Dinamika Kelompok-Kelompok Sosial
a.
Dinamika
Kelompok-Kelompok Sosial
Kelompok-kelompok
sosial bukan merupakan kelompok-kelompok yang statis; setiap kelompok-kelompok
sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Untuk meneliti gejala
tersebut, perlu ditelaah lebih lanjut perihal dinamika kelompok-kelompok sosial
tersebut. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada
kelompok-kelompok sosial lainnya, atau dengan lain perkataan, strukturnya tidak
mengalami perubahan-perubahan yang menyolok. Ada pula kelompok-kelompok sosial
yang mengalami perubahan-perubahan yang cepat, walaupun tidak ada
pengaruh-pengaruh dari luar. Akan tetapi pada umumnya, kelompok-kelompok sosial
mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi
dari pola-pola di dalam kelompok tersebut, karena pengaruh dari luar.
Keadaan
yang tidak stabil dalam dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antara
individu-individu dalam kelompok tersebut atau karena adanya konflik antara
bagian-bagian kelompok tersebut sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu sendiri. Ada bagian atau segolongan
dalam kelompok itu yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan golongan
lainnya; ada kepentingan yang tidak seimbang, sehingga timbul ketidak-adilan;
ada pula perbedaan faham tentang cara-cara memenuhi tujuan kelompok tersebut
dan lain sebagainya; kesemuanya itu mengakibatkan perpecahan di dalam kelompok
tadi, sehingga timbulah perubahan dalam strukturnya. Timbulnya struktur yang
baru tadi, pada akhirnya juga bertujuan untuk mencapai keadaan yang stabil (di
kemudian hari). Tercapainya keadaan stabil tersebut sedikit banyaknya juga
tergantung pada faktor kepemimpinan dan ideologi yang dengan berubahnya
struktur, mungkin juga mengalami perubahan-perubahan. Kadang-kadang konflik
dalam kelompok sosial tersebut dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan, misalnya
dengan mengadakan “kambing-hitam” (scapegoating)
atau apabila, umpamanya, kelompok tersebut menghadapi musuh bersama dari luar.
Berubahnya
struktur kelompok sosial, dapat terjadi karena sebab-sebab dari luar.
Pertama-tama perlu diuraikan mengenai perubahan yang disebabkan karena
perubahan-perubahan situasi. Situasi yang dimaksudkan di sini adalah keadaan di
mana kelompok tadi hidup. Perubahan-perubahan pada situasi yang bersangkutan
dapat pula merubah struktur kelompok sosial tadi. Ancaman-ancaman dari luar,
misalnya, seringkali merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan
struktur kelompok sosial. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar
memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keinginan untuk mementingkan
diri sendiri dari anggota-anggota kelompok sosial yang bersangkutan.
Sebab
yang kedua adalah karena pergantian anggota-anggota kelompok-kelompok.
Pergantian anggota-anggota sesuatu kelompok sosial tidak perlu membawa
perubahan struktur kelompok tersebut. Umpamanya personalia suatu pasukan.
Angkatan bersenjata ada yang sering mengalami pergantian, yang tidak selalu
mengakibatkan perubahan strukturnya secara keseluruhan. Akan tetapi ada pula
kelompok-kelompok sosial yang mengalami kegoncangan-kegoncangan apabila
ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi kalau anggota yang bersangkutan
mempunyai kedudukan penting, misalnya, dalam suatu keluarga.
Lain
sebab, yaitu sebab yang ketiga, adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam
situasi sosial dan ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan
bersatu untuk menghadapinya, walupun anggota-anggota keluarga tersebut
mempunyai agama ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.
Di
dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonisme antar kelompok. Apabila
terjadi peristiwa tersebut, maka secara hipotesis prosesnya adalah, sebagai
berikut :
- Bila
dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip,
- Kontak
antara kedua kelompok yang bermusuhan, tidak akan mengurangi sikap tindak
bermusuhan tersebut,
- Tujuan
yang harus dicapai dengan kerjasama, akan dapat menetralisirkan sikap
tindak bermusuhan,
- Di
dalam kerjasama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi
positif.
Suatu
konflik antar kelompok mungkin terjadi karena persaingan untuk mendapatkan mata
pencaharian hidup yang sama, atau terjadi pemaksaan unsur-unsur kebudayaan
tertentu. Disamping itu mungkin ada pemaksaan agama, dominasi politik atau
adanya konflik tradisionil yang terpendam. Suatu contoh adalah hubungan antara
mayoritas dan minoritas, dimana reaksi golongan minoritas adalah mungkin dalam
bentuk sikap tindak menerima, agresif, menghindari atau asimilasi.
