Definisi
a.
Definisi
Secara umum,
pemahaman merupakan proses pengetahuan seseorang dalam mencari makna atau
memahami suatu hal yang belum diketahui oleh dirinya yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang ada. Oleh karena itu, pencapaian tingkat pemahaman
seseorang akan berbeda pula sesuai dengan tingkat pengetahuan seseorang.
Pemahaman Guru merupakan cara guru untuk mengetahui dan
memahami pembelajaran serta faktor pendukungnya. Menurut Ella Yulaelawati (2004:60)
“Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi/bahan. Proses
pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi/bahan ke
materi/bahan lain”.
Menurut Daryanto (2008:106) :
Pemahaman
(comprehension) adalah kemampuan ini
umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Guru dituntut
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya
dengan hal-hal lain.
Gordon dalam
Mulyasa (2005:27) “Pemahaman (understanding) adalah kedalaman kognitif dan afektif
yang dimiliki individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan
pembelajaran harus memiliki pengalaman yang baik tentang karakteristik dan
kondisi peserta didik agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan
efisien”.
Menurut
Kusnandar (2009:54) “Guru adalah tenaga pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan
bahwa pemahaman guru adalah kemampuan guru dalam menjabarkan suatu
materi/bahan, serta kemampuan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
b.
Ukuran
Pemahaman
Menurut Akhmad Sudrajat
dalam Fajar (3 September 2009, http://Bangfajars.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-ukuran/))
“Ukuran adalah
Proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu
tingkatan dimana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu”.
Menurut Anas
Sudijono (2005:50) :
Pemahaman
(comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai sudut. Seorang guru dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Menurut Benjamin S. Bloom dalam Anas
Sudijono (2005:49-50)
Ukuran
Pemahaman termasuk dalam ranah proses berpikir (cognitive domain) yang mencakup kegiatan mental (otak) dan segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi dan pemahaman
termasuk dalam jenjang yang kedua. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berpikir yang setingkat dan lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Ukuran pemahaman
merupakan landasan dalam membuat sistem evaluasi (penilaian) yang benar
terhadap peserta didik. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang
pemahaman misalnya: ketika seorang guru memberikan pertanyaan kepada muridnya,
si murid dapat menjawab dan menguraikan pertanyaan secara lancar, jelas dan
benar maka pemahamannya dapat dinyatakan tinggi, tapi apabila ia hanya memahami
hanya sebagian maka ia dinyatakan kurang memahami dan bila ia tidak mengerti
sama sekali maka ia dinyatakan tidak memahami.
Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa
ukuran adalah termasuk dalam
ranah proses berpikir (cognitive domain) yang
mencakup kegiatan mental (otak) dan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif.
c. Guru Profesional
Menurut UU No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Menurut Surya (2005:32), “guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan
pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun
metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam
melaksanakan seluruh pengabdiannya”.
Menurut Kusnandar
(2009:48) :
Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang
dirinya yaitu dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta
didik untuk/dalam mengajar. Guru dituntut mencari tahu terus menerus bagaimana
seharusnya peserta didik itu belajar. Maka, apabila ada kegagalan peserta
didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dan mencari jalan keluar
bersama peserta didik bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap
yang harusnya senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri dan kehendak
untuk memurnikan keguruannya. Mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi
guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar, tak mungkin kerasan dan bangga
menjadi guru. Kerasan dan kebanggaan atas keguruan adalah
langkah untuk menjadi guru yang profesional.
Dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa ko guru yang profesional memiliki empat
kompetensi meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.
Suyatno
(2008:15-17) mencoba menjabarkan keempat macam kompetensi yang dimaksud di
atas, yaitu:
a. Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi
Kepribadian yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia.
1 Kepribadian
yang mantap dan stabil, memiliki indikator esensial : (1) bertindak sesuai dengan
norma hukum, (2) bertindak sesuai dengan norma sosial, (3) bangga sebagai guru
dan (4) memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
2 Kepribadian
yang dewasa, memiliki indikator esensial: menampilk kemandirian dalam bertindak
sebagai pendidik dan memiliki etos kerjasebagai guru.
3 Kepribadian
yang arif, memiliki indikator esensial: (1) menampilkan tindakan didasari pada
kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat, serta (2) menunjukan
keterbukaan dalam berfikir dan
bertindak.
4 Kepribadian
yang berwibawa, memiliki indikator esensial: (1) memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik, dan (2) memiliki perilaku yang
disegani.
5 Kepribadian
mulia dan dapat menjadi teladan, memiliki indikator esensial:(1) bertindak sesuai
dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan (2)
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
b.
