lampung di mulai dari Zaman Hindu Animisme yang berlaku antara tahun pertama Masehi sampai permulaan abad ke-16. menurut berita Negeri Cina pada abad ke-7, dikatakan bahwa di daerah Selatan terdapat kerajaan-kerajaan yang antara lain disebut To-lang, P’ohwang, dengan mempersatukan kedua nama itu maka dijumpai kembali Tulang Bawang, yang ditempatkan di Lampung. Diperkirakan terletak di sekitar Way Tulang Bawang, yaitu di kecamatan Tulang Bawang (Menggala di kabupaten Tulang Bawang). Bukti peninggalan sejarah berupa bukit yang terletak di rawa-rawa “ bawang terbesu” di ujung kampung Ujung Gunung Menggala, yang disebut “bukit kapal Cina” dan “ Pulau Daging”. Dikatakan bahwa kedua bukit tanah itu adalah bekas kapal Cina yang hancur dan tempat mayat yang bergelimpangan akibat perang dengan prajurit Tulang Bawang. Jika dipergunakan pendapat Yamin, maka nama To-lang, P’ohwang akan berarti “ Orang Lampung” atau “ Utusan dari Lampung” yang datang dari Cina pada abad ke-7.

Dalam Depdikbud “Adat Istiadat Daerah Lampung” (1985/1986: 31) menjelaskan bahwa menurut kitab Kutara Raja Niti, orang Lampung (Suku Pubian, Abung Peminggir dan lain-lain) berasal dari Pagar Ruyung, keturunan Putri Kayangan dan Kua Tunggal. Setelah kerabat mereka berdiam di Skala Berak, maka di masa cucunya, Umpu Serunting, mereka mendirikan Keratuan Pemanggilan. Umpu Serunting menurukan lima anak laki-laki yaitu Indra Gajah yang menurunkan orang Abung, Belunguh yang menurunkan orang-orang Peminggir, Pa’lang yang menurunkan oraang-orang Pubian, Pandan yang dikatakn menghilang dan Sangkan yang dikatakan menurunkan Sukadanaham.

c.       Kelompok dalam Masyarakat Adat Suku Lampung

Menurut Hilman Hadikusuma (2003: 125)Masyarakat adat suku Lampung pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu masyarakat Lampung adat Pepadun dan masyarakat Lampung adat Saibatin. Masyarakat yang beradat Saibatin menggunakan dialek Api, sedangkan masyarakat adat Pepadun sebagian menggunakan dialek Nyow dan sebagian memakai dialek Api.



d.      Identitas Masyarakat Adat Suku Lampung

Adat bagi masyarakat adat suku Lampung mempunyai fungsi ganda yaitu:
1.       Sebagai alat Pembina masyarakat guna meningkatkan kualitas warga masyarakat. Karena melalui ketua adat (Penyimbang) disampaikan ajaran-ajaran agama, petuah dan hukum bagi masyarakat.
2.       Sebagai sarana demokrasi (permusyawaratan) di mana benda yang bernama Pepadun sebagai simbol persatuan. Pepadun berasal dari perpaduan-perpaduan dan akhirnya menjadi Pepadun. Perpaduan artinya hasil padu.
(Hasil wawancara dengan Bapak Denan yang bergelar Raden,selasa, 09 februari 2010 pukul 15.00, di kediaman Bapak Denan.)

Identitas yang dimiliki masyarakat adat suku Lampung, adalah:
a.       Pi’il Pesenggiri, yaitu harga diri dan nilai kehormatan.
b.      Juluk Adek, yaitu gelar waktu masih muda dan tua
c.       Pik Trep, yaitu tempat seseorang dalam jurai keturunan.
d.      Anjak pegegh, yaitu asal usul keturunan, nenek dan kakek dan orang tua laki-laki maupun perempuan yang jelas.
e.       Waghei-Miyanak, yaitu saudara-saudara dan keluarga dekat yang bersangkutan.

