Pengertian Penerapan
2. Pengertian Penerapan
Penerapan
adalah hal, cara atau hasil (Badudu & Zain, 1996:1487). Adapun menurut (Ali, 1995:1044) penerapan adalah mempraktekkan dan memasangkan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan
sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan
maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur
penerapan meliputi :
a. Adanya program yang dilaksanakan
b. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan
a. Adanya program yang dilaksanakan
b. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan
diharapkan akan
menerima manfaat dari program tersebut.
c. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung
c. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung
jawab dalam
pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses
penerapan tersebut (Wahab, 1990:45).
penerapan tersebut (Wahab, 1990:45).
3. Tinjauan Tentang Internalisasi Nilai-Nilai
Pancasila
a.
Pengertian
Internalisasi
Menurut
Chaplin, (2002: 256) “Internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau
penyatuan sikap, standart tingkah laku, pendapat dan seterusnya di dalam
kepribadian. Freud yakin bahwa superego, atau aspek moral kepribadian berasal
dari internalisasi sikap-sikap parental (orang tua)”.
Menurut
Muhaimin, (1996: 153) Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan
pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau
tahap terjadinya internalisasi, yaitu:
i.
Tahap Transformasi Nilai
: Tahap ini merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam
menginformasikan nilai-nilai
yang baik dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi
komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh.
ii.
Tahap Transaksi Nilai
: Suatu tahap pendidikan nilai
dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik
dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik.
iii.
Tahap
Transinternalisasi : Tahap ini jauh lebih mendalam dari
tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal
tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi
kepribadian yang berperan secara aktif.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan kembali bahwa internalisasi
adalah suatu proses memasukkan atau mendoktrin suatu sikap, tingkah laku atau
lain sebagainya yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: tahap transformasi
nilai, tahap transaksi nilai dan tahap transinternalisasi.
b.
Pengertian
Nilai
Kata value yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi nilai, berasal dari bahasa Latin valare atau
bahasa Perancis Kuno valoir (Enyclopedia of Real Esate Terms,
2002).
Menurut Dictionary of Sociology and Related Sciences
mengemukakan “nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia, sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok”. Pada dasarnya nilai merupakan sifat atau kualitas yang
melekat pada sesuatu subyek, bukan obyek itu sendiri. Sesuatu yang mengandung
nilai berarti ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu tersebut.
Dengan demikian, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi
di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai karena adanya
kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wastranger).
Adapun definisi nilai
menurut pendapat para ahli adalah sebagai berikut :
Menurut
Mulyana (2004: 9) “nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan”. Sedangkan menurut Kuperman (2005: 98) “nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia
dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif”. Sedangkan
menurut Abdulsyani (2007: 52) “nilai dapat disebut sebagai ketentuan-ketentuan
atau cita-cita dari apa yang dinilai baik dan benar oleh masyarakat luas”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat
dikemukakan kembali bahwa nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan. Sejalan dengan definisi itu maka yang dimaksud dengan hakikat dan makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang,
adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan
dirasakan berharga bagi seseorang. Nilai bersifat abstrak, berada dibalik
fakta, memunculkan tindakan, terdapat dalam moral seseorang, muncul sebagai
ujung proses psikologis dan berkembang ke arah yang lebih kompleks.
Kattsoff dalam Soemargono (2004: 323) mengatakan bahwa
hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara:
1)
Nilai
sepenuhnya berhakekat subyektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi
nilai itu sendiri;
2)
Nilai
merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai
tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal;
3)
Nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.
Mengenai makna nilai Kattsoff mengatakan, bahwa nilai
mempunyai beberapa macam makna. Sejalan dengan itu, maka makna nilai juga
bermacam-macam. Rumusan yang bisa penulis kemukakan tentang makna nilai itu
adalah bahwa sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna) merupakan nilai
(baik, benar atau indah) mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan,
mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap “menyetujui”
atau mempunyai sifat nilai tertentu dan memberi nilai, artinya menanggapi
sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai
tertentu. Adapun sifat-sifat nilai adalah sebagai berikut :
1) Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam
kehidupan manusia;
2) Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai
mengandung harapan, cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat
ideal;
3) Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator
dan manusia adalah pendukung nilai.
c.
Pengertian Pancasila
Pemahaman pancasila sangat penting mengingat pancasila sebagai ideology
bangsa merupakan salah satu falsafah yang mengikat persatuan bangsa. Pancasila
juga merupakan salah satu dari empat pilar berbangsa dan bernegara selain
pemahaman terhadap UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhineka
Tunggal Ika. Menurut C.S.T Kansil (2011: 14) mengemukakan bahwa “untuk mengerti
dan memahami arti dan isi dari pancasila dengan sebenar-benarnya, maka penting
untuk mengetahui pengertian pancasila baik dari segi etimologis, terminologis,
dan historis pancasila”.