Kompetensi Pedagogik meliputi:
1.
Pemahaman terhadap peserta didik, dengan
indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif dan kepribadian serta mengidentifikasi bekal ajar awal
peserta didik.
2.
Perancangan pembelajaran, dengan
indikator esensial: memahami landasan kependidikan, menerapkan teori belajar
dan pembelajaran, menetukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik
peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai dan materi ajar, serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3.
Pelaksanaan pembelajaran, dengan
indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4.
Perancangan dan pelaksanaan evaluasi
hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi
proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
belajar dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas
program pembelajaran secara umum.
5.
Pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial:
memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi akademik, dan memanfaatkan peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi
nonakademik.
c.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup (1) penguasaan materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materi. Memiliki indikator esensial: (a) memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah, (b) memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang
menaungi atau koheren dengan materi ajar, (c) memahami hubungan konsep antara
mata pelajaran terkait dan (d) menerapkan konsep-konsep keilmuan ke dalam
kehidupan sehari-hari. (2) penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. memiliki indikator esensial : (a)
menguasai langkah-langkah penelitian, dan (b) menguasai kajian kritis untuk
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
d.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan : (1) peserta didik, (2) sesama
pendidik dan tenaga kependidikan, (3) orangtua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar.
1.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara
efektif dengan peserta didik.
2.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
3.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa Guru
Profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta
memiliki pengalaman dan kaya di bidangnya
1.
Makna
4 (Empat) Pilar Kebangsaan
Sebelum kita mengetahui apa saja
empat pilar kebangsaan itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui makna dari
Pilar. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang
sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh
akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa Jawa tiang
penyangga bangunan atau rumah ini disebut soko, bahkan bagi rumah jenis joglo,
yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah
bangunan yang disebut soko guru. Soko guru ini sangat menentukan
kokoh dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis
kayu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di
rumah tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari berbagai bencana dan
gangguan.
Menurut
Soeprapto (2010:1) bangunan negara-bangsa juga membutuhkan pilar atau soko
guru yang merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat yang mendiami
akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam
gangguan dan bencana. Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan
atau belief system, atau philosophische grondslag, yang berisi
konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang
bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk dipergunakan sebagai
landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bangsa
Indonesia yang terkenal dengan bangsa yang besar juga mempunyai pilar yang
digunakan sebagai rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu empat
pilar kebangsaan. Secara
epistemologis dalam terminologi Empat Pilar Kebangsaan itu ditemukan empat
kategori yaitu Pancasila. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinnneka Tunggal Ika (Kaelan,
2012:1).
A.
Pilar
Pancasila
Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya
negara Indonesia adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila
diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan
dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Soeprapto (2010:4)
pancasila dijadikan sebagai pilar bangsa Indonesia yang pertama dengan alasan
berikut ini:
a. Pilar
atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping
kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Misal
bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan kondisi
bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana tidak memerlukan tiang yang terlalu
kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang
menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga harus disesuaikan
dengan kondisi bangunan dimaksud.
b. Demikian
pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga suatu negara-bangsa, harus sesuai
dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya. Kita menyadari bahwa
negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas
daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat ke
timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas
sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tujuh belas ribu pulau lebih, terdiri
atas berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta memeluk
berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan pilar
harus sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.
c. Pancasila
dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang
pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi
keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Sila
pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang
terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat
Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama, sehingga
dapat diterima semua agama dan keyakinan. Demikian juga dengan sila kedua,
kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan terhadap hak asasi
manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya
setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi
pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan
berbangsa dan bernegara ini adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau golongan.
Nampak bahwa Pancasila sangat tepat sebagai pilar bagi negara-bangsa yang
pluralistik.
d. Pancasila
sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki
konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief
system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga
memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara.
1.
Pancasila sebagai Dasar Negara Kesataun
Republik Indonesia
Pancasila dalam
kedudukannya ini sering disebut sebagai dasar falsafah negara ataupun sebagai ideologi
negara. Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma
untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan
suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Landasan Pancasila
sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat pada Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 alinea IV yaitu sebagai berikut:
“…….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawa-ratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Menurut Kaelan
(2012:45) bahwa pengertian kata “…..Dengan berdasarkan kepada…..” hal ini
secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat
terakhir pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak tercantum kata “Pancasila”
secara eksplisit namun anak kalimat”….dengan berdasarkan kepada….” ini memiliki
makna dasar adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis
sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut
dengan istilah “Pancasila”.
Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
a.
Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan
sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
b.
Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang
Dasar 1945.
c.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar
Negara (baik hokum dasar tertulis maupun tidak tertulis)
d.
