Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
2.1.8   Konsep Perubahan Sosial Budaya
Perubahan sosial budaya mengandung pengertian yaitu perubahan sosial (social change) dan perubahan budaya (cultural change).  Perubahan sosial budaya dapat diartikan sebagai perubahan- perubahan yang menyangkut berbagai segi dalam kehidupan manusia dalam hubunganya dengan manusia lainya dan berbagai segi dari budhi manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat tersebut.  Hidup bersama dapat diartikan sebagai hidup dalam pergaulan.  Menurut Selo Soemarjan, perubahan sosial itu merupakan suatu prosea yang berkembang dari pranata-pranata sosial.  Perubahan tersebut akan mempengaruhi sistem sosial termasuk perubahan pada sistim nilai sosial, adat, sikap dan pola prilaku kelompok didalam masyarakat yang bersangkutan. Pemahaman mengenai perubahan sosial budaya adalah sebagai berikut:
1)     Perubahan sosial budaya merupakan fenomena yang integral dalam setiap masyarakat
2)     Gejolak atau konflik-konflik merupakan gejala yang integral didalam setiap kelompok masyarakat
3)     Setiap komponen  suatu masyarakat berkontribusi terhadap proses disintegrasi dan perubahan masyarakat yang bersangkutan
4)     Penguasaan dan dominasi dari sekelompok orang terhadap kelompok-kelompok lainya menghasilkan suatu masyarakat yang terintegrasi.
       (Bahrein T. Sugihen 1966 :561)

Sedangkan menurut Astrid (1983 : 157)  menyatakan bahwa banyak penyebab terjadinya perubahan sosial masyarakat dan kebudayaan, yaitu antara lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan transportasi, urbanisasi dan adanya tuntutan manusia itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa yang menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial budaya adalah disebabkan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.  Adanya kemajuan dibidang perhubungan dan lalu lintas antar daerah, adanya migrasi penduduk oleh karena adanya tuntutan dari manusia itu sendiri.

2.1.9   Masyarakat Multi-culture
Salah satu satuan sosial, sistem sosial, atau kesatuan hidup manusia yang paling lumrah ditulis atau dilisankan baik dalam kasus ilmiah maupun kasus bahasa keseharian adalah masyarakat. Beberapa orang sarjana telah memberikan definisi mengenai masyarakat seperti misalnya:
a)      Mac Iver dan Page yang menyatakan bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari kebiasaan dan tata  cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan dan tingkah kaku serta kebebasan- kebebasan manusia.  Keseluruhan yang selalu berubah ini kita namakan masyarakat (Abdul Syani 1987 :21)
b)      Selo Soemarjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan (Soekamto 1998:26-27)
c)      Ralph Linton menyatakan bahwa masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap bahwa diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas- batas yang dirumuskan dengan jelas.
d)     Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1986 :141)

Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, akan tetapi pada dasarnya intinya sama yaitu masyarakat yang mencakup beberapa unsur yaitu:
a)      Manusia yang hidup bersama
b)      Bercampur untuk waktu yang lama
c)      Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan
d)     Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.  Sistem hidup kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompak merasa dirinya satu dengan lainya.

Selain itu masyarakat memiliki komponen yaitu:
a)      Populasi dengan aspek-aspek genetik dan demografik
b)      Kebudayaan sebagai produk dari aktivitas cipta, rasa, karsa dan karya manusia.  Isi dari kebudayaan itu sendiri meliputi beberapa sistem nilai yaitu siostem peralatan (teknologi), ekonomi, organisasi, ilmu pengetahuan, kesenian, kepercayaan dan sistem bahasa

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan-kumpulan individu yang telah lama hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama, dan ada satui faktor yang penting dalam pembentukan suatu masyarakat dari kelompok individu yaitu faktor waktu. Sebab waktu inilah yang memberikan kepada individu untuk bekerjasama dan memerlukan pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik dengan menemukan teknik untuk hidup bersama