Masalah
dinamika kelompok, juga menyangkut gerak atau perilaku kolektif. Gejala
tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa dan beraksi dari suatu kolektiva
yang serta merta dan tidak terstruktur. Sebab-sebab suatu kolektiva menjadi
agresif adalah, antara lain :
- Frustasi
selama jangka waktu yang lama,
- Tersinggung,
- Dirugikan,
- Ada ancaman
dari luar,
- Diperlakukan
tidak adil,
- Terkena
pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif.
(soerjono soekanto (2012 : 157 – 15)
b.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial budaya
Adapun
sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi pada suatu faktor mungkin karena ada
faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti dari faktor yang
lama itu. Mungkin juga masyarakat mengadakan perubahan itu karena terpaksa
untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami
perubahan terlebih dahulu.
Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut sumbernya mungkin ada yang
terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar
masyarakat itu, yaitu yang datangnya sebagai pengaruh dari masyarakat lain,
atau dari alam sekitarnya. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu
sendiri adalah antara lain :
1.
Bertambah
atau berkurangnya penduduk. Bertambahnya penduduk
yang sangat cepat di pulau Jawa, menyebabkan trjadinya perubahan dalam struktur
masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Lembaga
sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan-perubahan; orang mengenal hak
milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan
selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal.
Berkurangnya
penduduk mungkin disebabkan karena berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau
dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan penduduk
tersebut mungkin mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam bidang pembagian
kerja, stratifikasi sosial dan selanjutnya, yang mempengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Perpindahan penduduk atau migrasi telah berlangsung
beratus-ratus ribu tahun lamanya di dunia ini. Hal itu adalah sejajar dengan
bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat yang mata
pencahariannya yang utama adalah berburu, perpindahan sering dilakukan, hal
mana tergantung dari persediaan hewan-hewan barunya. Apabila hewan-hewan
tersebut habis, maka akan berpindah ke tempat-tempat lainnya.
2.
Penemuan-penemuan
baru. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang
besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, adalah
inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur
kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat, dan cara-cara
unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya
perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery atau invention.
Dicovery adalah
penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa suatu alat
baru, ataupun yang berupa suatu ide yang baru, yang diciptakan oleh seorang
individu atau suatu ramgkaian ciptaan-ciptaan dari individu-individu dalam
masyarakat yang bersangkutan. Adapun discovery
tadi baru menjadi invention kalau
masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu.
Seringkali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan tidak hanya
satu indvidu, yaitu si pencipta saja, akan tetapi suatu rangkaian dari
pencipta-pencipta.
3.
Pertentangan
( conflict ) dalam masyarakat mungkin pula menjadi
sebab daripada terjadinya perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan.
Pertentangan-pertentangan tersebut mungkin terjadi antara orang perorangan dengan
kelompoknya atau pertentangan antar kelompok-kelompok.
Masyarakat-masyarakat
tradisionil di indonesia, pada umumnya bersifat kolektif. Segala kegiatan
didasarkan pada kepentingan masyarakat: kepentingan individu walaupun diakui,
mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan
individu dengan kepentingan kelompoknya tersebut,yang dalam hal-hal tertentu
dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Misalnya di kalangan orang-orang batak
yang sistem kekeluargaannya adalah patrilineal murni. Terdapat adat-istiadat
bahwa apabila suami meninggal, maka keturunannya berada dibawah kekuasaan
keluarga almarhum. Dengan terjadinya proses individualisasi terutama pada
orang-orang batak yang pergi merantau, kemudian terjadi penyimpangan, yaitu
bhawa anak-anak tetap tinggal pada ibunya, walaupun hubungan antara si ibu
dengan keluarga almarhum suaminya telah putus, karena meninggalnya suami.
Keadaan tersebut membawa perubahan besar pada peranan keluarga batih dan juga
pada kedudukan wanita, yang selama dianggap tidak mempunyai hak apa-apa apabila
dibandingkan dengan lelaki.
Pertentangan
antar kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda.
Pertentangan-pertentangan demikian itu seringkali terjadi, apalagi pada
masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisionil ke tahap
modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah untuk
menerima unsur-unnsur kebudayaan asing yang dalam beberapa hal mempunyai yang
lebih tinggi. Keadaan tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahan tertentu
dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara wanita dengan
laki-laki, kedudukan wanita yang sederajat dengan laki-laki di dalam masyarakat
dan lain-lainnya.