Mengandung norma yang mengharuskan
Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan
fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur).
e.
Merupakan sumber semangat Undang-Undang Dasar
NRI Tahun 1945, bagi penyelenggara negara, pada pelaksana pemerintahan (juga
para penyelenggara partai dan fungsionaris). Hal ini dapat dipahami karena
semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, karena
masyarakat dan Negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Kristiani dalam Kaelan (2004:110-111)
2.
Pancasila Ideologi Nasional Bangsa Indonesia
Pancasila
memiliki berbagai fungsi bagi bangsa Indonesia, suatu ketika Pancasila
berfungsi sebagai dasar negara, suatu ketika dipandang sebagai ideologi
nasional, suatu ketika sebagai pandangan hidup dan suatu ketika sebagai ligatur
bangsa. Pancasila sebagai dasar negara berfungsi sebagai acuan bagi warganegara
dalam memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara, sehingga berkaitan
dengan pengelolaan dan implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional
berfungsi sebagai acuan bagi bangsa Indonesia dalam mengelola berbagai kegiatan
dalam mencapai tujuan yang ingin diwujudkan oleh negara. Kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya dan hankam dikelola sesuai dengan konsep, prinsip dan
nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Ketika
kita berbicara tentang Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia
secara otomatis kita akan membahas tentang pengertian ideologi dan bagaimana
Pancasila bisa dikatakan sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Alfian dalam
Amsia (2008:67) berpendapat bahwa ideologi adalah pandangan hidup atau filsafat
yang berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat
menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau
bangsa sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka.
Wahjono dalam
Nurtjahjo (2005:50) juga memberikan pendapat mengenai pengertian ideologi yaitu
pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, berupa seperangkat tata nilai
yang dicita-citakan akan direalisir di dalam kehidupan berkelompok. Ideologi
ini akan memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus
memberikan dinamika gerak menuju ke yang dicita-citakan.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ideologi adalah gagasan, cita-cita, nilai dasar yang
membentuk sitem nilai yang utuh, bulat dan mendasar serta merupakan pencerminan
dari pandangan hidup dan falsafah hidup suatu bangsa.
Berdasarkan
beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka timbul pertanyaan apakah
pancasila merupakan gagasan, cita-cita, dan nilai dasar yang membentuk sitem
nilai yang utuh, bulat dan mendasar bagi bangsa Indonesia? Beberapa ahli
memberikan pendapatnya mengenai pertanyaan tersebut. Kaelan (2012:32)
berpendapat bahwa Pancasila adalah suatu pandangan hidup bangsa yang nilai-nilainya sudah ada sebelum
secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Soeripto dalam Amsia (2008:101)
juga memberikan pendapatnya mengenai pancasila yaitu konsep yang mengandung gagasan,
cita-cita, dan nilai dasar yang bulat, utuh dan mendasar mengenai eksistensi
manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipergunakan
sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsep
tersebut secara singkat adalah:
1.
Religiositas, suatu konsep dasar yang
mengandung gagasan dan nilai dasar mengenai hubungan manusia dengan suatu
realitas mutlak, apapun namanya. Sebagai akibat terjadilah pandangan tentang
eksistensi diri manusia, serta sikap dan perilaku devosi manusia dalam
hubungannya dengan yang maha esa.
2.
Humanitas, suatu konsep yang mendudukkan
manusia dalam tata hubungan dengan manusia yang lain. Manusia didudukkan dalam
saling ketergantungan sesuai dengan harkat dan martabatnya dalam keadilan dan
keberadaban sebagai makhluk ciptaan yang maha benar.
3.
Nasionalitas, suatu konsep yang menyatakan
bahwa manusia yang bertempat tinggal di bumi nusantara ini adalah suatu
kelompok yang disebut bangsa. Sikap loyalitas warganegara terhadap
negara-bangsanya merupakan suatu bentuk tata hubungan antara warganegara dengan
bangsanya.
4.
Sovereinitas, suatu konsep yang menyatakan
bahwa yang berdaulat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
adalah rakyat, suatu konsep demokrasi, dengan ciri kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5.
Sosialitas, suatu konsep yang menggambarkan
cita-cita yang ingin diwujudkan dengan berdirinya NKRI. Yang ingin diwujudkan
adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat, bukan perorangan.
Berdasarkan
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah cita-cita yang
merupakan dasar, pandangan, gagasan, atau paham. Jadi Pancasila sebagai
ideologi nasional bangsa Indonesia merupakan tujuan bersama dan keniscayaan
bangsa Indonesia.
Post a Comment for " Definisi"