Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Definisi

a.      Definisi
Secara umum, pemahaman merupakan proses pengetahuan seseorang dalam mencari makna atau memahami suatu hal yang belum diketahui oleh dirinya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang ada. Oleh karena itu, pencapaian tingkat pemahaman seseorang akan berbeda pula sesuai dengan tingkat pengetahuan seseorang.

Pemahaman  Guru merupakan cara guru untuk mengetahui dan memahami pembelajaran serta faktor pendukungnya. Menurut Ella Yulaelawati (2004:60) “Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi/bahan. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi/bahan ke materi/bahan lain”.
       Menurut Daryanto (2008:106) :
     Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Guru dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain.

Gordon dalam Mulyasa (2005:27)  “Pemahaman (understanding) adalah  kedalaman kognitif  dan afektif  yang dimiliki individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pengalaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien”.

Menurut Kusnandar (2009:54) “Guru adalah tenaga pendidik profesional  dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan   bahwa pemahaman guru adalah kemampuan guru dalam menjabarkan suatu materi/bahan, serta kemampuan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik

b.      Ukuran Pemahaman
Menurut Akhmad Sudrajat dalam Fajar (3 September 2009, http://Bangfajars.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-ukuran/))
“Ukuran adalah Proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu”.
Menurut Anas Sudijono (2005:50) :
       Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai sudut. Seorang guru dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.  


       Menurut Benjamin S. Bloom dalam Anas Sudijono (2005:49-50)
         Ukuran Pemahaman termasuk dalam ranah proses berpikir (cognitive domain) yang mencakup kegiatan mental (otak) dan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi dan pemahaman termasuk dalam jenjang yang kedua. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat dan lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.


Ukuran pemahaman merupakan landasan dalam membuat sistem evaluasi (penilaian) yang benar terhadap peserta didik. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pemahaman misalnya: ketika seorang guru memberikan pertanyaan kepada muridnya, si murid dapat menjawab dan menguraikan pertanyaan secara lancar, jelas dan benar maka pemahamannya dapat dinyatakan tinggi, tapi apabila ia hanya memahami hanya sebagian maka ia dinyatakan kurang memahami dan bila ia tidak mengerti sama sekali maka ia dinyatakan tidak memahami.  


Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa   ukuran  adalah termasuk dalam ranah proses berpikir (cognitive domain) yang mencakup kegiatan mental (otak) dan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.

c.       Guru Profesional

Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Menurut Surya (2005:32), “guru yang  profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya”.

       Menurut Kusnandar (2009:48) :
       Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya yaitu dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam mengajar. Guru dituntut mencari tahu terus menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka, apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnya dan mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Sikap yang harusnya senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya. Mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar, tak mungkin kerasan dan bangga menjadi guru. Kerasan dan kebanggaan atas keguruan adalah langkah untuk menjadi guru yang profesional.

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa ko guru yang profesional memiliki empat kompetensi meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.

Suyatno (2008:15-17) mencoba menjabarkan keempat macam kompetensi yang dimaksud di atas, yaitu:
a.       Kompetensi Kepribadian

Kompetensi Kepribadian yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 

1       Kepribadian yang mantap dan stabil, memiliki indikator esensial : (1) bertindak sesuai dengan norma hukum, (2) bertindak sesuai dengan norma sosial, (3) bangga sebagai guru dan (4) memiliki konsistensi dalam  bertindak sesuai dengan norma.

2       Kepribadian yang dewasa, memiliki indikator esensial: menampilk kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerjasebagai guru.

3       Kepribadian yang arif, memiliki indikator esensial: (1) menampilkan tindakan didasari pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat, serta (2) menunjukan keterbukaan dalam berfikir dan  bertindak.


4       Kepribadian yang berwibawa, memiliki indikator esensial: (1) memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik, dan (2) memiliki perilaku yang disegani.