Menurut Taufiqurrahman (2009) diuraikan bahwa Perumusan
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tidak terlepas dari sejarah
perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Pada masa pendudukan
Jepang tahun 1942, awalnya bangsa Indonesia menyambut baik kedatangan Jepang.
Rupanya kedatangan Jepang tidak mengubah nasib bangsa ke arah yang lebih baik,
bahkan sebaliknya, ternyata lebih kejam daripada pemerintah Hindia Belanda.
Maka di daerah-daerah muncul perlawanan terhadap Jepang.
Pada tahun 1943 posisi
Jepang semakin genting karena menghadapi gempuran tentara Sekutu. Di samping
itu, mereka juga menghadapi perlawanan di setiap daerah. Kondisi semacam ini
dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk Kampung Jepang agar bersedia
memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Kampungkan tersebut ternyata
mendapatkan respon dari pemerintah Jepang. Pada tanggal 7 September 1944
Perdana Menteri Koyso menjanjikan
kemerdekaan kelak di kemudian hari. Untuk meyakinkan bangsa Indonesia terhadap
janji tersebut. dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoshakai pada
1 Maret 1945.
Anggota BPUPKI ini
terdiri dari 60 anggota berasal dari Indonesia, 4 anggota keturunan Cina, satu
anggota keturunan Belanda dan satu anggota dari keturunan Arab. Dalam salah
satu sidang BPUPKI, tepatnya tanggal 1 Joni 1945, telah diadakan pembicaraan
mengenai dasar negara Indonesia. Di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya
dan mengemukakan lima prinsip yang sebaiknya dijadikan dasar Negara Indonesia
Merdeka, yaitu:
1)
Kebangsaan Indonesia
2)
Internasionalisme atau perikemanusiaan
3)
Mufakat atau demokrasi
4)
Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan
Ir.
Soekarno kemudian menegaskan bahwa kelima alas itu dinamakan Pancasila. Setelah
Sidang I BPUPKI berakhir dibentuklah Panitia Kecil atau Panitia Sembilan untuk
merumuskan ide dasar negara dengan bahan utama yang telah dibi.carakan dalam
sidang BPUPKI. Pada tanggal 22 Juni 1945 panitia kecil bersidang dan berhasil
merumuskan Piagam Jakarta, yaitu:
1) Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2) Kemanusiaan
yang adil dan beradab,
3) Persatuan
Indonesia,
4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
5) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setelah
BPUPKI dibubarkan, sebagai gantinya dibentuklah PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Zyunbi Inkai pada tanggal 7 Agustus 1945.
Tugas semula dari panitia ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan serah terima kemerdekaan yang direncanakan pada
tanggal 24 Agustus 1945. Namun dengan takluknya Jepang kepada Sekutu. maka pada
tanggal 14 Agustus terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Kesempatan yang
baik dan sempit itu akhirnya dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk melakukan
langkah besar dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945. Sehari setelah kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan
berhasil menetapkan:
1)
Memilih Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden,
2)
Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan
UUD 1945 inilah rumusan Pancasila yang sah sebagai dasar negara dapat kita
temui, yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV dengan rumusan sebagai
berikut.
1)
Ketuhanan Yang Maha Esa,
2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3)
Persatuan Indonesia,
4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan,
5)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Secara
etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa sansekerta dari India
(bahasa kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut
Muhammad Yamin dalam Kaelan, (2008:21) dalam bahasa sansekerta perkataan
“Pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu, “panca” artinya
“lima”, dan “syila” vokal i pendek artinya “batu sendi”,”alas”, atau “dasar” ,
serta “syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang
penting atau yang senonoh”. Menurut Kaelan (2008: 21) kata-kata tersebut
kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang
memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata
“Pancasila” yang dimaksud adalah istilah “panca syila” dengan vokal i pendek
yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah ”dasar
yang memiliki lima unsur”.
Kaelan
(2008: 103) mengemukakan bahwa “Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi
bangsa dan Negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya
diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada ideologi-ideologi lain
di dunia, namun terbentuknya pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam
sejarah bangsa Indonesia”. Sedangkan
Menurut Kansil (2002:80) “arti pancasila sebagai dasar filsafat Negara
adalah sama dan mutlak bagi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
tidak ada tempat bagi warga Indonesia untuk pro dan kontra, karena pancasila
sudah ditetapkan sebagai filsafat bangsa Indonesia”.
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan kembali bahwa pancasila adalah
suatu pegangan atau pedoman bagi bangsa Indonesia yang merupakan dasar dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah menyatukan bangsa Indonesia
menjadi satu kesatuan yang utuh.
Post a Comment for " Pengertian Penerapan"