4.
Terjadinya
pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh masyarakat itu sendiri
Suatu
perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang
berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Sebab-sebab yang berasal dari luar
masyarakat tersebut antara lain adalah :
a. Sebab-sebab
yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia.
Terjadinya gempa bumi, angin topan,
banjir besar dan lain-lain mungkin menyebabkan bahwa masyarakat-masyarakat yang
mendiami daerah tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila
masyarakat tersebut mendiami tempat tinggalnya yang bar, maka mereka harus
menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal
tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatannya. Suatu masyarakat yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian
meninggalkan tempat tinggalnya karena tempat tersebut dilanda banjir besar.
Mereka kemudian menetap di suatu daerah yang memungkinkan mereka untuk bertani.
Hal ini mengakibatkan perubahan-perubahan dalam diri masyarakat tadi, misalnya
timbul lembaga kemasyarakatan baru yaitu pertanian dan selanjutnya.
Kadang-kadang, sebab-sebab yang
bersumber pad lingkungan alam fisik, disebabkan oleh tindakan-tindakan dari
warga masyarakat itu sendiri. Misalnya karena penggunaan tanah sevcara
besar-besaran tanpa memperhitungkan lapisan-lapisan humus tanah tersebut;
penebangan hutan-hutan yang menyebabkan banjir; hal-hal tersebut dapat
mengakibatkan bahwa masyarakat yang bersangkutan terpaksa meninggalkan tempat
tinggalnya untuk menetap di wilayah yang lain.
b. Peperangan
Peperangan dengan negara lain dapat pula
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan, oleh karena biasanya negara yang
menang akan memaksakan negara yang takluk, untuk menerima kebudayaannya yang
dianggap sebagai kebudayaan yang lebih tinggi tarafnya.
c. Pengaruh
kebudayaan masyarakat lain
Apabila sebab-sebab perubahan tersebut
bersumber pada masyarakat lain, maka perubahan tersebut mungkin terjadi karena
kebudayaan dari masyarakat yang lain, melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang
dilakukan sevara fisik antara dua masyarakat, mempunyai keccenderungan untuk
menimbulkan pengaruh timbal-balik, artinya masing-masing masyarakat
mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima pengaruh dari masyarakat
yang lain itu.
c.
Budaya Pamrih
Secara harfiah menurut E.
B. Taylor dalam Soerjono Soekanto (2006: 150) budaya pamrih memiliki pengertian berkenaan dengan
sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem
sosial ini terdiri dari
aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu
dengan yang lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke
tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sebagi rangkaian aktifitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu
bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, dapat di observasi, di foto,
dan di dokumentasi.
Manusia memiliki keinginan, sesuatu
yang ia harapkan dapat tercapai. Keinginan manusia itu kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama
adalah cita - cita, dan yang kedua adalah pamrih. Cita – cita adalah keinginan
manusia yang ia harapkan dapat ia capai dari dirinya sendiri. Sementara pamrih adalah
keinginan manusia yang ia capai dari orang lain.
Begitu banyak
orang yang selalu mengharap hasil yang akan diterima, sebelum bersedia
melakukan suatu pekerjaan. Kebanyakan mereka tidak mau bertindak sebelum jelas
hasilnya. Cara berpikir ini telah tertanam begitu dalam, hampir-hampir menjadi
budaya yang kuat dan mengikat. Itulah Budaya Pamrih. Budaya itu terus diajarkan
turun temurun oleh orang tua kepada anaknya.
Sekarang ini, semakin banyak orang yang selalu
mengharapkan hasilnya sebelum melakukan pekerjaannya. Dan kebiasaan untuk tidak
mau melakukan sesuatu tanpa mengetahui dulu apa yang akan didapatkannya nanti
sebagai imbalan. Itulah Budaya Pamrih. Sebuah budaya yang bisa menumbuhkan dan
meningkatkan sifat materialistis dan kecenderungan menjadi hedonis. Manusia
akan cenderung berfikir jangka pendek, memiliki orientasi yang pendek, tidak
pernah melihat misi, dan cenderung memiliki visi yang pendek pula. Sebuah
budaya yang menjadikan mata hati manusia menjadi buta, yang akibatnya, manusia
tidak lagi mendahulukan sikap memberi tetapi lebih memfokuskan diri untuk
selalu siap menerima. Tangan di atas tidak lagi menjadi lebih baik dibandingkan
dengan tangan di bawah.
Post a Comment for " Dinamika Kelompok-Kelompok Sosial "