Kecakapan Partisipatoris (Participatory Skill)
Di samping mensaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan
untuk warga negara dalam masyarakat demokratis harus difokuskan pada
kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi yang bertanggung
jawab, efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tadi itu, dapat dikategorikan
sebagai interaksi (interacting),
memonitoring (monitoring), dan
mempengaruhi (influencing). Interaksi
berkaitan dengan kecakapan-kecakapan warga negara dalam berkomunikasi dan
bekerjasama dengan orang lain.
Berinteraksi adalah menjadi tanggapan terhadap warga negara yang lain.
Interaksi berarti bertanya, menjawab, dan berunding dengan santun, demikian
juga membangun koalisi-koalisi dan mengelola konflik dengan cara yang damai dan
jujur. Memonitor proses politik dan pemerintahan mengisyaratkan pada kemampuan
yang dibutuhkan warga negara untuk terlibat dalam proses politik dan
pemerintahan. Monitoring juga berarti
fungsi pengawasan atau watchdog warga
negara. Akhirnya, kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi,
mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses poltik dan pemerintahan, baik
proses-prose formal maupun informal dalam masyarakat. (Udin dan Dasim 2012; 203)
Sangat penting membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan
terus berlanjut selama masa sekolah. Murid yang paling muda, dapat belajar dan
berinteraksi dengan kelompok-kelompok kecil dalam rangka mengumpulkan
informasi, bertukar pikiran, dan menyusun rencana-rencana tindakan sesuai
dengan taraf kedewasaan mereka. Mereka dapat belajar untuk menyimak dengan penuh
perhatian, bertanya secara efektif, dan mengelola konflik melalui mediasi,
kompromi, atau menjalin konsensus.
Murid-murid yang lebih senior dapat seyogyanya mengembangkan
kecakapan-kecakapan memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik. Mereka
hendaknya belajar bagaimana meneliti isi-isu publik dengan menggunakan
perangkat-perangkat elektronik, perpustakaan, telpon, kontak personal, dan
media. Menghadiri pertemuan-pertemuan publik mulai dari dewan pelajar sampai
dewan sekolah, dewan kota, komisi daerah, dan dengar pendapat dengan anggota
legislatif, sebaiknya juga menjadi bagian pengalaman pendidikan siswa tingkat
sekolah menengah atas. Observasi ke pengadilan-pengadilan dan mempelajari tata
kerja sistem peninjauan ulang hukum (judicial
review) juga hendaknya merupakan bagian tak terpisahkan dari civic education mereka.
Kendati demikian, pengamatan itu sendiri tidaklah memadai, murid-murid
tidak hanya perlu dipersiapkan untuk pengalaman-pengalaman seperti itu, yang
mereka butuhkan adalah peluang-peluang yang terencana dan terstruktur dengan
baik agar dapat mereflesikan pengalaman-pengalaman mereka tadi di bawah
bimbingan para pembina yang cakap dan pandai. (Udin dan Dasim 2012; 203)
Jika menghendaki agar warga negara dapat mempengaruhi jalannya kehidupan
poltik dan kebijakan publik, mereka perlu menambah jam terbang mereka dalam
kecakapan-kecakpan partisipatoris itu. Voting tentu merupakan alat yang paling
penting dalam rangka mempengaruhi; tetapi ia bukanlah satu-satunya cara. Warga
negara perlu belajar menggunakan cara-cara lain.
Dalam kaitan ini Branson dalam Winarno (2013: 149) menjelaskan sebagai
berikut.
“Voting certainly is an important
means of excerting influence; but it is not the only means. Citizens also need
to learn to use such means as petitioning, speaking, or testifying before
public bodies, joining ad-hoc advocacy groups, and forming coalitions.”
Berdasarkan pendapat di atas mengenai voting bahwa selain voting cara lain
yang dapat dipergunakan warga negara untuk mempengaruhi kehidupan politik
sebagaimana yang dikemukakan Branson, juga warga negara bisa mempelajari
tentang mengajukan petisi, berbicara/pidato untuk menunjukkan kebolehan di
depan para anggota badan-badan publik, bergabung dengan kelompok-kelompok
advokasi dan membentuk koalisi-koalisi. Sebagaimana halnya kecakapan-kecakapan
interaksi dan memonitor, kecakapan mempengaruhi seyogyanya mampu untuk
dikembangkan secara sistematik.
Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik
langusng maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan
mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi
secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan
politik, makan regulasi birokrasi harus diminimalisasi.
Branson (1998: 15-16) mengemukakan mengenai kata-kata untuk lebih memahami
mengenai kecakapan intelektual. Berikut ini adalah kata-kata yang biasa
digunakan untuk mengidentifikasi kecakapan partisipatoris:
Kemampuan partisipatoris:
a. Kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan dan keputusan dengan bekerjasama
dengan yang lain.
b. Memaparkan dengan gamblang suatu masalah yang penting sehingga membuatnya
diketahui oleh para pembuat kebijakan dan keputusan.
c. Membangun koalisi, negosiasi, kompromi, dan mencari konsensus.
d. Mengelola konflik.
Post a Comment for "Kecakapan Partisipatoris (Participatory Skill)"