Idealisme adat Lampung, yaitu:
1.      Budi bahasa, artinya baik tingkah laku serta tutur kata.
2.      Kayo-ghayo, artinya suka memberi dan ikhlas berkorban.
3.      Nengah Nyapur, artinya mempunyai banyak teman dan luas pergaulannya di masyarakat.
4.      Nemui Nyimah, artinya ramah terhadap tamu dan selalu membuka tangan (menolong).
5.      Sakai sambayan, yaitu suka menolong dan bergotong royong.
6.      Tanggom Khagom, yaitu selalu nampak ramah dan meriah.
7.      Titei gemettei, yaitu selalu mengikuti aturan adat dan norma yang ada.
(Hasil wawancara dengan Bapak Denan yang bergelar Raden,selasa, 09 Februari 2010 pukul 15.00, di kediaman Bapak Denan.)

e.       Pengertian Marga pada Masyarakat Suku Lampung

Marga dalam bahasa asing disebut “clan” yang berarti sistem kekerabatan yang terdiri dari anggota keluarga. Abdulsyani, Sosiologi,”Skematika, teori dan terapan”, (1992:17) dalam setiap masyarakat ada yang disebut kelompok Gemeinschaft. Marga dalam hal ini dapat digolongkan dalam Gemeinschaft by blood yaitu Gemeinschaft yang merupakan ikatan yang disadarkan pada ikatan darah atau keturunan, contoh keluarga, kelompok kekerabatan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:159), marga adalah kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear baik secara Matrilineal (garis keturunan ibu) atau Patrilineal (garis keturunan ayah).

Dalam Depdikbud “Adat Istiadat Daerah Lampung” (1985/1986: 31) dijelaskan bahwa pada tahun 1928 pemerintah Belanda perubahan dari marga-marga geneologis-teritorial menjadi marga-marga teritorial-geneologis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing. Setiap marga dipimpin oleh Pesirah sebagai kepala marga sebagai ketua Dewan Marga yang dipimpin oleh penyimbang-penyimbang kampung dalam marga masing-masing. Marga terdiri dari beberapa kampung, dikepalai oleh Kepala Kampung yang dibantu oleh beberapa Kepala Suku Kampung itu. Kepala Kampung dipilih oleh Penyimbang-penyimbang.

Susunan marga-marga teritorial berdasarkan keturunan kerabat tersebut diteruskan di masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952. Maka sejak tahun 1928, yang dikatakan sebagai marga adalah kesatuan dari beberapa kampung meliputi tempat-tempat kediaman kecil di daerah pertanian sekitarnya yang disebut Umbul. Marga adalah kesatuan masyarakat yang terikat berdasarkan keturunan kerabat bertali darah dan tinggal di suatu wilayah dimana dalam kehidupan sehari-hari diatur hukum adat.

f.       Pengertian Adok pada Masyarakat Adat Lampung Saibatin

Strata adat yang disimbolkan dengan nama penyimbangan atau Adok tersebut merupakan salah satu unsur falsafah hidup Pi’il Pesenggikhi dalam Bujuluk Buadok. Bujuluk diartikan sebagai nama atau gelar yang diberikan kepada seseorang yang belum menikah, sedangkan Buadok merupakan gelar yang diberikan kepada seseorang yang telah dewasa dan berumah tangga dan diresmikan melalui upacara adat. Seseorang yang memiliki gelar adat dituntut menjadi contoh teladan atau panutan bagi masyarakat di lingkungannya. Oleh karena itu ia harus bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai norma yang berlaku dan diwujudkan dalam kaidah kesusilaan, kepercayaan, sopan santun dan hukum (Hasil wawancara dengan Bapak Heri Yurizal Efendi yang bergelar Raja Mangku Alam, Sabtu, 06 Maret 2009 Pukul 09.00 di kediaman Bapak Heri Yurizal Efendi).

