Kecakapan Intelektual (Intelectual Skill)
a. Kecakapan Intelektual (Intelectual Skill)
Branson (1998; 146) kecakapan-kecakapan intelektual dalam bidang kewarganegaraan
dan pemerintahan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kecakapan berpikir
kritis tentang isu politik tertentu, misalnya seseorang harus paham dulu
tentang isu itu, sejarahnya, relevansinya di masa kini, juga serangkaian alat
intelektual atau pertimbangan bermanfaat tertentu yang berkaitan dengan isu
itu. Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warga negara
yang berpengetahuan, efektif, dan bertanggung jawab, disebut sebagai kemampuan
berpikir kritis.
The National Standards
for Civics and Government dan The Civics Framework for 1998 National Assesment of Educational
Progress (NAEP) dalam Branson
(1998; 146) ‘membuat kategori mengenai kecakapan-kecakapan ini sebagai:
kemampuan mengidentifikasi dan membuat deskripsi; menjelaskan dan menganalisis;
dan mengevaluasi, mengambil/menentukan dan mempertahankan pendapat tentang
isu-isu public. Civic Education yang
bermutu memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang
berarti pada sesuatu yang berwujud seperti bendera,
lambang negara, lagu kebangsaan, monument nasional, atau peristiwa-peristiwa
politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan. Civic Education juga memberdayakan seseorang untuk memberi makna
atau arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud seperti nilai-nilai ideal
bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas, civil society, dan konstitusionalisme”.
Winarno (2013: 146) menambahkan bahwa “kecakapan-kecakapan intelektual lain
yang dipupuk oleh civic education
yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan
fungsi-fungsi dan proses-proses seperti check
and balance legislative atau
peninjauan ulang hukum (judicial revie1)
menunjukkan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan
kecendrungan-kecendrungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan
kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu para warga negara untuk
selalu dapat menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual
dalam pola jangka waktu yang lebih lama”.
Civic education yang bermutu berusaha mengembangkan kompetensi dalm menganalisis dan
menjelaskan. Menurut Torndike dalam Djaali (2007: 67) “Intellegence is demonstrable in ability of make good responses from the
stand point of truth of fact,” bahwa orang dianggap cerdas bila responnya
merupakan respon yang baik terhadap stimulasi yang diterimanya. Bila para warga
negara dapat menjelaskan bagaimana sesuatu seharusnya berjalan, misalnya sistem
federal Amerika, sistem hukum, atau check
and balance, maka mereka akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
mencari dan mengoreksi fungsi-fungsi yang tidak beres. Para warga negara juga
perlu memiliki kemampuan untuk menganalisa hal-hal tertentu sebagai
komponen-komponen dan konsekuensi cita-cita, proses-proses sosial, ekonomi,
atau politik, dan lembaga-lembaga. Kemampuan dalam menganalisa ini akan
memungkinkan seseorang untuk membedakan antara fakta dengan opini atau antara
cara dengan tujuan. Hal ini juga membantu warga negara dalam mengklarifikasi berbagai
macam tanggung jawab publik dengan privat, atau antara tanggung jawab para
pejabat baik yang dipilih atau diangkat warga negara biasa.
Kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah, pada dasarnya
merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir secara umum, namun mengarah
kepada kegiatan yang bersifat keilmuan dan lebih diarahkan kepada kecakapan
berpikir kritis, kreatif tentang berbagai masalah kewarganegaraan.
Branson dalam Winarno (2013; 147) dalam suatu masyarakat yang otonom, para
warga negara adalah pembuat keputusan. Oleh karena itu, mereka perlu
mengembangkan dan terus mengasah kemampuan mengevaluasi, mengambil, dan
mempertahankan pendapat. Kemampuan ini sangat penting jika nanti mereka diminta
menilai isu-isu yang ada dalam agenda publik, membuat pertimbangan tentang
isu-isu tersebut, dan mendiskusikan penilaian mereka dengan orang lain dalam
masalah privat dan publik.
Branson (1999: 15-16) mengemukakan berikut ini adalah kata-kata yang biasa
digunakan untuk mengidentifikasikan kecakapan intelektual:
Kemampuan intelektual: kata-kata berikut ini sering digunakan untuk
mengidentifikasi kemampuan intelektual:
a. Mengidentifikasi: untuk mengenali dengan jelas sesuatu yang masih samar
yaitu seseorang harus mampu (1) membedakannya dengan yang lain,(2)
mengklasifikasikannya dengan sesuatu yang lain yang memiliki kesamaan,(3)
menentukan asal-usulnya.
b. Mendeskripsikan: untuk mendeskripsikan objek, proses, institusi, fungsi,
tujuan, alat dan kualitas yang jelas maupun yang samar.Agar dapat mendeskripsikan,
seseorang memerlukan laporan tertulis atau verbal tentang karakteristiknya.
c. Menjelaskan: untuk mengidentifikasikan, mendeskripsikan, mengklarifikasi,
atau menerjemahkan sesuatu, seseorang dapat menjelaskan (1) sebab-sebab suatu
peristiwa (2) makna dan pentingnya suatu peristiwa atau ide.
d. Mengevaluasi posisi: untuk menggunakan kriteria atau standar guna membuat
keputusan mengenai (1) kekuatan dan kelemahan posisi suatu isu tertentu, (2)
tujuan yang dikedepankan posisi itu, atau (3) alat yang dipakai untuk mencapai
tujuan itu.
e. Mengambil sikap/posisi: untuk menggunakan kriteria atau standar guna
mencapai suatu posisi seseorang dapat mendorong (1) memilih dari berbagai
alternatif pilihan, atau (2) membuat pilihan baru.
