Masyarakat Lampung Pepadun
2.1.1.
Masyarakat
Lampung Pepadun
Masyarakat lampung
terdiri dari dua golongan masyarakat yaitu,
pepadun dan saibatin, yaitu mereka yang menganut adat saibatin dan
mereka yang menganut adat pepadun.
Masyarakat adat
Saibatin pada umumnya berdomisili daerah Pesisir Lampung, dimulai dari di
daerah Skala beghak, Ranai, Pesisir Barat (Krui), Kota Agung Semaka, Kalianda,
sedangkan masyarakat adat Pepadun berdomisili dibagian tengah dari Lampung
seperti Abung, Menggala, Bunga mayang, Waykanan dan Pubian telu suku.
Pepadun memiliki arti,
yaitu sebuah singgasan yang hanya dapat digunakan atau diduduki pada saat
penobatan raja-raja adat, mentasbihkan bahwa orang yang duduk diatasnya adalah
raja.
Suku bangsa lampung
beradat pepadun, yaitu salah satu kelompok masyarakat yang dilaksanakan
upacara-upacara adat naik tahta dengan menggunakan alat upacara yang disebut
Pepadun, yang merupakan singgasana adat yang digunakana pada upacara
pengambilan gelar adat disebut upacara Cakak Pepadun.
Umumnya masyarakat adat
suku Lampung pepadun tersebut menganut prinsip garis keturunan bapak, dimana
anak laki-laki tertua dari keturunan tertua (penyimbang) memegang kekuasaan
adat. Setiap anak laki-laki tertua adalah penyimbang, yaitu anak yang mewarisi
kepemimpinan ayah sebagai kepala keluarga atau kepala kerabat seketurunan.
Hal
ini tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan adat serta upacara-upacara
adat yang berlaku. Kedudukan penyimbang begitu dihormati dan istimewa, karena
merupakan pusat pemerintahan kekerabatan, baik yang berasal dari satu keturunan
pertalian darah, satu pertalian adat atau karena perkawinan.
2.1.2.
Pengertian
Pengangkonan (pengangkatan anak)
Ngangkon dalam bahasa
Lampung dapat diartikan sebagai suatu proses pengangkatan terhadap orang yang
berlainan suku dan berbeda Buay, untuk dijadikan bagian dari anggota kerabat
bertali adat melalui hubungan perkawinan, hubungan akrab dan hubungan yang
dibina untuk menciptakan perdamaian antar kerabat. Apabila terjadi perkawinan
karena berlainan suku atau Buay, maka anak tersebut harus dicarikan orang tua
angkat yang berasal dari Lampung yang sebuay untuk dimasukan sebagai warga adat
Lampung dan menerima nama atau panggilan (adek) sebagai orang Lampung
(ngangken). (hasil wawancara dengan bapak Syahadat).
Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa ngangkon merupakan bagian dari upacara adat dalam
perkawinan yang dilakukan secara adat, jika masyarakat Lampung Pepadun ingin
melaksanakan pernikahan dengan seseorang yang bukan anggota masayarakat Lampung
Pepadun, setelah melalui proses ngangkon seseorang yang bukan anggota
masayarakat Lampung Pepadun, maka dapat dikatakan resmi pernikahan tersebut
secara adat menjadi warga masyarakat Lampung Pepadun dan menerima kedudukan,
baik hak dan kewajiban serta panggilan (juluk) sebagai warga Lampung.
Masyarakat Lampung
Pepadun mengenal beberapa jenis ngangkon,
yaitu :
1. Ngangkon
karena dasar hubungan baik, contohnya : terseamat jiwa atau kehormatan diri
seseorang dalam suatu kejadian tertentu, hubungan pertemanan atau peersahabatan
yang sudah lama terjalin.
2. Ngangkon
karena terjadi suatu pristiwa yang kurang baik, contohnya : perkelahian dimana
seseorang atau beberapa terbunuh, akibat kecelakaan, sehingga menimbulkan
korban.
3. Ngangkon
karena hubungan perkawinan antara keluarga masyarakat Lampung Pepadun dengan
masyarakat berbeda suku ataupun Buay.
4. Ngangkon
karena tidak memiliki anak laki-laki dalam keluarganya.
2.1.3.