Pemberian Adok ditentukan melalui tahapan-tahapan yang disepakati terlebih dahulu oleh pemuka-pemuka adat dan tokoh-tokoh adat pekon. Setelah Adok yang akan diberikan disepakati melalui beberapa pertimbangan, selanjutnya Adok tersebut disampaikan kepada masyarakat melalui upacara adat tersendiri yang berarti mulai saat itu Adok tersebut sah menurut adat dan berlaku atau mulai dipakai. Bagi adat Lampung Saibati, umumnya Adok terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Adok Ngukha
Adok Ngukha adalah Adok yang diberikan saat seseorang melangsungkan pernikahan sebagai status/ kedudukannya dalam adat dan sekaligus wakil dari suatu kekerabatan serta bentuk tugas, tanggung jawab dan kewajiban terhadap para kerabatnya.

2.      Adok Tuha
Adok Tuha adalah Adok yang diberikan setelah yang bersangkutan memiliki penggantinya tersebut dan yang bersangkutan diberikan Adok sebagai penghargaan.

Pada satu kelompok kekerabatan atau seting disebut Kebandakhan, dipimpin oleh seorang Penyimbang yang mempunyai bawahan beradok Khaja, Batin, Khadin, Minak serta bawahannya, Kuakhi Khamik. Dalam hal ini pembantunya mempunyai Adok masing-masing sesuai dengan keadaan perwatakan masing-masing, kecuali Kuakhi Khamik. Oleh karena itu Adok merupakan ciri dari kebangsawanan dengan kedudukan dan fungsi tertentu dalam kekerabatnya. Dengan demikian, menempatkan Adok seseorang tidak dengan sembarangan saja. Lebih-lebih pada dua orang saudara kandung, tidak mungkin mempunyai kedudukan dan Adok yang sama. (Hasil wawancara dengan Bapak Denan yang bergelar Raden,selasa, 09 februari 2010 pukul 15.00, di kediaman Bapak Denan.)

Secara sistematis kepemimpinan kelompok kekerabatan (Kebandakhan) terbagi:
1.      Pangeran (Bandakh), pimpinan dari Dalom, Batin, Raja, Raden dan Minak. Adapun tugas-tugas pangeran adalah:
a.       Menyelasaikan persilisihan antara tetua pekon/ desa baik dalam hal adat maupun dalam hal pemerintahan dan keamanan walaupun jarang terjadi.
b.      Memberikan keputusan dalam situasi musyawarah yang tidak terdapat kesimpulan atau kemufakatan.
c.       Menentukan tata upacara kegiatan pekon/ desa terutama yang berhubungan dalam hal adat dengan pemerintah formil terutama tentang kewajiban masyarakat dalam bernegara.
d.      Menentukan besar kecilnya kewajiban para tetua pekon/ desa untuk membantu suatu pesta adat atau penyambutan tamu yang patut dihargai kehadirannya, seperti: Bupati, Gubernur atau Presiden.  
2.      Dalom, Batin, dan Karya, merupakan bawahan pangeran yang bertugas:
a.       Menyampaikan perintah Pangeran kepada kemuakhiannya (kekerabatan) dalam hal adat atau pemerintahan yang menyangkut pekon.
b.      Sebagai wakil dari kerabat di pekon/ desa masing-masing dalam musyawarah adat maupun dalam pesta adat.
c.       Membina suku-suku dibawahnya (Raja, raden dan Minak)
d.      Menyaring aspirasi dari suku-sukudi bawahnya untuk disampaikan dalam musyawarah adat.

3.      Raja, Raden dan Minak merupakan bawahan dari Dalom, Batin dan Karya yang bersifat pelaksanaan dalam suatu kekerabatannya atas hal-hal adat dan pemerintahan yang ditugaskan kepada suku-suku. Dalam teknis pelaksanaannya mereka dibantu oleh para kuakhi khamik. (Hasil wawancara dengan Bapak Heri Yurizal Efendi yang bergelar Raja Mangku Alam, Sabtu, 06 Maret 2009 Pukul 09.00 di kediaman Bapak Heri Yurizal Efendi).

Post a Comment for " Pengertian Masyarakat"