Pengertian Pembelajaran PKn
Pengertian Pembelajaran PKn
Pendidikan Kewarganegaraan dalam
kurikulum 2004 telah mengalami perubahan yang sangat besar, dari pengembangan
materi dalam kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum 2004 pengembangan materi
PKn, baik untuk jenjang SMP maupun SMA lebih bercirikan keilmuan. Hal ini tidak
terlepas dari adanya karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn ) dengan
paradigma baru, yaitu bahwa PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan
program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi
pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan
daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional
maupun sosial; Civic Responsibility,
yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung
jawab dan Civic Participation, yaitu
kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara
individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan.
Ciri utama PKn (baru) tidak lagi
menekankan pada mengajar tentang PKn tetapi lebih berorientasi pada
membelajarkan PKn atau pada upaya-upaya guru untuk ber-PKn atau melaksanakan
PKn. Oleh karena itu, guru hendaknya memiliki kemampuan untuk memilih dan
menggunakan metode pembelajaran PKn yang efektif, tepat, menarik, dan
menyenangkan untuk membelajarkan PKn tersebut.
Sehubungan dengan pembelajaran PKn, Depdiknas (
2004 : 4 ) : Guru PKn harus memiliki keahlian (expertise) yakni :
a. Menguasai pembelajaran materi PKn di
sekolah.
b.
Menguasai
konsep keilmuan yang relevan dengan materi pembelajaran PKn di sekolah.
c.
Menguasai
strategi pembelajaran PKn di sekolah.
d.
Kontribusi (mampu berperan) terhadap tercapainya tujuan PKn dan tujuan
pendidikan nasional.
Seorang guru PKn
yang mempunyai kemampuan pembelajaran yang baik sudah selayaknya memiliki kompetensi pedagogik baik pula, hal ini sejalan dengan Permendiknas nomor 17 tahun 2007
yang mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang harus dimiliki guru kaitanya
dengan kemampuan pembelajaran, yaitu :
- Pemahaman
terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik
dengan memanfaatkan prinsip- prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian
dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
- Perancangan
pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan;
menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
- Pelaksanaan
pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
- Perancangan
dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial:
merancang dan melaksanakan evaluasi (assesment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil
evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran
untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya,
dengan indikator esensial: menfasilitasi peserta didik untuk pengembangan
berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk
mengambangkan berbagai potensi non akademik.
Menurut semiawan (1999 : 69-70), yang menjadi
dasar dalam pembelajaran adalah pengembangan kemampuan manusia (human capacity development), sebagai
kurikulum yang berbasis kemampuan-kompetensi. Melalui pelakonan, latihan, dan
praktik selama proses pembelajaran diharapkan siswa akan mampu merefleksi
kemampuan diri atau mengevaluasi diri, mawas diri yang akan membawa hikmah
kesadaran diri, pengenalan diri, dan tahu diri. Bermula dari kesadaran akan
kemampuan dirinya diharapkan para iswa akan termotivasi untuk selalu berusaha
menumbuhkan dan mengembangkan kemampuannya sampai tataran tertinggi dalam
hierarki kebutuhan Maslow disebut aktualisasi diri, realisasi diri, dan dapat
menempatkan diri. Agar setiap siswa dapat tumbuh dan berkembang kemampuannya
sampai tataran aktualisasi diri, maka selama proses pembelajaran dengan
pelakonan, pelatihan, dan praktek, perlu diupayakan kondisi yang kondusif,
menantang, terbuka, menyenangkan, demokratis, dan kooperatif. Tidak sedikit
orang yang gagal mengaktualisasikan kemampuannya, bukan semata-mata mereka
tidak mampu, tetapi lebih banyak karena tidak ada peluang, kesempatan atau
situasinya mengancam, tidak menyenangkan, mernbosankan, penuh dengan intrik,
saling menutup diri, atau tidak kondusif. Sebagai akibatnya, orang menjadi
merasa rendah diri (inferiority complex)
dan tidak memiliki rasa percaya diri (self
confidence) serta akhirnya merasa tidak punya harga diri, dan puncaknya
orang lebih senang dan bangga jika dapat melakukan tindakan yang menyimpang
bahkan anarkis sekalipun.
Menurut rambu-rambu pembelajaran
PKn dalam Kurikulum 2004, ditegaskan bahwa pembelajaran dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya membelajarkan dengan menggunakan
pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terdapat
tujuh komponen CTL, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Proses pembelajaran yang lebih berorientasi pada
bagaimana siswa melakukan kegiatan belajar kiranya dapat menggunakan pendekatan
dan metode antara lain:
- klarifikasi
percontohan (eksampleritorik);
- analisis
nilai moral;
- analisis
sosial;
- analisis
lingkungan;
- dilema
moral;
- belajar
bekerja sama;
- simulasi
dan bermain peran dan permainan;
- debat,
curah pendapat, diskusi, dialog, kolokium, seminar, studi kasus, dan
resitasi;
- biasakan
melatih siswa untuk membaca referensi yang relevan termasuk buku cerita,
majalah atau koran, menyimak radio dan TV, serta menulis (mengarang,
membuat laporan, resume, dan rangkuman);
- biasakan
siswa untuk meliput atau mengobservasi realita kehidupan sekitarnya dalam
berbagai aspek. Dalam mengimplementasikan berbagai pendekatan dan metode
tersebut perlu dibarengi dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar atau
media (baik multi sumber maupun multi media).
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
berbagai pendekatan dan metode serta sumber dan media di atas, perlu juga
dipertimbangkan untuk mengimplementasikan pendapat Rose dan Vicholl dalam
Semiawan (1999: 74-75) yang menyatakan bahwa untuk membuka bentak seseorang
dalam belajar ada enam tingkat rancangan yamg disingkat dengan MASTER, yaitu :
·
Motivation :
Sebagi sumber akan sikap belajar harus dibuat positif dengan membuat
suasana akademik menyenangkan dan tanpa tekanan.
·
Acquiring :
Memperoleh informasi yang terkait dengan fakta yang relevan dengan kepentinagn
dan memanipulasikannya dengan mongkombinasikan dengan fakta lain.
·
Searching : Mencari kebermaknaan agar memahami
subjek dan menjadikan materi berarti sacara pribadi (personal meaning). Inilah
unsur sentral dalam belajar yang memudahkan
kita dapat mengingat sesuatu.
·
Tringger : Menyulut memori sehingga materi yang
tersimpan dalam kemampuan berpikir jangka panjang (long term memory) dapat digali kembali melalui
pertanyaan-pertanyaan.
·
Exhhbiting : Menyajikan apa yang diketahui, yaitu
membagi pengalaman dengan orang lain atau teman.
·
Reflecting : Merefleksikan kembali, bukan apa yang
dipelajari, tetapi bagaimana mempelajari sesuatu.
Wow is amazing can nice :)
ReplyDelete