Batasan Ilmu Pengetahuan IPS
1.
Batasan
Ilmu Pengetahuan IPS
Istilah IPS adalah terjemahan atau
adaptasi dalam Bahasa Indonesia dari istilah Bahasa Inggris “Social Studies” sebagai mata pelajaran
mulai dari jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Beberapa penulis menggunakan
istilah studi sosial, pengajaran ilmu-ilmu sosial atau istilah pendidikan ilmu
sosial sebagai padanan bagi istilah yang lebih populer yakni Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS). Di Indonesia istilah IPS mulai muncul pada tahun 1975/1976 yakni
sebuah label untuk mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi dan pelajaran
sosial lainnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu merupakan
suatu program pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk pendidikan (Suwarna, 1991:
50).
Dalam pendidikan dasar (SD), IPS
muncul sebagai suatu mata pelajaran yang disebut ilmu pengetahuan sosial, untuk
tingkat SMP muncul sebagai mata pelajaran yang dalam penyajiannya terdiri dari
sub-pelajaran Geografi, Ekonomi dan Sejarah. Sedangkan untuk untuk program
pendidikan SMA istilah IPS sebagai suatu program studi yang digunakan bagi
kelompok ilmu-ilmu sosial yang di dalamnnya terdiri dari mata pelajaran
Sejarah, Geografi, Ekonomi dan Akuntansi, Sosiologi, Antropologi,
Kwarganegaraan masing-masing secara terpisah.
Gagasan tentang IPS sebagai kajian
akademik (disiplin ilmu) pertama kali dilontarkan oleh Nu’man Sumantri (pakar
IPS Universitas Pendidikan yang pertama di Indonesia). Gagasannya yaitu:
Pendidikan IPS membawa implikasi bahwa IPS memiliki kekhasan dibandingkan
dengan pendidikan disiplin ilmu lain, yakni kajian bersifat terpadu (integrated) pemecahan yang menyeluruh, interdiscipliner(memahami ilmu lain),
multidimensional(komplek), dan bahkan cross
disipliner(bantauan atau pembanding ilmu lain).
Menurut Somantri dalam Pargito (2010:
24) definisi IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan disiplin ilmu
sosial sebagai berikut:
Pendidikan
disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin yang menyeleksi konsep,
generalisasi dan teori dari struktur disiplin ilmu tertentu dan disiplin
pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-psikologis untuk
tujuan pendidikan. Pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial adalah seleksi
dari struktur akademik ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah-psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
yang berdasarkan pancasila dan UU Sisdiknas.
Banyak definisi ilmu sosial yang
dikemukakan oleh para ahli, namun pada umumnya definisi-definisi yang ada
menunjukkan pengertian pengetahuan sosial sebagai program pendidikan atau
bidang studi dalam kurikulum sekolah yang mempelajari kehidupan dalam
masyarakat serta interaksi antar manusia dengan lingkungannya(fisik dan
sosial). Isi atau materi pengetahuan sosial diambil dari bagian-bagian
pengetahuan atau konsep-konsep ilmu sosial (social
sciences) yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan usia siswa. Dengan
demikian ilmu-ilmu sosial merupakan sumber materi pengetahuan sosial.
Pengetahuan sosial juga mengandung
komponen keterampilan-keterampilan dasar yang terdiri dari keterampilan
berpikir/intelektual, keterampilan melakukan penyelidikan/inkuiri, keterampilan
studi/akademik dan keterampilan sosial guna tercapainya tujuan pembelajaran
pengetahuan sosial itu sendiri. Jadi IPS ini berinduk kepada ilmu sosial dengan
pengertian bahwa teori-konsep-prinsip yang diterapkan pada IPS adalah teori –
konsep – prinsip yang ada berlaku pada ilmu dan sosial. Ilmu sosial dengan
bidang keilmuannya digunakan untuk melakukan pendekatan analisa dan menyusun
alternatif pemecahan permasalahan sosial yang dilaksanakan pada pengkajian IPS.
2.
Hakikat
Pendidikan IPS
Menurut Pargito (2010: 50)
Pendidikan IPS disekolah adalah:
Merupakan
mata pelajaran atau bidang kajian yang menundukkan konsep dasar berbagai ilmu
sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan pertimbangan psikologis,
serta kebermaknaannya bagi siswa dalam kehidupannya mulai dari tingkat SD
sampai dengan SMA, atau membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk dapat
melanjutkan yang lebih tinggi lagi, khususnya dalam bidang ilmu sosial di
perguruan tinggi. Pendidikan IPS (social
studies) bukanlah suatu program pendidikan disiplin ilmu tetapi adalah
suatu kajian tentang masalah-masalah sosial yang dikemas sedemikian rupa dengan
mempertimbangkan faktor psikologis, perkembangan peserta didik dan beban waktu
kurikuler untuk program pendidikan.
Perlu diketahui bahwa program
pendidikan ditingkat sekolah tidak harus merupakan pendidikan disiplin ilmu (disipliner), tetapi
dapat secara interdisipliner, hal ini mengingat pendidikan di tingkat sekolah
adalah mempersiapkan siswa untuk terjun di masyarakat atau melanjutkan ke
pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu program pendidikan IPS disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik di tingkat sekolah dan hakekat ilmu pengetahuan
itu sendiri yang tidak berdiri sendiri (saling terkait), serta keterbatasan
kurikulum atau waktu di tingkat sekolah atau disesuaikan kepentingan politik
suatu bangsa. Untuk itu program pendidikan di tingkat sekolah tidak dalam
bentuk disiplin ilmu atau bidang studi tetapi mata pelajaran, dan pada
pendidikan yang lebih tinggi menjadi rumpun jurusan atau program studi. Oleh
karena itu, pendidikan IPS disekolah harus memperhatikan tingkat perkembangan
siswa dan kebutuhan siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA yang masih bersifat
holistik dan integrated. Disamping
itu bahwa keterbatasan waktu secara kurikuler juga tidak memungkinkan semua
disiplin ilmu diajarkan di tingkat sekolah.