5       Kepribadian mulia dan dapat menjadi teladan, memiliki indikator esensial:(1) bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan (2) memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

b.             Kompetensi Pedagogik meliputi:

1.      Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian serta mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.

2.      Perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menetukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

3.      Pelaksanaan pembelajaran, dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

4.      Perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

5.      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk  mengembangkan berbagai potensi akademik, dan memanfaatkan peserta  didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

c.         Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup (1) penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi. Memiliki indikator esensial: (a) memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, (b) memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, (c) memahami hubungan konsep antara mata pelajaran terkait dan (d) menerapkan konsep-konsep keilmuan ke dalam kehidupan sehari-hari.  (2) penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. memiliki indikator esensial : (a) menguasai langkah-langkah penelitian, dan (b) menguasai kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
d.        Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan : (1) peserta didik, (2) sesama pendidik dan tenaga kependidikan, (3) orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

1.        Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

2.        Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

3.        Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.


Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa Guru  Profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman dan kaya di bidangnya

1.    Makna 4 (Empat) Pilar Kebangsaan
     Sebelum kita mengetahui apa saja empat pilar kebangsaan itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui makna dari Pilar. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa Jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut soko, bahkan bagi rumah jenis joglo, yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah bangunan yang disebut soko guru. Soko guru ini sangat menentukan kokoh dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis kayu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di rumah tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari berbagai bencana dan gangguan.

Menurut Soeprapto (2010:1) bangunan negara-bangsa juga membutuhkan pilar atau soko guru yang merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atau philosophische grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki kekuatan untuk dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bangsa Indonesia yang terkenal dengan bangsa yang besar juga mempunyai pilar yang digunakan sebagai rujukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu empat pilar kebangsaan. Secara epistemologis dalam terminologi Empat Pilar Kebangsaan itu ditemukan empat kategori yaitu Pancasila. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinnneka Tunggal Ika (Kaelan, 2012:1).

A.    Pilar Pancasila

Pilar pertama bagi tegak kokoh berdirinya negara Indonesia adalah Pancasila. Timbul pertanyaan, mengapa Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia. Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh seluruh  rakyat Indonesia.

Menurut Soeprapto (2010:4) pancasila dijadikan sebagai pilar bangsa Indonesia yang pertama dengan alasan berikut ini:

a.      Pilar atau tiang penyangga suatu bangunan harus memenuhi syarat, yakni disamping kokoh dan kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang disangganya. Misal bangunan rumah, tiang yang diperlukan disesuaikan dengan jenis dan kondisi bangunan. Kalau bangunan tersebut sederhana tidak memerlukan tiang yang terlalu kuat, tetapi bila bangunan tersebut merupakan bangunan permanen, konkrit, yang menggunakan bahan-bahan yang berat, maka tiang penyangga harus disesuaikan dengan kondisi bangunan dimaksud.
b.      Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga suatu negara-bangsa, harus sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya. Kita menyadari bahwa negara-bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas daratan Eropah yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan kilometer. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tujuh belas ribu pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta memeluk berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan pilar harus sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.
c.       Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi keanekaragaman yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat pada segala agama dan keyakinan yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari berbagai agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan. Demikian juga dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kesejahteraan perorangan atau golongan. Nampak bahwa Pancasila sangat tepat sebagai pilar bagi negara-bangsa yang pluralistik.
d.      Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

1.      Pancasila sebagai Dasar Negara Kesataun Republik Indonesia

Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai dasar falsafah negara ataupun sebagai ideologi negara. Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.