f. Membela posisi: untuk (1) mengemukakan argmen atas sikap yang diambil dan
(2) merespon argumentasi yang tidak disepakati.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai kecakapan intelektual bahwa untuk
memahami unsur-unsur dari kecakapan intelektual dapat kita ketahui dari
kata-kata mengidentifikasi, mendeskripsikan, menjelaskan, mengevaluasi,
mengambil sikap/posisi, dan membela posisi. Dari kata-kata tersebut makan kita
dapat memahami mengenai inti dari kecakapan intelektual tersebut.
b. Kecakapan Partisipatoris
(Participatory Skill)
Di samping mensaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan
untuk warga negara dalam masyarakat demokratis harus difokuskan pada
kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi yang bertanggung
jawab, efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tadi itu, dapat dikategorikan
sebagai interaksi (interacting),
memonitoring (monitoring), dan
mempengaruhi (influencing). Interaksi
berkaitan dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan
bekerjasama dengan orang lain.
Berinteraksi adalah menjadi tanggapan terhadap warga negara yang lain.
Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian
juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan
jujur. Memonitor proses politik dan pemerintahan mengisyaratkan pada kemampuan
yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan
pemerintahan. Monitoring juga berarti
fungsi pengawasan atau watchdog warga
negara. Akhirnya, kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi,
mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses poltik dan pemerintahan, baik
proses-prose formal maupun informal dalam masyarakat. (Udin dan Dasim 2012; 203)
Sangat penting membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan
terus berlanjut selama masa sekolah. Murid yang paling muda, dapat belajar dan
berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengumpulkan
informasi, bertukar pikiran, dan menyusun rencana-rencana tindakan sesuai
dengan taraf kedewasaan mereka. Mereka dapat belajar untuk menyimak dengan penuh
perhatian, bertanya secara efektif, dan mengelola konflik melalui mediasi,
kompromi, atau menjalin konsensus.
Murid-murid yang lebih senior dapat seyogyanya mengembangkan
kecakapan-kecakapan memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik. Mereka
hendaknya belajar bagaimana meneliti isi-isu publik dengan menggunakan
perangkat-perangkat elektronik, perpustakaan, telpon, kontak personal, dan
media. Menghadiri pertemuan-pertemuan publik mulai dari dewan pelajar sampai
dewan sekolah, dewan kota, komisi daerah, dan dengar pendapat dengan anggota
legislatif, sebaiknya juga menjadi bagian pengalaman pendidikan siswa tingkat
sekolah menengah atas. Observasi ke pengadilan-pengadilan dan mempelajari tata
kerja sistem peninjauan ulang hukum (judicial
review) juga hendaknya merupakan bagian tak terpisahkan dari civic education mereka.
Kendati demikian, pengamatan itu sendiri tidaklah memadai, murid-murid
tidak hanya perlu dipersiapkan untuk pengalaman-pengalaman seperti itu, yang
mereka butuhkan adalah peluang-peluang yang terencana dan terstruktur dengan
baik agar dapat mereflesikan pengalaman-pengalaman mereka tadi di bawah
bimbingan para pembina yang cakap dan pandai. (Udin dan Dasim 2012; 203)
Jika menghendaki agar warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan
poltik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah jam terbang mereka dalam
kecakapan-kecakpan partisipatoris itu. Voting tentu merupakan alat yang paling
penting dalam rangka mempengaruhi; tetapi ia bukanlah satu-satunya cara. Warga
negara perlu belajar menggunakan cara-cara lain.
Dalam kaitan ini Branson dalam Winarno (2013: 149) menjelaskan sebagai
berikut.
“Voting certainly is an important
means of excerting influence; but it is not the only means. Citizens also need
to learn to use such means as petitioning, speaking, or testifying before
public bodies, joining ad-hoc advocacy groups, and forming coalitions.”
Berdasarkan pendapat di atas mengenai voting bahwa selain voting cara lain
yang dapat dipergunakan warga negara untuk mempengaruhi kehidupan politik
sebagaimana yang dikemukakan Branson, juga warga negara bisa mempelajari
tentang mengajukan petisi, berbicara/pidato untuk menunjukkan kebolehan di
depan para anggota badan-badan publik, bergabung dengan kelompok-kelompok
advokasi dan membentuk koalisi-koalisi. Sebagaimana halnya kecakapan-kecakapan
interaksi dan memonitor, kecakapan mempengaruhi seyogyanya mampu untuk
dikembangkan secara sistematik.
Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik
langusng maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi
secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan
politik, makan regulasi birokrasi harus diminimalisasi.
Branson (1998: 15-16) mengemukakan mengenai kata-kata untuk lebih memahami
mengenai kecakapan intelektual. Berikut ini adalah kata-kata yang biasa
digunakan untuk mengidentifikasi kecakapan partisipatoris:
Kemampuan partisipatoris:
a. Kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan dan keputusan dengan bekerjasama
dengan yang lain.
b. Memaparkan dengan gamblang suatu masalah yang penting sehingga membuatnya
diketahui oleh para pembuat kebijakan dan keputusan.
c. Membangun koalisi, negosiasi, kompromi, dan mencari konsensus.
d. Mengelola konflik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mengenai kecakapan
partisipatoris dilihat dari bagaimana kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan
dan mengambil keputusan melalui kerjasama dengan pihak lain, mampu memberikan
penjelasan sehingga suatu masalah yang dipaparkan dapat diketahui oleh pembuat
kebijakan keputusan, kemudian mampu mengelola konflik dimanapun individu
tersebut berada.
Post a Comment for " Kecakapan Intelektual (Intelectual Skill)"