Pendidikan IPS di sekolah diajarkan
mulai tingkat SD sampai dengan SMA program pembelajaran IPS dilakukan secara
terpadu, mulai dari terpadu penuh hingga semi terpadu (interkoneksi), makin tinggi tingkat pendidikannya makin longgar
keterpaduannya, hal ini sesuai dengan hakikat perkembangan psikologis manusia
dari yang bersifat holistik hingga spesifik. Pendidikan terpadu, yaitu
dilakukan dengan mengaitkan bahan, kompetensi, dan kajiannya baik secara
interdisipliner, antar disipliner, maupun mereduksi disiplin ilmu-ilmu sosial
sebagai program pendidikan di tingkat sekolah.
3.
Tujuan
Pendidikan IPS
Menurut Pargito (2010) Tujuan
pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan
pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan
institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya pencapaian tujuan
institusional ini secara praktis dujabarkan dalam tujuan kurikuler atau tujuan
mata pelajaran pada setiap bidang studi dalam kurikulum, termasuk bidang studi
IPS. Akhirnya tujuan kurikuler secara
praktis operasional dijabarkan dalam instruksional atau tujuan pembelajaran.
Sub bahasan ini dibatasi pada uraian tujuan kurikuler bidang studi IPS. Tujuan
kurikuler IPS yang harus dicapai
sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
1)
Membekali peserta didik
dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
2)
Membekali peserta didik
dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif
pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
3)
Membekali peserta didik
dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan
berbagai bidang keilmuan serta berbagi keahlian.
4)
Membekali peserta didik
dengan kesadaran, sikaf mental yang positif, dan keterampilan terhadap
lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan.
5)
Membekali peserta didik
dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan
perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan
teknologi.
Kelima tujuan di
atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di berbagai lembaga
pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai dengan jenis dan
jenjang pendidikan yang di laksanakan.
4. Model Pembelajaran
IPS
Dalam pendidikan ilmu-ilmu sosial
model yang demikian dikenal dengan nama expanding community approach (pendekatan komunitas yang meluas). Dalam bentuk aslinya,
Paul Hanna dalam Nana Supriyatna (1996) tokoh yang mengembangkan model ini,
menggunakan pendekatan komunitas yang meluas untuk pendidikan yang bukan
bersifat pendidikan disiplin ilmu. Paul Hanna melaporkan mengenai model ini
pada tahun 1963 dalam jurnal Social
Education dan model tersebut digunakan untuk pendidikan sosial yang
mempersiapkan siswa terutama untuk berkiprah dalam masyarakat sebagai anggota
biasa suatu masyarakat dan bukan sebagai calon untuk dididik sebagai ilmuwan
atau tenaga kerja tingkat perguruan tinggi.
Siswa (the
child) adalah pusat dari semua proses belajar dan bukan disiplin ilmu.
Pembahasan mengenai materi pendidikan atas pusat ini. Tema-tema yang dianggap
penting oleh Hanna dalam Nana Supriyatna (1996) adalah tema yang dikembangkan
dari kehidupan masyarakat dan bukan dari disiplin ilmu walaupun ada persamaan
dengan konsep-konsep dalam disiplin ilmu seperti transportasi dan konversi.
Keseluruhannya ada sembilan tema yang dirumuskan dalam bentuk aktivitas dan
tidak menggunakan kata benda yang umum. Kesembilan tema itu adalah proses pendidikan (educating),
penyediaan rekreasi (providing recreation), perlindungan dan
pengkonversian (protecting and preserving), pengorganisasian dan pemerintahan (organizing and governing), menyatakan
keindahan dan semangat keagamaan (expressing
aesthetic and religius impulses), penciptaan alat-alat dan teknik-teknik
baru (creating new tools and techniques),
pentransportasian (transporting),
berkomunikasi (communication),
memproduksi, penukaran, dan pengkonsumsian
(producing, exchanging, and
consuming).
Siswa belajar mengenai kesembilan
tema itu dari lingkungan terdekat dengan dirinya kemudian berkembang ke
komunitas keluarga (family community); sekolah (school
community), tetangga (neighbourhood community);
lingkungan/desa, kecamatan, kotamadya/kabupaten
(local, country, and metropolitan
community); propinsi (state); wilayah propinsi (region
of states community/ dapat disebut dengan pulau ataupun wilayah waktu untuk
situasi di Indonesia); nasional (national community) dan dunia (world community).Untuk memanfaatkan
model Hanna ini bagi pendidikan ilmu-ilmu social beberapa perlu dilakukan,
terutama dengan menghilangkan salah satu komponen sekuensinya. Unsur sekuensi
Hanna yang tidak sesuai dengan karakteristik pendidikan disiplin ilmu adalah
tema kehidupan yang digunakannya. Oleh karena itu perbaikan terhadap model
Hanna dengan menghilangkan kesembilan bidang kehidupan tersebut. Sebagai
gantinya, digunakan konsep atau topik yang dikembangkan dari disiplin ilmu.
Post a Comment for "Batasan Ilmu Pengetahuan IPS"