Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejarah
Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di
Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa. Sebelum Indonesia
merdeka, kehidupan yang demokratis sudah dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya berbagai perkumpulan dan
perserikatan, seperti Budi Utomo, Serikat Islam, perkumpulan keagamaan (NU dan Muhammadiyah),
perkumpulan partai-partai, perhimpunan pelajar, organisasi sosial dan
lain-lain.
Salah satu tonggak sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, yang sekaligus sebagai tonggak demokrasi di
Indonesia adalah dengan adanya Konggres Pemuda II. Musyawarah yang diterapkan
dalam Konggres Pemuda II akhirnya dapat membuat suatu kesepakatan penting dan sekaligus
menyatukan semua komponen pemuda Indonesia yang semula terpecah-pecah dalam
organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, yaitu dengan lahirnya Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bukti lain bahwa bangsa
Indonesia sudah melaksanakan kehidupan yang demokratis adalah sidang BPUPKI
yang membahas rancangan dasar negara dan rancangan Undang-Undang Dasar secara bermusyawarah.
Demikian pula pada saat disusunnya teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia , yang
kemudian dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan
Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, merupakan wujud nyata dari pengambilan
keputusan secara demokratis.
Secara garis besar pelaksanaan
demokrasi Indonesia yang dimulai sejak proklamasi kemerdekaaan dibedakan
menjadi beberapa periode, yaitu:
a. Periode Berlakunya Demokrasi
Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya
diterapkan demokrasi dengan sistem kabinet presidensial yaitu para menteri
diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang
berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya Maklumat
Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi sebuah lembaga yang
berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian diperkuat dengan Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya
pembentukanmultipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang
menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem
pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban
menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya
sistem parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak
dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang
pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat ituPeriode
Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965) Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5
Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya
pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikan dengan
menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi kepemimpinan yang kuat akan
dapat mengendalikan kekuatan politik yang ada pada saat itu.
Keadaan pada masa demokrasi
terpimpin diwarnai oleh tank menarik tiga kekuatan politik yang paling utama,
yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk
menandingi kekuatan Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan
politik, sedangkan PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan
presiden dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan Soekarno
untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun ke arena politik Indonesia.
Adanya tank ulur dalam
kehidupan politik saat itu, memunculkan masalah-masalah besar yang menyimpang
dari kehidupan demokrasi yang berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai
presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan
oleh beberapa orang, di mana seorang anggota kabinet dapat juga sekaligus
menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga
negara lain tidak melalui proses demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan
cara menunjuk seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi
terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden yang melebihi apa yang
ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat undangundang
dalam bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang
pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang
DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955
dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui
DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan
terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom
(Nasionalisme, Agama, Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan
Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) yang mengajarkan ideologi komunis.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
presiden dalam keadaan yang memaksa..Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat
ditumpas dan dibubarkan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi
organisasi eriarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi terpimpin
dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila UUD 1945 secara murni
dan konsekuenPeriode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang
dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang terjadi pada masa
berlakunya demokrasi terpimpin.
Tetapi hal ini menjadi titik
tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk menuju
puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS
No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi
Presiden Negara Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku
sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena sistem
demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan menjiwai
sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No.
XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan
tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat
dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi
Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya
keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya
negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap tegaknya
negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya
hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan
yang serasi, selaras dan seimbang antara lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan
yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas pelaksanaan
Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan gotong
royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila
dalam era Orde Baru hanya sebatas keinginan yang belum pernah terwujud. Karena
gagasan yang baik baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan
dan pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi.
M. Rusli mengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI
dengan adanya Dwi Fungsi ABRI pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan
pertahanan keamanan ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini
dapat dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan
sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;
3) Adanya pembatasan terhadap
peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan politikAdanya campur tangan
pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi
negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu
lembaga-lembaga non pemerintah diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal
seharusnya sebagai alat kontrol bagi pemerintah.
Kepemimpinan pada masa Orde
Baru bertumpu pada Soeharto sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi.
Pengambilan kebijakan bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan
lebih dipersempit, sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol
masyarakat.
Hal ini mengakibatkan kemajuan
ekonomi digerogoti oleh korupsi, nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya Demokrasi
dalam Era Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai
dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok penekan (pressure
group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa,
pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde
baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa
peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada
masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan dan
kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:
1) komposisi elite politik
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau
perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus
berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan
Azyumardi Azra menyatakan langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia
menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar,
yaitu:
1) reformasi konstitusional
(constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka
dasar, dan perangkat legal sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional
reform and empowerment), yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga
politik;
3) pengembangan kultur atau
budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi
pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai
berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang
No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas
untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai.
Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2 Demonstrasi
yang dilakukan oleh mahasiswa bersama unsur masyarakat lainnya mendorong
diakhirinya kekuasaan rezim Orde Baru. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden
Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan, sekaligus mengakhiri rezim
orde baru.;ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya
50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta
notaris”.
2) Undang-Undang No.12 tahun
2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan
hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan wakilnya juga
dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan
dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan Undang-Undang
No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan
organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk melakukan fungsi
kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR
berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya sidang tahunan dan
menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan laporan kemajuan
(progress report).
6) Adanya kebebasan media massa
tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa
jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2 periode masa
kepemimpinan.
Post a Comment for "Sejarah Demokrasi di Indonesia"