Landasan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea IV yaitu sebagai berikut:
“…….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawa-ratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Menurut Kaelan (2012:45) bahwa pengertian kata “…..Dengan berdasarkan kepada…..” hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak tercantum kata “Pancasila” secara eksplisit namun anak kalimat”….dengan berdasarkan kepada….” ini memiliki makna dasar adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah “Pancasila”.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

a.       Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
b.      Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
c.       Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara (baik hokum dasar tertulis maupun tidak tertulis)
d.      Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur).
e.       Merupakan sumber semangat Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, bagi penyelenggara negara, pada pelaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan fungsionaris). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, karena masyarakat dan Negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Kristiani dalam Kaelan (2004:110-111)

2.      Pancasila Ideologi Nasional Bangsa Indonesia

Pancasila memiliki berbagai fungsi bagi bangsa Indonesia, suatu ketika Pancasila berfungsi sebagai dasar negara, suatu ketika dipandang sebagai ideologi nasional, suatu ketika sebagai pandangan hidup dan suatu ketika sebagai ligatur bangsa. Pancasila sebagai dasar negara berfungsi sebagai acuan bagi warganegara dalam memahami hak dan kewajibannya sebagai warganegara, sehingga berkaitan dengan pengelolaan dan implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi nasional berfungsi sebagai acuan bagi bangsa Indonesia dalam mengelola berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan yang ingin diwujudkan oleh negara. Kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam dikelola sesuai dengan konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Ketika kita berbicara tentang Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia secara otomatis kita akan membahas tentang pengertian ideologi dan bagaimana Pancasila bisa dikatakan sebagai ideologi bangsa Indonesia.

Alfian dalam Amsia (2008:67) berpendapat bahwa ideologi adalah pandangan hidup atau filsafat yang berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka.

Wahjono dalam Nurtjahjo (2005:50) juga memberikan pendapat mengenai pengertian ideologi yaitu pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam kehidupan berkelompok. Ideologi ini akan memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak menuju ke yang dicita-citakan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah gagasan, cita-cita, nilai dasar yang membentuk sitem nilai yang utuh, bulat dan mendasar serta merupakan pencerminan dari pandangan hidup dan falsafah hidup suatu bangsa.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka timbul pertanyaan apakah pancasila merupakan gagasan, cita-cita, dan nilai dasar yang membentuk sitem nilai yang utuh, bulat dan mendasar bagi bangsa Indonesia? Beberapa ahli memberikan pendapatnya mengenai pertanyaan tersebut. Kaelan (2012:32) berpendapat bahwa Pancasila adalah  suatu pandangan hidup bangsa yang nilai-nilainya sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Soeripto dalam Amsia (2008:101) juga memberikan pendapatnya mengenai pancasila yaitu konsep yang mengandung gagasan, cita-cita, dan nilai dasar yang bulat, utuh dan mendasar mengenai eksistensi manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsep tersebut secara singkat adalah:
1.       Religiositas, suatu konsep dasar yang mengandung gagasan dan nilai dasar mengenai hubungan manusia dengan suatu realitas mutlak, apapun namanya. Sebagai akibat terjadilah pandangan tentang eksistensi diri manusia, serta sikap dan perilaku devosi manusia dalam hubungannya dengan yang maha esa.
2.       Humanitas, suatu konsep yang mendudukkan manusia dalam tata hubungan dengan manusia yang lain. Manusia didudukkan dalam saling ketergantungan sesuai dengan harkat dan martabatnya dalam keadilan dan keberadaban sebagai makhluk ciptaan yang maha benar.
3.       Nasionalitas, suatu konsep yang menyatakan bahwa manusia yang bertempat tinggal di bumi nusantara ini adalah suatu kelompok yang disebut bangsa. Sikap loyalitas warganegara terhadap negara-bangsanya merupakan suatu bentuk tata hubungan antara warganegara dengan bangsanya.
4.       Sovereinitas, suatu konsep yang menyatakan bahwa yang berdaulat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah rakyat, suatu konsep demokrasi, dengan ciri kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5.       Sosialitas, suatu konsep yang menggambarkan cita-cita yang ingin diwujudkan dengan berdirinya NKRI. Yang ingin diwujudkan adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat, bukan perorangan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah cita-cita yang merupakan dasar, pandangan, gagasan, atau paham. Jadi Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia merupakan tujuan bersama dan keniscayaan bangsa Indonesia.


Post a Comment for " Definisi"