Tata
Cara Pelaksanaan Pengangkonan (pengangkatan anak)
Tata cara pengangkonan
(pengangkatan anak) dalam masyarakat Lampung Pepadun, yaitu :
1. Pemandai
Kampung
Ngangkon diawali dengan
orang yang bersangkutan datang kepada wakil dari punyimbang dituju untuk
memberitahu tentang perihal ngangkon dan dipilih orang tua angkat, setelah
keluarga yang akan mengangkon mengetahui latar belakang keluarga yang akan
diangken, maka memberitahukan kepada majelis perwatin, sekertaris adat dan
anggota adat atas maksud dan tujuan untuk mengangken, dan meminta kepada
sekertaris adat agar dibuat konsep pengangkonan atas keputusan perwatin dan
yang ingin mengangkon mengumpulkan tokoh-tokoh adat yang berkepentingan.
2. Sidang
Adat Perwatin
Pada saat pemberitahuan
sudah dilakukan oleh orang yang akan mengangkon kepada majelis perwatin dan
masyarakat adat, mereka dikumpulkan dalam suatu rapat perwatin di ruangan yang
telah disiapkan oleh orang yang akan melaksanakan ngangkon atau dapat juga
dilakukan dirumah yang bersangkutan atau dapat juga di balai musyawarah.
3. Penurunan
Daw Adat
Apabila surat pengeahan
selesai ats surat keputusan perwatin dan telah dianggap resmi oleh majelis
perwatin, kemudian acara selanjutnya dilakukan penurunan daw adat yang termasuk
syarat dari sahnya dalam pelaksanaan pengangkonan yang harus diikuti serta
dijalankan oleh keluarga yang akan melaksanakan pengangkonan tersebut. (hasil
wawancara dengan tokoh adat bapak Syahadat).
2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Pengangkonan (pengangkatan anak) dalam Adat Perkawinan Lampung
Pepadun
Pada masyarakat
Lampung Pepadun khususnya desa Kota Alam Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten
Lampung Utara pelaksanaan pengangkonan (pengangkatan anak) yang harusnya
dilaksanakan agar perkawinan tersebut
resmi dalam adat istiadat, saat ini sudah tidak dilaksanakan sesuai yang
digariskan nenek moyang. Hal ini beberapa orang sudah tidak melaksanakan
artinya proses pelaksanaannya mengalami penurunan atau sudah mulai
ditinggalkan.
Penyebab-penyebab pelaksanaan
pengangkonan (pengangkatan anak) dalam adat perkawinan masyarakat Lampung
Pepadun dapat dilihat dari pada uraian-uraian di atas, ternyata dipengaruhi
tiga faktor, yaitu:
1.
Faktor usaha untuk mempertahankan adat
istiadat masyarakat Lampung Pepadun.
2.
Faktor usaha untuk mempertahankan tali
kekerabatan agar tidak terputus.
3.
Faktor usaha agar status anak dalam
perkawinan diakui oleh masyarakat adat Lampung Pepadun.
4.
Faktor perwujudan piil pesenggiri yaitu
nengah nyapur yang di dalam pelaksanaannya ditunjukan ingin menerima orang dari
luar untuk menjadi bagian dari anggota keluarga.
2.2.
Penelitian Relevan
1.
Skripsi judul fakor-faktor yang
mempengaruhi perubahan dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan lampung
saibatin di Desa Penyandingan Kecamatan Bengkunat Kabupaten Lampung Barat oleh
Romyani pada tahun 2010, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pedidikan, Pendidikan
kewarganegaraan Universitas Lampung, dalam skripsi Romyani permsalahannya Faktor-Faktor
apa sajakah yang Mempengaruhi Perubahan dalam Pelaksanaan Upacara Adat
Perkawinan Lampung Saibatin di desa Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung
Barat. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriftif, peneliti
menyimpulkan dari hasil penelitian yang telah diteliti lakukan bahwa faktor
proses pelaksanaan upacara adat perkawinan yang lama, faktor ekonomi dan
pengaruh budaya luar sangat berpengaruh terhadap perubahan dalam Pelaksanaan
Upacara Adat Perkawinan Lampung Saibatin di desa Kenali Kecamatan Belalau
Kabupaten Lampung Barat. Perbedaan masalah penulis dengan Romyani adalah
Romyani membahas tentang perubahan upacara adat perkawinan. Sedangkan penulis
membahas tentang pengangkonan (pengangkatan anak) dalam adat perkawinan.
Post a Comment for "Masyarakat Lampung Pepadun"