Sedangkan konsep Multi-etnik berasal dari kata multi dan etnik.  Menurut Poerwadarminta (1991:597) multi itu berarti banyak atau lebih dari satu, lebih dari dua.  Etnik itu sendiri bertalian dengan sekelompok manusia yang memiliki persamaan nenek moyang, identifikasi oleh diri sendiri dan orang lain serta memiliki persamaan kebudayaan.  Menurut Kreimers (1987: 320) “Istilah etnik menunjukkan pada keanekaragaman manusia dalam suatu kelompok dengan sifat-sifat yang merupakan warisan leluhurnya”. Secara keseluruhan kelompok manusia ini merasa berasal dari suatu tempat kelahiran yang pemulanya sama, mereka merasa terikat pada norma-norma yang telah membudaya yang tidak mungkin ditinggalkan sifat-sifat dan keistimewaan-keistimewaan ini didasarkan sebagai pembatas dari bagian-bagian manusia lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat multi-etntik terdiri dari dua atau banyak  kelompok etnik yang hidup bersama dalam suatu wilayah yang masing-masing menunjukan perbedaan dengan kelompok etnik lain.

Dimensi-dimensi dalam etnik
a)      Persamaan nenek moyang
Umumnya anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki asal usul nenek moyang yang sama.  Kelompok etnik adalah suatu individu yang dilihat oleh orang lain sebagai milik kategori tertentu disebabkan oleh orang nenek moyang yang sama.
b)      Indentifikasi oleh diri sendiri dan orang lain
Selain persamaan nenek moyang, adanya anggapan baik oleh diri sendiri atau oleh orang lain menganggap mereka sebagai anggota atau milik diri suatu kelompok etnik, ini menimbulkan perasaan bahwa mereka berbeda-beda dan menjadi pembatas mereka dengan etnik lainya.  Walaupun ada persamaan nenek moyang tanpa adanya identifikasi atau definisi diri sendiri atau orang lain sebagai anggota suatu kelompok etnik maka tidak akan ada kesukuan yang tetap eksis walaupun pada kenyataanya memiliki nenek moyang yang sama.  Perasaan kesukuan tersebut tidak timbul dengan sendirinya tetapi melalui pembelajaran sosial.
c)      Persamaan nilai budaya
Dari berbagai definisi diatas dapat ditangkap adanya persamaan nilai-nilai budaya yang berlaku dan dianut oleh anggota-anggota suatu kelompok etnik. Menurut Koentjaraningrat (Saadilah 1997:27) mengatakan bahwa nilai budaya dapat berfungsi sebagai pedoman hidup manusia di dalam masyarakat.  Nilai-nilai tersebut menjiwai semua pedoman hidup manusia dalam tingkah laku  warga kebudayaan yang bersangkutan, pedoman tingkah laku itu berupa: adat istiadat, sistem norma, etika moral, sopan santun, pandangan hidup, idiologi pribadi, idiologi nasional dan lainya.  Dalam suatu kelompok etnik berlaku nilai budaya etnik lain.  Perbedaan nilai-nilai budaya yang dianut menimbulkan variasi tingkah laku dari anggota masing-masing kelompok etnik.

2.2 Penelitian yang Relevan
Studi atau hasil penelitian ilmiah  yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.         Skripsi Melani Pratiwi (2008), dengan judul “Deskripsi tentang kehidupan sosial budaya pada masyarakat multi-etnik di desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Tahun 2008”, yang menyatakan bahwa Keragaman budaya, tradisi, dan karakter vtiap-tiap etnik menimbulkan perbedaan pola tingkah laku terutama dalam kehidupan social budaya.  Etnik pendatang dan etnik asli berperan dalam kehidupan social budaya di Desa bernung karena mereka membaur dan adanya hubungan timbale balik antar etnik-etnik tersebut sehingga dapat digambarkan adanya perubahan dalam kehidupan social budaya. Pada masyarakat multi-etnik di desa bernung, antara etnik asli dan etnik pendatang  digambarkan membawa dampak atau perubahan dalam berbagai hal terutama dalam social budaya karena mereka membaur dan melakukan timbal balik antar kelompok-kelompok etnik dalam masyarakat.Tesis Farina Baharudin (2012) dengan judul “Persepsi Siswa
2.         Tentang Kompetensi Paedagogik Guru Konsep Diri Dan Civic Knowledge Terhadap Sikap Pelestarian Nilai-nilai Budaya Bangsa Di SMA Bodhi Sattva Bandar Lampung”, yang menyatakan bahwa Persepsi siswa tentang kompetensi paedagogik guru, konsep diri dan civic knowladge dapat berpengaruh terhadap sikap pelestarian nilai-nilai budaya bangsa ini berdasarkan pada temuan hasil penelitian.


Post a Comment for " "